MONITOR, Jakarta – Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan diplomasi beragam jalur atau multi-track diplomacy jika ingin mendorong penyelesaian masalah hak asasi manusia dan kemanusiaan di Palestina. Diplomasi memerlukan peran aktif pemerintah Indonesia beserta seluruh komponen masyarakat sipil.
“Dari segi pemerintah, diplomasi meliputi peran Indonesia mengakhiri kejahatan kemanusiaan Israel lewat gencatan senjata hingga ratifikasi Statuta Roma agar Indonesia dapat mendorong Mahkamah Pidana Internasional untuk mengusut kejahatan-kejahatan di sana,” kata pengurus Hilful Fudhul, Yuli Muthmainnah, saat menutup konferensi daring bertema “Solidaritas Indonesia bagi Rakyat di Wilayah Pendudukan Israel atas Palestina” Sabtu, 22 Mei 2021.
Acara konferensi yang berlangsung sejak Jumat ini diselenggarakan Majelis Hilful Fudhul yang merupakan konsorsium lembaga kajian demokrasi Public Virtue, PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Departemen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Kitabisa.com, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dalam kesempatan yang sama, pengamat hubungan internasional Synergy Policies Dinna Prapto Rahardjo mengatakan, peran Indonesia sendiri menurut Dinna belum maksimal. Hal itu dikarenakan dalam peta politik yang dibangun Dinna, Indonesia berada jauh diluar konflik langsung.
“Indonesia tidak berada di pusat lingkaran, melainkan berada diluar yang relatif jauh. Karena keberadaan Indonesia tidak langsung berkenaan dengan keseharian mereka,” katanya.
Pandangan berbeda disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Luar Negeri Muhsin Syihab. Menurutnya, justru Indonesia memiliki peran strategis mulai tahun 80-an dan dukungan Indonesia pada Palestina berlangsung hingga saat ini.
“Indonesia juga mendorong keanggotaan penuh di PBB dengan aktif di dalam Komite Palestina, termasuk menjadi Ketua/Wakil Ketua Biro, serta rutin berikan bantuan kemanusiaan,” ujar Muhsin Syihab.
Ia mengungkapkan peran Indonesia di PBB yang disampaikan Menlu Retno Marsudi dalam Pertemuan MU PBB mengenai Palestina, pada 20 Mei 2021. Indonesia mendorong tiga hal prinsipil yaitu penghentian kekerasan segera, memastikan bantuan kemanusiaan dan perlindungan rakyat, dan melanjutkan proses negosiasi yang kredibel.
Peran masyarakat sipil
Sementara itu, diplomasi multi-track juga memerlukan peran aktif masyarakat sipil dalam hal kerja sama lintas batas mendorong langkah-langkah efektif Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Masyarakat sipil meliputi organisasi non-pemerintah, para pemerhati perdamaian, pegiat hak asasi manusia, hinggapara agamawan. Selain mendorong solusi atas kejahatan kemanusiaan, terdapat kebutuhan mendesak berupa bantuankemanusiaan.
“Agamawan dan para ulama harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya pada umat manusia. Salah satunya mengamalkan nilai-nilai zakat sebagai filantropi untuk kemanusiaan. Dana yang diterima ini seluruhnya akan disalurkan ke Palestina sebagai korban korban perang”, kata Ketua Majelis Ulama Bidang Hubungan Luar Negeri dan Hubungan Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, yang menjadi salah satu pembicara.
Arah kebijakan MUI adalah mendorong moderasi Islam (Islam washatiyah) dengan prinsip-prinsip memberikan pelayanan dan perlindungan kepada umat (khidmah dan himayatul ummah), saling tolong menolong (taáwun), adanya gerakan kemanusiaan (tansiqul harokah), kesamaan cara berfikir dan bertindak untuk visi kemanusiaan yang sama (taswiyatul manhaj).
Di akhir acara, CEO Kitabisa.com Alfatih Timur menegaskanpentingnya peranan generasi muda untuk turut memberikan solidaritas pada mereka yang mengalami pelanggaran hak asasimanusia dan kemanusiaan di Palestina.
“Manfaatkanlah teknologi, telepon genggam untuk mengumpulkan orang-orang baik dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan. Orang-orang baik tidak boleh kalah berisik. Salurkanlah dukungan kita,” kata Alfatih yang memimpin wadah penggalangan dana bernama Kitabisa dan telah berhasil mewadahi sumbangan uang miliaran rupiah dari kalangan masyarakat Indonesia.