MONITOR, Jakarta – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Rokhmin Dahuri mengungkapkan bahwa akibat pandemi covid-19, kehidupan sosial ekonomi nelayan Indonesia semakin sulit. Untuk itu diperlukan perhatian khusus semua pihak utamanya pemerintah dalam bentuk kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan nelayan.
“Peningkatan produktivitas (CPUE, Hasil Tangkap per Satuan Upaya) secara berkelanjutan (sustainable) melalui odernisasi teknologi penangkapan ikan (kapal, alat tangkap, dan alat bantu); dan penetapan jumlah kapal ikan yang boleh beroperasi di suatu unit wilayah perairan, sehingga pendapatan nelayan rata-rata > US$ 300 (Rp 4,2 juta)/nelayan ABK/bulan secara berkelanjutan,” katanya saat menjadi narasumber webinar “Kondisi Sosial dan Ekonomi Nelayan Skala Kecil Pasca Pandemi Covid-19” yang digelar Komite Nelayan Tani Indonesia (KNTI) dan Serikat Petani Indonesia (SPI), Rabu (17/3/2021).
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menegaskan bahwa nelayan harus menangani ikan dari kapal di tengah laut hingga didaratakan di pelabuhan perikanan (pendaratan ikan) dengan cara terbaik (Best Handling Practices), sehingga sampai di darat kualitas ikan terpelihara dengan baik, dan harga jual tinggi.
Sementara itu menurut Rokhmin Dahuri Pemerintah harus menjamin seluruh ikan hasil tangkapan nelayan di seluruh wilayah NKRI dapat dijual (dipasarkan) kapan saja dengan harga sesuai ‘’nilai keekonomian” (menguntungkan nelayan, dan tidak memberatkan konsumen dalam negeri).
Revitalisasi pelabuhan perikanan (PPS, PPN, PPP, dan TPI) juga menjadi peran penting menurut ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu supaya tidak hanya sebagai tambat-labuh kapal ikan, tetapi juga sebagai Kawasan Indsutri Perikanan Terpadu (industri hulu, industri hilir, dan jasa penunjang), dan memenuhi persyaratan sanitasi, higienis serta kualitas dan keamanan pangan (food safety).
“Untuk jenis-jenis ikan ekonomi penting, harus ditransportasikan dari Pelabuhan Perikanan ke pasar domestik maupun ekspor dengan menerapkan cold chain system,” tegas Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong tersebut.
“Pemerintah wajib menyediakan sarana produksi dan perbekalan melaut (kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya) yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di seluruh wilayah NKRI,” tambahnya.
Pada saat nelayan tidak bisa melaut, karena paceklik ikan maupun cuaca buruk (rata-rata 3 bulan dalam setahun), pemerintah tegas Rokhmin Dahuri harus menyediakan mata pencaharian alternatif (perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, pariwisata bahari, agroindustri, dan potensi ekonomi lokal lainnya). “Supaya nelayan tidak terjerat renternir, seperti selama ini,” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan itu.
Dalam tataran teknis dalam konteks situasi pandemi covid-19 saat ini, menurut Rokhmin Dahuri pemerintah harus memastikan penyaluran BLT ataupun bansos serta program pengamanan jarring sosial lainnya bagi nelayan yang belum sejahtera.
Pemerintah diminta menyerap semua ikan hasil tangkapan nelayan di seluruh wilayah NKRI, setiap saat dengan harga sesuai ‘nilai keekonomian’. “ Bisa memberikan penugasan kepada BUMN (Perinus, Perindo, BLU) dan mendorong swasta,” katanya.
“Pemerintah wajib menjaga dan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing seluruh Rantai Pasok dan Logsitik Perikanan Tangkap, baik domestik maupun untuk pasar ekspor,” pungkasnya.