MONITOR, Sulsel – Kebutuhan jagung sebagai bahan pangan dan pakan secara nasional sangat tinggi dengan sasaran produksi tahun 2021 mencapai 23 juta ton. Hal ini perlu di dukung penyediaan benih jagung varietas unggul sesuai agroekologi dengan mutu terjamin
Pemerintah pun memacu petani maupu pihak swasta mengembangkan jagung hibrida karena potensi hasilnya lebih tinggi yaitu 7-16 ton/hektar dibandingkan jagung komposit dnegan hasil berkisar 3-9 ton/hektar” ujarnya.
Tidak hanya itu, pengawasan terhadap mutu benih mutlak harus dilakukan. Disinilah peran penting Pengawas Benih Tanaman (PBT) untuk menjaga kualitas mutu jagung, pasalnya PBT memegang peranan penting dalam sertifikasi benih. Hal ini disampaikan Direktur Perbenihan, Edy Purnawan saat membuka Bimbingan Teknis Produksi dan Sertifikasi Benih Jagung Hibrida di Provinsi Sulawesi Selatan.
Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Edy Purnawan mengungkapkan bahwa mutu benih menjadi faktor strategis dalam pembangunan pertanian. Penggunaan benih unggul bermutu belum diterapkan oleh seluruh petani, selama tahun 2020 penggunaan benih unggul jagung bersertifikat baru mencapai 75%.
“Kita harus dorong petani menggunakan benih bersertifikat semua, kalau mutunya bagus pasti hasil produksi juga optimal, jadi petani bersemangat menanam benih yang bersertifikat” ujarnya.
Sebagai gambaran, sentra produsen jagung hibrida hampir 90% terpusat di Jawa Timur, Kementan mengupayakan agar tidak tersentra di wilayah Jawa dengan memberdayakan produsen benih jagung hibrida. Kegiatan ini dialokasikan pada lahan seluas 1.250 ha pada 8 (delapan) provinsi dengan mayoritas di luar Pulau Jawa.
Sementara itu Mario Mega Kepala UPTD BPSBTPH Sulawesi Selatan menyebutkan selama 5 tahun terakhir perkembangan penangkaran jagung hibrida di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan peningkatan mencapai 45%.
“Sulsel sebagai salah satu penyangga benih jagung hibrida di Luar Pulau Jawa, setiap tahun berpotensi menangkarkan 6.700 – 9.000 ton benih jagung untuk mendukung pengembangan 450.000 hektar jagung hibrida,” imbuhnya.
Dengan komitmen semua pihak baik swasta, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, petugas Pengawas Benih Tanaman, Pemulia, dan petani diharapkan tidak ada lagi ketergantungan benih jagung hibrida dari luar negeri baik dalam bentuk parent seed maupun F1 sehingga menggugah minat pemulia untuk melakukan inovasi dengan merakit varietas unggul yang memiliki daya adaptasi dan potensi hasil lebih tinggi.
Terpisah Direktur Jenderal Tanaman Panga Suwandi menyampaikan bahwa untuk meningkatkan produksi jagung maka perlu memanfaatkan lahan kering, perhutanan, dan perkebunan. Selain itu, perlu juga dukungan agroklimat yang sesuai, pemanfaatkan teknologi dan inovasi, kelembagaan serta penyediaan sarana dan prasarana.
Menurutnya kunci keberhasilan ada pada varietas. “Pergantian varietas dapat memacu produktivitas. Saat ini ada 14 varietas unggul baru yang dilepas Bapak Mentan SYL tahun 2020 dan disamping itu yang sudah eksisting ada 59 varietas jagung komposit dan 261 varietas jagung hibrida,” ujar Suwandi.
Kemudian yang penting juga adalah penyediaan alat dan penyimpanan yang cukup sehingga apabila terjadi fluktuasi harga bisa diatasi dengan hilirisasi dan sarana logistik.
MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…
MONITOR, Jakarta - Perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi perhatian penting di tengah…
MONITOR, Jakarta - Pada momentum hari guru nasional 2024, JPPI merasa penting untuk menyoroti secara…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menanggapi adanya usulan…