MONITOR, Jakarta – Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, mengungkapkan bahwa salah satu poin penting dilakukannya revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah untuk mendorong reformasi partai politik (parpol) di Indonesia.
“Kami mendorong parpol untuk memperkuat diri. Reformasi parpol itu karena diharapkan partai sebagai lembaga formal dalam ruang demokrasi, harus dijaga dan diperkuat,” ungkapnya dalam diskusi yang diselenggarakan The Indonesian Institute bertajuk ‘Nasib UU Pemilu dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia’ yang digelar virtual, Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Arfianto menilai, ada dua aspek untuk melakukan reformasi parpol, yaitu aspek formal yang lebih cenderung dilakukan dari eksternal partai dan aspek informal yang cenderung dari internal parpol.
Menurut Arfianto, aspek formal yaitu dengan membuat aturan yang mengatur parpol untuk melakukan reformasi, salah satunya dengan merevisi UU Pemilu.
“Misalnya peraturan pada tahap pendaftaran partai peserta pemilu, tahap nominasi di internal partai untuk calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga presiden dan tahap kampanye yang menyangkut akuntabilitas dan transparansi pembiayaan,” ujarnya.
Arfianto mengatakan, perlu diatur bagaimana pada tahap pendaftaran parpol peserta pemilu agar mudah karena selama ini ketika ingin masuk gelanggang pemilu dihadapkan masalah yang sifatnya administratif.
Menurut Arfianto, perubahan di internal parpol misalnya perlu didorong agar parpol tetap demokratis dalam hal pencalonan anggota legislatif, kepala daerah dan presiden.
“Kami ingin dorong penguatan parpol untuk mereformasi dengan aturan-aturan pemilu. Penting agar partai untuk didorong diperkuat,” katanya.
Arfianto menilai, sistem kepartaian yang terorganisir oleh oligarki bertolak belakang dengan yang diinginkan peran parpol dalam sistem demokrasi.
Menurut Arfianto, parpol harus memberikan ruang partisipasi yang terbuka bagi anggotanya dalam konteks kandidasi karena di Indonesia hal tersebut masih menghadapi permasalahan.
“Dulu aturan afirmasi perempuan, parpol tidak melihat ada gap pencalonan perempuan di legislatif lalu ‘dipaksa’ kuota 30 persen perempuan dalam UU dan saat ini dijalankan,” ungkapnya.
Selain itu, Arfianto menyampaikan, urgensi dilakukannya revisi UU Pemilu adalah untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu 2019 yang ditemukan adanya persoalan.
Menurut Arfianto, kejadian banyak penyelenggara pemilu yang meninggal dan sakit akibat pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 harus dievaluasi aturannya, bukan dibiarkan saja.
“Oleh karena itu revisi UU Pemilu untuk tetap memelihara harapan dari pelaksanaan demokrasi, penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan pembenahan partai agar terjaga serta tidak dijauhi rakyat,” ujarnya.
MONITOR, Nganjuk - Setelah mengunjungi Daerah Irigasi Siman di pagi hari, Menteri Pekerjaan Umum (PU)…
MONITOR, Jakarta - Timnas Futsal Putri Indonesia berhasil meraih kemenangan gemilang atas Myanmar dengan skor…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal memastikan berita dibukanya lowongan kerja Pendamping…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyambut terpilihnya calon pimpinan KPK dan…
MONITOR, Jakarta - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta Pemerintah untuk…