MONITOR – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang juga Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa peningkatan volume produksi ikan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, dapat dilakukan melalui pengembangan perikanan budidaya (aquaculture) dan bioteknologi kelautan (marine biotechnology).
“Karena potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) stok ikan di ekosistem perairan alam (laut, sungai, dan danau) itu bersifat terbatas, dan tidak bisa ditingkatkan. Selain itu, perikanan tangkap berkelanjutan, hanya bisa diwujudkan, bila laju penangkapan ikannya kurang dari MSY,” katanya saat menjadi narasumber Seminar “Blue Biotechnology dalam Pengembangan Ekonomi Biru Indonesia” yang dilaksanakan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Badan Riset SDM Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) secara daring, Senin (28/6/2021).
Menurut Prof Rokhmin, dengan perkiraan angka MSY SDI laut Indonesia sebesar 12,5 juta ton/tahun, MSY SDI PUD-RI sebesar 3,2 juta ton/tahun, dan MSY SDI laut – Dunia sekitar 90 – 100 juta ton/tahun). Potensi produksi lestari aquaculture – RI sekitar 100 juta ton/tahun. Potensi produksi lestari juga ada batasnya, sesuai dengan Daya Dukung Lingkungan mikro (kolam) maupun makro (kawasan).
Pada titik inilah, terang Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia tersebut Bioteknologi Kelautan melalui genetic engineering (DNA squencing, DNA recombinant, gene editting, dan lainnya) telah mampu melipatgandakan produktivitas usaha aquaculture. Selain itu, melalui genetic engineering telah mampu membudidayakan organisme (flora dan fauna) di suatu ekosistem yang secara alamiah sebenarnya tidak cocok (suitable) seperti budidaya padi GMO (Genetically Modified Organism) di ekosistem perairan laut Qingdo, China.
“Dengan Bioteknologi Kelautan, ikan dan biota laut lainnya tidak hanya bermanfaat sebagai bahan pangan (khususnya protein hewani), tetapi juga dapat diekstrak senyawa bioaktif (bioactive compound) nya sebagai bahan baku (raw materials) untuk industri farmasi, functional foods, kosmetik, cat, film, bioenergy, dan berbagai macam jenis industri lainnya,” terangnya.
Bioteknologi Kelautan, lanjut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut melalui teknik bioremediasi dapat mengatasi (memulihkan) ekosistem perairan yang tercemar.
Mengutip Lundin and Zilinskas, 1995, Bioteknologi kelautan sendiri adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan.
Adapun domain Bioteknologi Kelautan menurut Prof Rokhmin terdiri dari tiga unsur yakni; Pertama, Ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota laut untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya.
Kedua, Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. “Ketiga, Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar,” tegasnya.