MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag RI) melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) kembali membuka seleksi calon mahasiswa Indonesia yang akan melanjutkan jenjang studi ke Timur Tengah setelah sebelumnya sempat tertunda karena pandemi Covid-19.
Tingginya minat calon mahasiswa Indonesia untuk studi ke kampus Timur Tengah khususnya Universitas Al Azhar, Mesir, pada satu sisi adalah berita yang menggembirakan. Di sisi yang lain, situasi ini menuntut kehadiran Pemerintah dengan berbagai kebijakannya untuk memastikan para mahasiswa tersebut betul-betul mendapatkan pelayanan yang memadai. Pelayanan ini meliputi berbagai aspek, baik akademik maupun non akademik. Hal ini diungkapkan oleh Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis, Kementerian Agama RI, H.M. Adib Abdushomad pada Sabtu (15/5/2021).
“Kami tentu sangat senang ketika banyak anak Indonesia studi di luar negeri, terutama Universitas Al-Azhar. Tetapi, kita juga harus memastikan mereka mendapatkan pelayanan yang memadai, baik dari sisi akademik maupun non akademik. Dari sisi akademik, kami berharap studi berlangsung lancar dan dapat segera selesai. Sedangkan di sisi non akademik, kehadiran anak Indonesia di Mesir diharapkan menjadi duta Islam Rahmatan lil Alamin, bukan justru menimbulkan permasalahan sosial di negeri orang,” tegas doktor lulusan Australia ini.
Sebagai upaya untuk mewujudkan keinginan itu, Pemerintah memiliki kepentingan untuk melakukan seleksi yang ketat. “Seleksi ketat ini ditempuh sebagai upaya untuk memastikan bahwa calon mahasiswa ini betul-betul siap secara akademik untuk studi di Timur Tengah, khususnya Universitas Al-Azhar, serta dapat menjadi duta atau ‘ambassador’ Islam Rahmatan lil alamin (Contributing to Peace) di luar negeri dan ketika pulang nanti”, tutur tutur Adib.
Dalam kerangka itulah, Kementerian Agama telah bekerjasama dengan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Indonesia. Salah satu bentuk kerjasama itu adalah pembuatan soal untuk seleksi tahun 2021 yang baru saja usai. Sehingga kualitas soal pada seleksi tahun 2021 sangat dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini karena disusun oleh penyusun soal yang kredibel dan kompeten. Apalagi jika menilik bahwa penyusunan soal seleksi melibatkan konsorsium beberapa Pusat Bahasa PTKIN.
Proses seleksi pun sudah dirancang sedemikian rupa. Meskipun dilakukan secara daring karena pandemi, kualitas pelaksanaan seleksi tetap terjaga. Tahun 2021 ini, seleksi dilakukan secara virtual melalui CBT dengan SEB (System Exam Browser) dan wawancara. Hasil test CBT dapat langsung dilihat. Sehingga sangat transparan. Sedangkan seleksi wawancara secara daring dilakukan untuk melihat kemampuan calon mahasiswa dari berbagai aspek, yakni bahasa, hafalan, serta wawasan Islam dan kebangsaan.
Pelaksanaan seleksi yang transparan dan terbuka ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. K.H Abdul Ghofur Maemun, pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, menyampaikan apresiasi yang mendalam dengan sistem seleksi yang transparan ini.
“Saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Agama yang telah sukses menyelenggarakan seleksi calon mahasiswa Timur Tengah secara transparan dan terbuka, meskipun memang masih ditemui beberapa kendala, tapi masih sangat wajar. Apalagi mengingat ini pengalaman pertama seleksi ke Timur Tengah di masa pandemi”, tegas Kiai alumnus Universitas Al Azhar dan yang akrab dipanggil Gus Ghofur ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Gus Faiz, juga alumnus Universitas Al Azhar dan kini menjadi pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta. Gus Ghofur dan Gus Faiz juga menyatakan bahwa ijtihad Kementerian Agama ini sudah sangat tepat yakni menseleksi duta terbaik yang akan belajar ke Mesir, bahkan sudah disesuaikan dengan skill khas Indonesia yakni kemampuan baca kitab kuning.
Apresiasi juga datang dari FORKAPMI (Forum Konsultan Pendidikan Al-Azhar Al-Syarif Indonesia) yang secara tertulis memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas penyelenggaraan seleksi Calon Mahasiswa Timur Tengah oleh Kementerian Agama yang telah berjalan dengan sukses.
Pasca pengumuman seleksi, Kementerian Agama bersama dengan OIAA dan stakehoders yang lain bergerak cepat. Sinergi dan kolaborasi semakin diperkuat dalam rangka mempersiapkan berbagai kebijakan dan aktifitas pasca pengumuman kelulusan Calon Mahasiswa Timur Tengah tahun 2021. Kebijakan itu terkait proses pemberkasan dan persiapan akademik lainnya agar berjalan dengan lancar, apalagi masih di tengah-tengah pandemi Covid 19.
“Sekali lagi, pemerintah melalui Kementerian Agama justru hadir dalam proses Seleksi Calon Mahasiswa Timur Tengah tersebut untuk memastikan mereka yang akan kuliah di Mesir merupakan input terbaik yang akan menjadi ambassador bagi bangsa Indonesia di negara lain dengan prestasi akademik yang baik, bahkan memuaskan,” Adib Abdusomad kembali menegaskan.
“Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Agama sejak tahun 2019 memfasilitasi calon mahasiswa dengan pengayaan bahasa melalui Markas Lughoh Syaikh Zayd Mesir cabang Indonesia yang dulu dikenal dengan nama PUSIBA,” kata lelaki kelahiran Pekalongan ini.
“Sebagai pusat bahasa yang terpercaya, Lembaga Syaikh Zayd akan menguji kesiapan calon mahasiswa yang akan belajar ke Al-Azhar Mesir. Kehadiran Markaz Lughoh Syaikh Zayd di Indonesia atau PUSIBA sejak tahun 2019 sangat memudahkan banyak pihak. Hal ini mengingat, calon mahasiswa tidak harus langsung ikut penguatan bahasa di Mesir dengan status belum sebagai mahasiswa”, terang Adib.
“Bagi calon mahasiswa yang ingin kuliah ke Al Azhar dan telah lulus seleksi Kementerian Agama wajib mengikuti tahdid al mustawa. Ini semacam placement test di Pusat bahasa tersebut. Selanjutnya, dilakukan pemantaban kemampuan Bahasa Arab hingga yang bersangkutan dinyatakan eligible untuk mengikuti perkuliahaan,” jelas Adib memberikan catatan.
Eksistensi PUSIBA sendiri yang lahir pada bulan Juni 2019 telah dibekukan atau dibubarkan. Hal ini berpijak pada keterangan Dr. Muchlis Hanafi, Lc pada FGD di wisma Syahida (10/5/2021). Menurut Dr. Muchlis, saat ini yang masih eksis adalah Markaz Syaikh Zayd cabang Indonesia. “Hal ini sepertinya dilakukan semata-mata dalam rangka mengembalikan fungsi otentik akan amanah dibentuknya lembaga tersebut,” pungkas Adib Abdushomad.