Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA
MONITOR – Pengembangan ekspor dan pendayagunaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama pandemi Covid-19 menjadi program prioritas yang perlu mendapatkan atensi khusus bagi pemerintah Indonesia. Politik investasi dengan pengarusutamaan UMKM perlu komitmen yang mantap dalam mengelola segala kebijakan, pengorganisasian, dan pembiayaan. Begitu juga dalam tata kelola politik fiskal, pemerintah harus menampakkan insentif kebijakan pajak, cukai, anggaran, dan lainnya demi menuju peningkatan usaha ini.
Kebijakan perdagangan dalam mengatur model kerja sama dan juga persaingan, khususnya antara usaha kecil/menengah dan besar. Kebijakan industri, pertanian/desa, dan lain-lain berjalan lurus dengan arus ini. Pengorganisasian UMKM merupakan tantangan amat berat apalagi jika hal itu dihadapkan dengan konteks pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
Dari masa ke masa, kontribusi kredit perbankan ke UMKM tak lebih dari 20 persen dari total kredit. Di Singapura proporsi kredit bagi UMKM mencapai 30 persen, sedangkan Malaysia 51 persen, Thailand 50 persen, Jepang 66 persen, dan Korsel 81 persen (Kementerian PPN / Bappenas, 2020).
Optimalisasi konsolidasi sumber daya fiskal dan moneter sangat dibutuhkan padat itik ini. Alokasi anggaran fiskal dirapatkan jadi satu bagi penguatan UMKM sehingga menjadi standarisasi utama dalam mengelola UMKM dan menjadi rumah induk kebijakan yang dapat diandalkan dalam mendukung transformasi ekonomi dan promosi ekspor.
Menata Kebijakan
Di Indonesia, 93 persen UMKM belum pernah menjalin kemitraan secara luas apalagi kerjasama secara global (Kemenkop dan UKM, 2019). Melihat fakta ini maka konsolidasi usaha fasilitasi penguatan UMKM di lapangan menjadi tantangan tak kalah berat. Selama puluhan tahun proses pendampingan, pembinaan, pemberdayaan, atau sejenisnya sudah dilakukan pemerintah, tetapi banyak pihak merasa model fasilitasi itu belum memberikan kemajuan. Dibutuhkan pendekatan daninovasi lain agar keberhasilan yang diangankan bisa dicapai. pemerintah harus berjibaku untuk urusan terkait pemberdayaan.
Pada peta jalan penguatan UMKM, titik akhirnya keberdayaan supaya mampu untuk berselancar mandiri pada arus ekonomi. Ekosistem bisnis dimulai dari karakter tiap-tiap pelaku, yaitu mental jadi usahawan yang otonom. Selama ini pola pikir masih mengandalkan bantuan /fasilitas (baik pemerintah maupun pihak lain), ekosistem (mikro) belum terbentuk pada pelaku UMKM.
Tahap penyadaran dan pembentukan usahawan berdikari menjadi keniscayaan yang harus segera dilaksanakan. Kesadaran mandiri dan kompatibel terhadap segala tantangan global haruslah menjadi sebuah perhatian penuh bagi seluruh usahawan di Indonesia. Perdagangan dunia tetap menggeliat bergerak pada 2020.
Geliat itu ditopang ekspor sejumlah negara yang berhasil mengendalikan kasus Covid-19.Indonesia masih harus mengejar kinerja serupa agar tak ketinggalan peluang.Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mempublikasikan laporan tentang Global Trade Update 2020.
Pemulihan perdagangan barang dan jasa pada triwulanI – 2021 diperkirakan melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2020. Sementara, penurunan perdagangan jasa berlanjut, terutama dalam sektor pariwisata dan biro perjalanan yang terganggu pandemi. Laporan itu menyebutkan,perdagangan dunia secara menyeluruh pada 2020 mengalami penurunan sebesar 9 persen secara tahunan.
Pemulihan kinerja perdagangan dunia dengan ditopang pertumbuhan perdagangan wilayah Asia Timur jelas menjadi target yang harus dikejar secara signifikan. Laporan itu menyebutkan, dampak pandemi Covid-19 terhadap perdagangan dunia menimbulkan
konsekuensi yang sangat berat pada semesterI-2020. Kondisi itu ditandai dengan penurunan nilai perdagangan hingga 15 persen.
Namun, kinerja perdagangan dunia mulai pulih pada triwulan III-2020 dan triwulan IV-2020.Pemulihan yang mulai berjalan ini pun memperkecil dampak kerugian dari pandemi Covid-19 terhadap keseluruhan nilai perdagangan yang berlangsung pada tahun lalu.
Laporan yang sama memaparkan indeks kinerja ekspor sejumlah negara pada Januari-November 2020 yang dihitung dari laju pertumbuhan dan daya saing. Indeks kinerja ekspor Indonesia sebesar 0,48. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia mengungguli Malaysia (0,46), Filipina (0,41), Singapura (0,41), dan Thailand (0,42).
Namun, Indonesia kalah dari Vietnam yang membukukan indeks kinerja 0,63. Kecepatan pengendalian pandemi dan normalisasi ekonomI menjadi hal yang utama bagi peningkatan daya saing ekspor di pasar global.
Membaca Tren
Kinerja produktif perdagangan Indonesia faktanya masih sangat berpeluang mampu tumbuh di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini. Caranya, dengan memanfaatkan tren relokasi industri serta geliat perekonomian yang terjadi dipusat perdagangan saat ini, yakni China.
Pada 2020, Indonesia membukukan surplus 21,739 miliar dollar AS pada neraca perdagangan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), surplus terjadi karena ekspor senilai 163,307 miliar dollar AS lebih besar daripada impor yang senilai 141,568 miliar dollar AS. Data BPS menunjukkan, nilai ekspor pada 2020 lebih rendah dibandingkan dengan nilai ekspor pada 2019, yakni 167,683 miliar dollar AS. Sementara, nilai impor pada 2020 juga lebih rendah daripada 2019 yang sebesar 171,275 miliar dollar AS.
Impor yang anjlok 17,34 persen terjadi pada semua kelompok penggunaan barang, yakni konsumsi, bahan baku dan penolong, serta barang modal. Namun, penurunan terdalam terjadi pada bahan baku dan penolong, yakni 18,32 persen. Sementara itu, impor barang modal pada 2020 merosot 16,73 persen dibandingkan dengan 2019 dan impor barang konsumsi turun 10,93 persen.
Padahal, pada tahun 2020, sekitar 72,91 persen impor Indonesia berupa bahan baku dan penolong untuk kebutuhan industri.
Potensi ekspor yang masih terbuka luas perlu diperkuat dengan stimulus ekspor. Dari sisi pembiayaan, Bank Indonesia merelaksasi kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan RIM Syariah (RIMS) untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, khususnya eksportir.
Upaya itu dilakukan dengan menambahkan wesel ekspor dalam cakupan surat-surat berharga (SSB) milik perbankan yang akan diperhitungkan dalam formula RIM/RIMS. Penambahan wesel ekspor dalam formulasi RIM/RIMS tersebut memberikan stimulus bagi perbankan untuk turut serta dalam membiayai aktivitas ekspor.
Bagi para eksportir, wesel ekspor memberikan keamanan pelunasan pembayaran transaksi ekspor. Pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan stimulus non-fiskal untuk dapat mendongkrak kinerja ekspor. Stimulus tersebut berupa penyederhanaan larangan pembatasan ekspor sebanyak 749 jenis produk ekspor, yang terdiri 443 jenis produk perikanan dan 306 jenis produk industri kehutanan.
Oleh karenanya, dalam estimasi jangka panjang perlu ada perbaikan kinerja ekspor ditengah upaya serius pemerintah memajukan
program pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Dalam konteks ini, pemerintah harus jeli membaca tren ekonomi yang tengah terjadi dalam konstelasi perdagangan dunia sehingga sistem ekonomi nasional yang diinisiasi pemerintah sekarang mampu beradaptasi dengan banyak transformasi pasar ekonomi dunia yang kerap berubah selama masa pandemi Covid-19.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.