Jumat, 26 April, 2024

Mengelola Jurnal Bereputasi Butuh Konsistensi yang Tinggi

MONITOR, Jakarta – Mengelola sebuah jurnal membutuhkan ketekunan dan konsistensi yang tinggi bagi para penulis dan pengelola jurnal. Pesan ini disampaikan Direktur DIKTIS PENDIS Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Suyitno, dalam webinar Tadarus Litapdimas ketiga dengan tema “Distingsi dan Spesifikasi Publikasi Ilmiah Bereputasi” pada Selasa, 27 April 2021.

Di hadapan peserta webinar, Suyitno mengibaratkan mengelola sebuah jurnal seperti merawat bayi yang lahir lantaran tidak mengenal batasan waktu atau jam kerja. Aktivitas ini pun diakui sangat menguras tenaga.

“Meskipun itu menguras tenaga, tapi saya yakin itu akan membuahkan hasil bagi para pengelola jurnal. Ini pengalaman panjang yang seringkali kita abai,” kata Suyitno dalam sambutannya.

Ia menambahkan konsistensi ini dibutuhkan mulai dari penulisan jurnal, kelanjutan tulisan hingga proses penerbitan jurnal. Selain itu, Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini meminta segenap peneliti dan dosen PTKI untuk bekerja keras meningkatkan kualitas jurnal dan publikasi ilmiah agar dapat terakreditasi Scopus.

- Advertisement -

“Anda harus pro aktif dan kerja keras, karena bukan persoalan negeri swasta, tapi justru ini menjadi sebuah bukti nyata yang tak terbantahkan bahwa PTKI sudah sejajar dalam hal jurnal dan publikasi ilmiah yang terakreditasi Scopus,” imbuhnya.

Ditambahkan Dr. Suwendi, selaku Analis Kebijakan Ahli Madya pada Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat bahwa mempublikasikan hasil riset melalui jurnal penting dilakukan. Sebab jurnal sesungguhnya tidak terpisahkan dari muru’ah perguruan tinggi.

“Ini output dan goal dari riset-riset yang kita lakukan. Riset yang baik adalah riset yang harus terpublikasi. Dengan mengetahui hasil riset, bukan hanya peneliti saja tapi juga masyarakat luas dan dunia,” kata Suwendi.

Suwendi menyatakan kehadiran jurnal bereputasi internasional akan berdampak pada keterpengaruhan pada masyarakat dunia terutama dalam hal akademik, melalui seberapa besar jurnal kita dikutip dan diikuti oleh penulis-penulis yang lain.

“Kita sangat berharap jurnal-jurnal di PTKI saat ini lebih dari 2000 sekian bertahap memberikan dampaknya dan bertengger di jurnal bereputasi internasional,” harap Suwendi.

Lika-liku Mengelola Jurnal

Sejumlah narasumber memaparkan pengalamannya dalam mengelola jurnal dalam sesi presentasi. Pertama, Sri Harini dari Journal of Islamic Architecture (JIA) UIN Malang, mengungkapkan sudah berjalan kurang lebih lima tahun, pihaknya merombak dari segi kualitas artikelnya hingga mencari penulis yang artikelnya mampu meningkatkan sitasi JIA di Scopus.

“Tahun 2018 kita sudah masuk, diminta Kasubdit awal untuk submit, ternyata kita sudah masuk di posisi aman. Akan tetapi koneksi internet antar jurnal yang dimiliki rumah jurnal itu masih menyatu dengan database yang ada di perguruan tinggi. Ini kadang sangat bermasalah pada saat jurnal ini kita submit di Scopus,” paparnya.

Kemudian, Khamami Zada selaku Editor in Chief Al-Ahkam UIN Jakarta mengatakan pihaknya memberlakukan tiga bahasa dalam pengelolaan jurnal yakni Bahasa Arab, Inggris dan Indonesia. Bahkan dalam jurnal Ahkam, pihaknya memperkuat konten bahasa Inggris baru kemudian artikel tersebut layak disubmit ke jurnal Ahkam.

“Kita kurangin jumlah artikelnya dari 12 menjadi 8 artikel saja, supaya hasilnya bagus. Lalu kami memperluas editorial board, terutama lima kawasan benua agar memenuhi standar Scopus,” ujarnya.

Sedangkan Mursyid Djawas yang merupakan Editor in Chief Samara UIN Arraniry Aceh menceritakan, ide mendirikan jurnal Samara tercetus pada tahun 2016. Di tahun ini, ia mulai menyusun misi agar jurnal ini dilirik civitas akademika khususnya di prodi Hukum Keluarga.

“Jurnal ini mendapat sambutan baik dan dukungan banyak pihak, karena belum ada jurnal yang bereputasi nasional,” tuturnya.

Ia bercerita, di tahun 2017, Samara baru bisa dicetak secara offline atau online. Sejak awal memang ditargetkan harus terakreditasi nasional. Kemudian di tahun 2019, Samara didaftarkan ke Arjuna, targetnya yaitu terakreditasi hingga perjalannya mencapai Sinta 5.

Selanjutnya, Aprezo Pardodi Maba selaku Editor in Chief IGCJ IAIM NU Metro Lampung menuturkan tahun Januari 2018 jurnal yang dikelolanya terbit untuk pertama kali, lalu pada Agustus 2019 terakreditasi Sinta 2 sejak volume 1 nomor 1. Pada bulan April tahun 2021, akhirnya diterima Scopus untuk diindeks, kemudian langsung naik ke Sinta 1.

“Kami direkomendasi Scopus bahwa jurnal kami resmi diterima oleh Scopus untuk diindeks. Tentu masih banyak tahap supaya naskah yang diterima itu masuk dalam database Scopus,” ujarnya.

“Kekurangan kami saat ingin mengindeks ke Scopus, riwayat publikasi editor. Kedua, jumlah sitasi di database Scopus. lalu kualitas bahasa Inggris,” sambungnya.

Terakhir, para pembahas memberikan catatan yakni Dekan Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Dr. Ahmad Suaedy mengakui betapa sulitnya mencari penulis yang bereputasi bagi jurnal yang tidak terindeks. Meski demikian, kualitas artikel tetap harus dipertahankan.

“Semua tulisan saya di jurnal, berbulan-bulan melakukan riset di lapangan. Paling tidak tulisan yang disajikan benar-benar hasil dari pergulatan keilmuan, bukan hanya sekedar predator. Saya berharap teman-teman dapat semangat ini,” ungkapnya.

Sementara Dr. Phil. Khoirun Niam selaku Asesor Jurnal Bereputasi mengingatkan, untuk meningkatkan jurnal di lingkungan DIKTIS agar memperoleh reputasi Scopus, maka harus diberikan ruang bagi mereka yang berhasil, juga bagi yang mengalami kegagalan.

“Dari semua jurnal yang terindeks, isi artikelnya dijaga secara baik agar artikel yang terbit sesuai Scope yang ditentukan. Bagi mereka yang ingin indeksasi ke Scopus, ketegasan dari scope jurnal itu penting dilakukan sejak awal,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER