MONITOR, Jakarta – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI), Amirsyah Tambunan, mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang mencabut Lampiran Peraturan Presiden (Perpres) mengenai investasi minuman keras (miras).
Menurut Amirsyah, pihaknya masih menunggu salinan tertulis pencabutan Perpres tersebut.
“Kita menunggu salinan keputusannya. (Ini menjadi) kunci edukasi, pengawasan, sehingga tidak menggunakan miras secara sembarangan, karena akan bisa berbahaya untuk generasi kita di masa mendatang,” ungkapnya saat konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Di satu sisi, Amirsyah menyampaikan, MUI memang mengapresiasi pencabutan tersebut. Namun di sisi lain, menurut Amirsyah, MUI terus melakukan aksi yang sifatnya pendampingan atau advokasi, sosialisasi dan edukasi sehingga dampak penyalahgunaan miras dapat dihindari.
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, juga menilai bahwa pencabutan tersebut sebagai momentum mengkaji ulang peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia secara mendalam.
“MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respon cepat dari presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama-sama berkomitmen meneguhkan kemaslahatan bangsa,” ujarnya.
Niam mengatakan, sebelum presiden mencabut lampiran Perpres terkait miras itu, MUI sebelumnya sudah melakukan pendalaman materi. Menurut Niam, MUI juga menyampaikan kepada pemerintah tentang aspirasi tersebut, termasuk juga kegelisahan mayoritas masyarakat.
Sebelumnya, lanjut Niam, MUI tidak memperoleh informasi terkait dengan konten Perpres ini. Niam menyebut, kemungkinan karena status Perpres ini yang merupakan peraturan turunan UU Cipta Kerja yang di dalamnya memuat puluhan UU.
“Ini menjadi pembelajaran bagi kita agar dalam penyusunan peraturan perundang-undangan bisa dilakukan dengan pelibatan seluruh stakeholder, kemudian menyelami suasana kebatinan dan norma nilai yang hidup di tengah masyarakat,” katanya.
Niam berharap, pencabutan ini menjadi momentum untuk melakukan kaji ulang terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Sehingga nantinya tidak ada lagi peraturan perundang-undangan yang ramai ditolak masyarakat.
Niam menginginkan, hal ini menjadi momentum peneguhan komitmen dalam penyusunan regulasi yang lebih memihak kemaslahatan masyarakat.
“Momentum ini juga perlu dimanfaatkan untuk mereview seluruh peraturan perundang-undangan yang menimbulkan potensi destruksi (kerusakan) di tengah masyarakat, termasuk di antaranya adalah berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan adanya peredaran, produksi, dan penyalahgunaan miras di tengah masyarakat baik yang tersirat maupun tersurat,” ungkapnya.