Kamis, 25 April, 2024

Model dan Bentuk Otonomi yang Menguatkan NKRI

Oleh : Desti Setiawati

Dalam menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebagai berikut: pertama penyelenggaraan (pemerintahan daerah menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan secara seimbang), Kedua Otonomi luas (focus dan bertanggung jawab), Ketiga Otonomi (satu tingkat (Kabupaten/ Kota) Kedudukan provinsi sebagai wilayah administratif), Keempat Penggunaan istilah pembagian urusan tetapi fokus (penekanan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan), Kelima Sistem rumah tangga daerah menggunakan sistem residu, Keenam Pola pembagian kewenangan general competence, Ketujuh urusan concurent tetap terletak pada pemerintah pusat (urusan pemerintah) dan Mempunyai hubungan tertentu.Point-point tersebut dapat saya uraikan sebagai berikut:

Pertama, penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan secara seimbang.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah penggunaan asas desentralisasi lebih tepat dibandingkan dengan asas otonomi, karena sifat penyelenggaraan otonomi daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah berupa penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan sebagian urusan rumah tangga daerah, namun dalam rangka menyeimbangkan asas desentralisasi digunakan asas dekonsentrasi, penerapan asas dekonsentrasi berupa adanya kedudukan provinsi sebagai wilayah administratif,adanya instansi vertikal di daerah dan adanya kepala daerah dalam hal ini gubernur sebagai perangkat pusat di daerah dalam rangka melakukan pengawasan penyelenggaraan otonomi daerah dan dalam rangka menguatkan negara kesatuan,kemudian mekanisme pemilihan gubernur sebagai kepala daerah provinsi dilakukan penunjukan langsung dari pemerintah pusat.

- Advertisement -

Selain itu juga menggunakan asas tugas pembantuan, yaitu berupa penugasan dalam menyelenggarakan suatu urusan dari pemerintah kepada pemerintah daerah provinsi dan atau dari pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

Kedua, bahwa arah revisi kedepan terkait dengan pembagian kewenangan yang paling esensial, yaitu terkait dengan system otonomi, dengan mengubah system otonomi seluas-luasnya menjadi otonomi luas, focus dan bertanggung jawab, penulis memberikan tambahan “focus” dengan pengertian bahwa dalam penanganganan kewenangan/urusan yang dilaksanakan atau yang menjadi kewenangan kabupaten/kota maupun yang menjadi urusan pemerintah daerah provinsi adalah focus.

Fokus baik bagi pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai daerah otonom yang secara geografis lebih dekat dengan masyarakat untuk melakukan pelayanan dan fokus pemerintah daerah provinsi sebagai perangkat dekonsenttrasi atau hanya sebagai wilayah administrasi.

Dalam revisi pembagian kewenangan ini, yang menjalankan kewenangan otonomi daerah adalah hanya pemerintah daerah kabupaten/ kota, jadi otonomi daerah hanya terletak pada kabupaten/kota,sehingga otonomi tidak bertingkat seperti selama ini karena pemerintah daerah kabupaten/kota lah yang lebih langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat lebih mengerti dan memenuhi aspirasiaspirasi masyarakat suatu daerah.

Apabila titik berat otonomi diletakkan pada provinsi bukan tidak mungkin akan lebih mudah untuk memisahkan diri dari Negara kesatuan republik indonesia dibandingkan dengan titik berat otonomi terletak pada pemerintah kabupaten/kota, sehingga dalam hal ini provinsi tidak perlu diberikan otonomi untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, tetapi provinsi diberikan kedudukan sebagai wilayah administrasi atau sebagai perangkat dekonsentrasi.

Dalam realitasnya daerah provinsi memang telah terbagi habis dalam kabupaten/kota yang masingmasing memiliki kewenangan otonomi yang mengharuskan mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Kabupaten/ kota memiliki daerah tersendiri yang jelas wilayah administrasinya

Ketiga, Penggunaan istilah urusan ataupun kewenangan tidak masalah yang penting focus, meskipun pengertian kewenangan lebih mengindikasikan keapada (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak atau melakukan sesuatu (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, sehingga dengan kewenangan pemerintah daerah otonom lebih fleksibel dalam bertindak menyelenggarakan kewenangan yang telah didelegasikan, sedangkan apabila penggunaan kata urusan, pemerintah daerah hanya menjalankan urusan-urusan yang telah ditentukan saja, sehingga tidak bisa fleksibel untuk bertindak, namun menggunakan kata baik kewenangan maupun urusan yang terpenting adalah tetap fokus

Keempat, Sistem rumah tangga daerah (teori sisa) dengan urusan pusat ditentukan terlebih dahulu sisanya menjadi kewenangan kabupaten/kota, dimana kewenangan kabupate/kota adalah terkait dengan pelayanan publik dasar.

Kebaikan sistem ini terutama terletak pada saat timbulnya keperluan-keperluan baru, pemerintah daerah dapat dengan cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu, tanpa menunggu perintah dari pusat.

Jika melihat pendapat Ramlan Surbakti, tentang “Parameter yang rinci sehubungan dengan “System Pembagian Kekuasaan/ Urusan” Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, (Ramlan Surbakti dalam Arief Muljadi, 2010: 41)dapat menjadi acuan dalam penyusunan system pembagian urusan pusat dan daerah, dengan pengertian bahwa “apa saja” Urusan Pemerintah Pusat senantiasa dilaksanakan di wilayah dan untuk kepentingan masyarakat Daerah/wilayah, proppinsi/propinsi senantiasa dilaksanakan di area/wilayah dan untuk kepentingan masyarakat daerah otonom kabupaten/kota dan desa dalam daerah propinsi/provinsi yang bersangkutan.

Kelima, Dengan melihat konsep pembagian urusan Ramlan surbakti, dalam hal ini penulis berpendapat sama dengan pendapat Ramlan Surbakti bahwa terdapat urusan-urusan yang menjadi urusan pemerintah, urusan pemerintah provinsi dan urusan pemerintah kabupaten/kota.

Pembagian urusan yang bersifat concurrent tetap digunakan namun terkait dengan urusan yang menjadi urusan pemerintah, tidak concurrent pada semua bidang urusan baik pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota seperti UU No 32/204. concurrent yang terletak padaurusan pemerintah ter sebut dalam rangk a memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keenam, Dalam rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu mempunyai hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan pemerintah daerah lainnya yaitu sama seperti dalam UU No 32/2004 yaitu hubungan kewenangan, keuangan, pelayanan umum, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Dalam hal pengawasanarahrevisikedepan adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan represif dan pengawasan prefentif tetap diperlukan dalam rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2. Adanya konsistensi otonomi luas yang dianut dengan pemberian kewenangan ataupun urusan dalam hal ini dengan dihilangkannya pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah yang dilakukan oleh aparat intern pemerintah seperti yang sekarang tercantum dalam Pasal 218 ayat 1 huruf a, karena pengawasan telah dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah (Pasal 38 ayat 1 huruf a); Ketiga,Mengefektifkan dan mengoptimalkan tugas gubernur selaku wakil pemerintah pusat untuk melakukan pengawasan yang berupa (koordinasi, pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (Pasal 38 UU No. 32/2004); Keempat,Penguatan peran gubernur sebagai wakil pusat di daerah dalam memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, Dimana presiden membutuhkan instrument yang dapat menjalankan peran sebagai intermediaries, enabling and synergizing institution untuk penguatan kapasitas dan optimalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Tentang Pemberlakuan otonomi daerah yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, Hans Kelsen mengemukakan pendapatnya bahwa desentralisasi merupakan salah satu bentuk organisasi negara atau tatanan hukum negara.

Tatanan Hukum desentralisasi menunjukkan adanya berbagai kaidah hukum yang berlaku sah pada wilayah yang berbeda. Ada kaidah yang berlaku sah untuk seluruh wilayah negara (central norm) dan ada kaidah berlaku sah dalam wilayah yang berbeda disebut kaidah desentral atau kaidah lokal (decentral or local norm)Hans Kelsen, 1973: 66).

Lebih jauh Hans Kelsen menjelaskan bahwa pemberlakuan beberapa peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah sebagai tatanan hukum desentralistik yang dikaitkan dengan wilayah (territorial) sebagai tempat berlakunya kaidah hukum secara sah sebagai konsepsi statis dari desentralisasi.

Bentuk otonomi yang dapat menguatkan Negara kesatuan republik indonesia adalah otonomi daerah dalam bentuk otonomi luas dan Otonomi Khusus atau desentralisasi asimetris.

Desentralisasi asimetris tersebut dilakukan untuk memperkuat integrasi nasional sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menempatkan hukum dan demokrasi sebagai pilar utamanya, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, dengan tetap menjaga nilai-nilai keberanekaragaman daerah, baik dalam bentuk keistimewaan ataupun kekhususan.

Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER