Oleh: Ibn al Muqaffa
Perkenalkan, nama saya Ibn al-Muqaffa, saya akan menceritakan kisah Khairun seorang dosen dari sebuah perguruan tinggi. Ia sejak awal memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas dirinya. Salah satunya adalah melalui pendidikan hingga tingkat Doktoral. Sejak lama ia berupaya mendapatkan bantuan berupa beasiswa atau bantuan dana pendidikan untuk mewujudkan impiannya menjadi salah satu Doktor di Indonesia. Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kesempatan itu melalui sebuah bantuan beasiswa.
Setelah menimbang dan juga masukan dari pimpinan di kampusnya, ia putuskan untuk mendaftar di sebuah kampus di kawasan Jakarta. Ia pun bergegas mendaftar dan dipanggil untuk mengikuti ujian penerimaan mahasiswa program doktor di kampus tersebut. Ia menyaksikan ada sekitar 80an pelamar yang mencoba untuk bertarung memperebutkan kursi mahasiswa yang terbatas jumlahnya selain dirinya. Sambil menanti proses wawancara yang akan dihadapi, Khairun coba melihat berkeliling ke area kampus, dan ia tertegun melihat sebuah pengumuman yang terpampang di dinding gedung kampus tersebut.
Pengumuman tersebut menjelaskan prosentase rasio jumlah mahasiswa pendaftar dan jumlah mahasiswa yang lulus menjadi Doktor di kampus itu. Khairun cukup terkejut ketika melihat jumlah yang lulus hanya mencapai kisaran 50% dari total mahasiswa Program Doktor di prodi yang Khairun lirik. Begitu ketatnya kampus itu menjaga marwahnya, sehingga tidak mudah bisa melenggang lulus dengan mudahnya sebagai Doktor dari sini, pikir Khairun.
Akhirnya Khairun pun dipanggil untuk menghadap tim penguji untuk wawancara calon mahasiswa S3. Sederet guru besar yang sangat terpelajar dan berwibawa mengajukan pertanyaan mulai alasan melanjutkan studi Doktoral, berapa jumlah penelitian serta karya ilmiah yang sudah ia publikasikan, rencana penelitian dan penulisan disertasi yang akan dilakukannya, penanggung biaya atau sponsorship dalam perkuliahannya nantinya, dan masih banyak lagi. Seorang guru besar mewawancai dalam bahasa Inggris, dan Khairun coba jawab semampunya. Setelah sekitar 1 jam wawancara, ia pun diminta pulang dan menunggu hasilnya.
Setelah menanti beberapa pekan, akhirnya pengumuman penerimaan dikeluarkan oleh pihak kampus, dan rupanya Khairun menjadi salah satu mahasiswa dari 12 mahasiswa yang diterima sebagai peserta Program Doktor di tahun tersebut. Upacara penerimaan mahasiswa baru dilakukan di kampus utama, dan kuliahpun dimulai. Perkuliahan dibagi dalam 2 semester, dan Khairun menjalaninya bersama dengan rekan-rekan lainnya. Kuliah seperti halnya kuliah lainnya di kampus manapun, tidak ada yang terlalu istimewa. Hanya sebagai mahasiswa Program Doktoral, ia dituntut untuk membuat karya tulis ilmiah yang menurutnya pribadi lebih sulit dibandingkan paper yang pernah ia buat ketika duduk di bangku Program Magister. Perkuliahan dilakukan di Kampus B, dan sesekali saja ia kuliah di kampus utama yaitu Kampus A.
Tiba saat setelah menempuh UAS di semester kedua dan ia bersiap untuk menempuh ujian kualifikasi. Disinilah barulah Khairun mengalami ujian yang terasa berat. Ujian dilaksanakan pada hari Senin, Rabu, dan Sabtu, dalam 1 hari ia menjalani 1 matakuliah yang diujikan dari total 3 mata kuliah yang diujikan dalam ujian kualifikasi ini. Soal materi tidak banyak, hanya berkisar 2-3 soal, tetapi jawaban yang dihasilkan dapat mencapai 60 hingga 120 halaman untuk satu matakuliah.
Soal dibuat dalam bentuk open book, dan setiap mahasiswa bebas membawa buku di tengah ujian. Ia sendiri membawa 1 koper penuh buku, dan beberapa teman bahkan ada yang membawa hingga 2 koper penuh buku. Tidak cukup dengan koper isi buku, dan untuk lebih memudahkan mahasiswa dalam menjalani ujian kualifikasi, perpustakaan Program Pascasarjana sengaja dibuka 24 jam, agar mahasiswa dapat mengakses buku lebih banyak lagi. Mahasiswa peserta ujian kualifikasi bebas meminjam buku saat ujian dilangsungkan. Ujian kualifikasi dilaksanakan dari jam 09.00 WIB hingga waktu yang tak terbatas. Khairun pun menyelesaikan jawaban pada pukul 23.00 WIB, tetapi sebagian temannya yang lain ada yang mengakhiri jawaban soal pada pukul 01.30 WIB dini hari.
Sejak pagi hingga pukul 23.00 WIB, tanpa terasa ia telah menyerahkan sekitar 80 lembar jawaban. Esoknya Khairun istirahat, dan ujian berikutnya dilaksanakan esok lusanya. Setelah Khairun dan teman-temannya menempuh ujian selama 3 hari, maka akhirnya semua berharap cemas menanti hasil ujian yang akan diumumkan oleh pihak universitas.
Beberapa pekan berlalu dan hasil ujian kualifikasi diumumkan, ternyata Khairun dinyatakan gagal dalam 1 matakuliah yang diujikan, dan ia harus mengulang ujian tersebut. Setelah waktu ditentukan, maka ia bersama dengan teman yang juga tidak lulus di beberapa matakuliah yang diujikan dalam sidang kualifikasi menjalankan ujian ulang (her). Ujian ulang dilaksanakan pada sabtu pagi hingga sore hari menjelang maghrib. Soal cukup satu, tetapi jawabannya luar biasa berat. Setelah jawaban terkirim, kini ia menanti kembali hasil ujian mengulang ini. Dengan berharap cemas untuk kali kedua, akhirnya Khairun dinyatakan lulus dalam ujian ulang (her) mata kuliah tersebut.
Tahap berikutnya merupakan tahap ujian yang cukup berat. Para peserta wajib menghadapi Ujian Proposal Disertasi yang diselenggarakan pada semester berikutnya, sebelum maju menuju tahap Seminar Hasil Penelitian, Sidang Pra Promosi (Tertutup), dan sidang Promosi Doktoral (Terbuka). Melalui tahapan yang menggunakan sistem gugur ini Khairun dan teman-temannya benar-benar diuji dalam berbagai aspek kemampuan.
Kini, tibalah saat yang juga cukup mendebarkan, yaitu tahap ujian proposal. Menurut cerita para senior, tahap ini termasuk salah satu tahap tersulit dari macam rangkaian ujian yang ada. Pada tahap ini setiap mahasiswa calon doktor wajib mempresentasikan usulan disertasi dihadapan para penguji yang terdiri atas para guru besar. Tidak sedikit peserta yang gagal, dan konon hanya sedikit mahasiswa yang mampu lolos dalam satu kali ujian. Sebagian besar mahasiswa mengulang antara 2-3 kali ujian. Bahkan banyak yang harus tereliminasi, alias drop out, karena gagal dalam ujian ini setelah menempuh 3x ujian her. Dalam menghadapi ujian proposal ini Khairun coba mempresentasikan pemikiran orisinal yang sekiranya dapat diterima sebagai sebuah karya disertasi.
Persiapan menghadapi ujian ini tidak main-main, Khairun membaca ratusan jurnal penelitian, buku dan literatur untuk mencari dan menemukan sebuah pemikiran orisinal. Hampir 1 tahun terhitung sejak lulus ujian kualifikasi doktoral, ia menyiapkan ujian proposal ini. Persiapan yang ia lakukan untuk menemukan gagasan orisinal dalam tuangan disertasi tidak main-main baginya. Khairun juga melakukan riset lapangan selain kajian literatur. Akhirnya hari pelaksanaan ujian pun tiba, setelah menerima tanggal pelaksanaan yang telah ditentukan, iapun bersiap menghadapi ujian yang cukup berat ini.
Ujian dilaksanakan sore hari pukul 15.30 WIB di gedung Pascasarjana dengan menghadapi pertanyaan dari para guru besar. Pertanyaan yang cukup sulit dan memakan waktu 3 jam dalam pelaksanaannya. Setelah menanti di luar sidang, Khairun pun dipanggil menghadap dewan penguji di ruang sidang. Hasilnya dinyatakan bahwa ia tidak lulus dan diberikan kesempatan untuk mengulang sidang (her) dalam waktu 3 bulan. Walau cukup berat menerima putusan ini, tetapi apa boleh buat. Khairun harus menerima dengan lapang dada. Ia harus mengulang ujian ini dengan harapan lulus pada ujian sidang ulang berikutnya.
Salah seorang guru besar menghampirinya dan memberikan semangat untuk terus maju. Kegagalan ini bukan sebuah akhir, masih ada waktu, begitu nasihat beliau. Dengan berat hati ia melangkah pulang untuk menenangkan pikiran yang kusut karena kegagalan ini. Benar kata para senior, pada tahap ini sangat jarang mahasiswa yang mampu lulus hanya dalam 1 kali tahap ujian. Masih diberikan ujian her bagi yang gagal sebanyak 2-3 kali, dan jika gagal dalam ujian her maka hanya ada satu cara, yaitu angkat kaki dari sini, alias drop out.
Beberapa hari kemudian salah seorang guru besar memberikan semangat dan meminta Khairun untuk menghadapnya. Beliau memintanya untuk melakukan field research secara mendalam di lokasi penelitian, sebelum menghadapi ujian her tersebut. Ia pun segera menyiapkan penelitian awal lapangan. Terjun di lapangan kali ini Khairun harus memperoleh jawaban yang lebih dalam dari apa yang sudah saya peroleh sebelumnya. Kali ini dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan di lapangan untuk melihat gerak dan perilaku responden dan dianalisis dengan teori yang ada.
Field research serta bacaan analisis teoritik serta penulisan ternyata dalam praktiknya memakan waktu hampir 1 tahun, tidak cukup 3 bulan seperti perencanaan awal. Setelah molor hingga 1 tahun akibat riset lapangan yang harus dilakukannya, akhirnya Khairun dinyatakan siap menghadapi ujian ulang proposal disertasi. Ujian kali ini atas dukungan dan bimbingan salah seorang guru besar tadi, Khairun pun bersiap menghadapi ujian proposal kali kedua.
Pelaksanaan ujian her proposal disertasi berlangsung selama 3 jam, dan dengan persiapan kali ini yang jauh lebih mendalam maka Khairun pun dinyatakan lulus dalam ujian her tersebut. Perasaan bahagia dan lega menyelimutinya. Putusan sidang juga sekaligus menentukan promotor sekaligus ko-promotor sebagai pembimbing disertasi. Khairun kini telah resmi pula menyandang predikat Kandidat Doktor atau promovendus, setelah dinyatakan lulus dalam sidang proposal disertasi.
Dari Lapangan Hingga Jatuh Sakit
Kelegaan yang Khairun terima setelah dinyatakan lulus dalam sidang proposal disertasi, ternyata tidak berlangsung lama. Kali ini ia harus menghadapi tahapan yang jauh lebih berat dari tahapan sebelumnya. Khairun harus melakukan field research (penelitian lapangan) pada lokasi penelitian untuk melakukan indepth interview (wawancara mendalam) serta pengamatan (observasi) terhadap perilaku manusia.
Penelitian kali ini bukan lagi menghadapi sidang proposal, melainkan menghadapi sidang disertasi atau sidang akhir untuk dapat dinyatakan layak sebagai Doktor atau tidak. Kali ini Khairun melakukannya jauh lebih dalam dan intensif dengan durasi waktu yang jauh lebih lama. Butuh waktu hampir satu tahun penuh berada di lokasi penelitian, dan setelah kembali ke Jakarta masih juga harus kembali lagi ke lapangan untuk melihat perubahan pola dalam perilaku sosial dan budaya. Total dibutuhkan waktu hampir 2 tahun berada di lapangan untuk melakukan wawancara dan pengamatan lapangan.
Terkadang responden dapat ditemui untuk sesi wawancara pagi atau siang, beberapa responden lain bahkan hanya dapat ditemui pukul 21.30 WIB. Khairun pernah mengikuti pola kerja seorang responden melalui metode observasi sejak sore hari hingga pukul 05.00 WIB. Hasil wawancara harus dianalisis secara mendalam baru kemudian dikirimkan kepada sang promotor.
Tidak cukup dengan literatur yang tersedia untuk melakukan analisis, untuk lebih mendalami riset yang Khairun kerjakan selama 2 tahun ini, iapun juga harus melakukan studi pendalaman literatur hingga ke Kyoto University Jepang selama 1 bulan, atas arahan dari Promotor. Sekembali dari Jepang segera ia segera memperbaiki disertasi yang telah disusun. Perbaikan dan arahan dari Promotor sangat berarti bagi penyempurnaan disertasi yang telah ia tulis selama ini, walau itu sangat berat. Tidak mudah baginya untuk memenuhi permintaan Promotor dan Ko-promotor agar disertasi ini menjadi layak untuk disidangkan dalam tahap sidang hasil penelitian, sebelum maju pada tahap seminar hasil penelitian hingga sidang tertutup/pra-promosi disertasi.
Di tengah penyusunan disertasi yang sangat berat dan melelahkan ini, Khairun pun sayup-sayup mendengar kabar bahwa beberapa teman dan juga adik kelasnya telah menyatakan mengundurkan diri dari perkuliahan Program Doktor ini. Satu persatu berguguran akibat tekanan yang begitu berat. Khairun pun juga mengalami hal yang serupa bahkan sempat ambruk dan dirawat jalan atas saran dokter. Ia menjalani perawatan selama 3 bulan di rumah akibat kelelahan berat baik secara fisik, pikiran, dan juga psikisnya. Beberapa senior, teman, dan adik kelas bahkan ada yang dirawat di rumah sakit akibat mengalami kelelahan dan stres yang begitu berat. Sebagian lainnya tidak kuat dan memutuskan mundur karena tekanan berat yang tidak sanggup dihadapi oleh peserta kuliah.
Beratnya pendidikan doktoral ini tidak hanya berkaitan dengan masalah dana serta kemampuan intelektualitas semata, melainkan juga kesiapan mental yang sangat kuat. Kini terngiang kembali dalam ingatan Khairun sebuah grafik prosentase jumlah mahasiswa yang mampu lulus S3 disini yang tidak mencapai 50% dari perserta program dalam satu angkatan yang terpampang di dinding pengumuman di kampus saat ia pertama kali mendaftar dulu. Khairun pun sempat terfikir bahwa ia bakal menjadi bagian dari 50% mahasiswa yang gagal dalam studi ini. Ia segera menghapus ketakutannya, Khairun bertekad menyelesaikan studi ini, karena biaya juga waktu serta pikiran dan tenaga yang telah terkuras akan menjadi sia-sia jika sampai gagal.
Setelah menjalani rawat jalan dengan cara bedrest selama 3 bulan, akhirnya Khairun dinyatakan sembuh oleh dokter. Ia pun segera menghadap Promotor untuk melanjutkan penulisan disertasi. Promotor segera memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan disertasi yang tengah disusunnya. Kini Khairun harus bersiap menghadapi tahap ujian Seminar Hasil Penelitian. Semua hasil wawancara mendalam, serta pengamatan disertai analisis teoritik telah ia susun dalam disertasi setebal lebih dari 350 halaman.
Sidang seminar hasil penelitian harus ia hadapi kali ini. Ujian berlangsung sekitar 3 jam dan Khairun harus menghadapi pertanyaan dari 6 orang guru besar. Cukup melelahkan kali ini, tetapi pengalaman selama ini, serta kedalaman penelitian atas arahan promotor membuatnya lebih percaya diri. Setelah 3 jam menghadapi berondongan pertanyaan dari para guru besar, Khairun akhirnya dinyatakan lulus dan layak untuk maju ke tahap berikutnya. Kelegaan ini rupanya tidak berlangsung lama, karena Promotor segera memintanya untuk melakukan analisis jauh lebih dalam lagi.
Materi bacaan juga harus lebih diperbanyak lagi, dan Khairun pun cukup tertegun karena bacaan yang sudah ia baca hampir menyentuh angka 1000 literatur untuk sampai di tahap ini (hingga lulus, literatur yang dibacanya telah mencapai angka 2000 lebih literatur). Tetapi apapun itu Khairun harus tetap semangat melakukannya. Kali ini promotor dan ko-promotor tampak lebih fokus dan lebih serius lagi dalam membimbing, karena selaku promovendus, ia harus menghadapi tahapan ujian pra-promosi (tertutup) disertasi. Ratusan data kali ini ia baca ulang berkali-kali, jumlah kuantitas literatur yang harus dibaca oleh Khairun semakin bertambah. Semua menghasilkan sebuah analisis yang jauh lebih tajam dari sebelumnya. Energi yang harus ia keluarkan jauh lebih besar dari sebelumnya. Promotorpun meminta ia kali ini untuk mengirimkan 25-30 halaman hasil analisis terbaru perhari ke email sang promotor.
Setiap hari Khairun wajib mengirimkan setidaknya 25 hingga 30 halaman disertasi dengan analisis yang jauh lebih detail dan dalam kepada beliau via email. Dari 30 halaman itu, Promotor hanya menyetujui 2-3 halaman saja, bahkan tidak jarang hanya 1 halaman saja yang menurut beliau layak dianggap sebagai disertasi. Setelah melalui pembacaan ulang, disertasi yang diawal setebal lebih dari 350 halaman, kini tersisa hanya setebal 200 halaman saja. Tampak disertasi itu kini begitu padat dan lebih berisi, walau lebih tipis terhampar di meja kerja Khairun.
Dibawah Ancaman Drop Out
Tidak terasa waktu terus berlalu dan tanpa disadari sudah 5 tahun lebih Khairun menempuh studi ini, dan belum selesai juga tampaknya. Perbaikan dan penambahan kedalaman substansi terus dibenahi atas saran Promotor. Hingga ia pun mendapatkan peringatan dari sekretariat program studi untuk segera menyelesaikan disertasi ini, karena jika melampaui batas maksimal masa studi, yaitu 6 tahun, maka Khairun akan dinyatakan putus studi (drop out). Melihat kondisi ini Promotor dan ko-promotornya ikut pula berjuang keras agar Khairun tidak sampai mengalami putus studi karena waktu yang semakin mendesak. Tersisa kurang dari 1 tahun Khairun harus menyelesaikan studi ini. Jika tidak, maka sia-sia sudah perjuangan yang dilakukannya selama ini.
Waktu yang tersisa beberapa bulan lagi dengan disertasi yang masih terus disusun membuat perjuangan semakin berat. Khairun pun sudah sempat dirawat jalan akibat kelelahan berat di tahun sebelumnya. Kali ini tidak boleh gagal, apapun yang terjadi, pikirnya. Promotor akhirnya meminta Khairun untuk menginap di rumah beliau, agar bimbingan menjadi sangat intensif dan mendalam.
Di rumah beliau yang memiliki halaman cukup luas, disitu terdapat sebuah gedung perpustakaan dengan ribuan koleksi bukunya. Khairun menginap di perpustakaan beliau selama sekitar 7 hari untuk menyiapkan disertasi agar layak diuji dalam sidang pra-promosi (tertutup) disertasi. Bimbingan betul-betul dilakukan secara intensif sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 22.30 WIB. Semua data lapangan dianalisis ulang dengan memasukkan kajian teoritik yang lebih dalam lagi. Setelah berkutat dalam bimbingan yang intensif itu maka kini disertasi yang ditulis oleh Khairun telah siap untuk diuji dalam ujian pra promosi.
Pertaruhan Nama Baik bagi Seorang Khairun
Ujian pra promosi telah ditentukan waktunya, setelah penantian beberapa pekan akhirnya ujianpun digelar. Ujian kali ini sangat menentukan, karena bagi mahasiswa program Doktor di kampus tersebut, ujian pra-promosi adalah ujian puncak terberat dari rangkaian ritual ujian disertasi yang harus dijalani oleh para mahasiswa. Perasaan campur-baur kembali meresap di dalam hati Khairun, karena ini adalah pertaruhan nama baiknya, sekaligus pertaruhan nama baik sang promotor. Beliau akan sangat bangga jika mampu menghasilkan seorang Doktor baru dari tangannya, demikian pula sebaliknya. Walau bukan merupakan ujian akhir disertasi, tetapi disinilah ujian terberat dan paling prestisius bagi seorang promovendus seperti Khairun. Kelayakan menjadi doktor diuji dalam sidang ini.
Ujian pra-promosi dilaksanakan pukul 14.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB. Selama 4 jam Khairun harus menghadapi pertanyaan berat dari 6 orang guru besar. Kali ini ia bertekad harus lulus, karena disinilah nama baiknya, promotor, juga orang tua serta keluarga, bahkan kampus dimana ia bekerja dipertaruhkan. Setelah 4 jam berjuang, akhirnya Khairun dinyatakan lulus dan layak untuk masuk dalam tahap ujian promosi Doktor.
Perasaan bahagia, bangga, tidak bisa dilukiskan oleh Khairun. Beratnya penelitian hingga ia harus dirawat jalan (bed rest) selama 3 bulan di rumah terbayar sore itu. Iapun tanpa sadar meneteskan air mata, tak kuasa menahan kebahagiaan ini. 5 tahun lebih telah ia jalani dengan penuh perjuangan, kini kebahagiaan tercipta di sore ini. Kini tahapan akhir adalah tahap menuju ujian promosi Doktor. Walau ujian Promosi Doktor kelak merupakan ujian paling akhir, tetapi tahap ujian yang terberat telah berhasil dilalui oleh Khairun.
Persiapan menghadapi ujian promosi terbuka Doktoral di beberapa bulan ke depan tidak menyurutkan promotor dan ko-promotor untuk mengoreksi dan memperbaiki disertasi Khairun lebih dalam lagi. Kali ini ia harus kembali menginap di rumah promotor selama hampir 1 minggu untuk menyiapkan disertasi agar jauh lebih baik dan sempurna. Bimbingan untuk proses perbaikan disertasi kembali dijalaninya sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB di ruang perpustakaan Sang Promotor. Sang Promotor pun kali ini meminta Khairun untuk melakukan latihan jawab-menjawab dalam sidang promosi Doktor. Cara menjawab pertanyaan penguji, harus dimulai dengan kalimat tertentu hingga masalah teknis ujian diajarkan secara mendetail oleh beliau, selain tentunya perbaikan materi substansi disertasi yang ditulis selama ini oleh Khairun.
Beliau begitu serius dan sangat fokus melihat disertasi milik Khairun, mengoreksinya, membaca ulang segala kata dan kalimat yang tertulis, hingga melakukan latihan menjawab pertanyaan kepadanya. Sungguh seorang Guru Besar yang berkomitmen serta berdedikasi sangat tinggi di mata Khairun Sang Promovendus. Beliau benar-benar menyiapkan segalanya secara sempurna agar sidang promosi Doktor yang akan dijalani oleh Khairun berlangsung lancar tanpa hambatan. Bahkan beliau pun ikut mengantar Khairun pulang ke rumah dengan kendaraan pribadi beliau untuk meyakinkan bahwa Khairun benar-benar pulang ke rumah dengan selamat di hari akhir menjelang sidang promosi.
Sidang promosi pun tiba, ratusan tamu undangan yang hadir mengikuti dan menyimak jalannya sidang selama 1 jam. Setelah sidang berjalan, berdasarkan pertimbangan atas kemajuan penulisan disertasi maka ketua sidang menyatakan Khairun Sang Promovendus kini sah menjadi Doktor. Disinilah rangkaian 6 tahun perjuangan Khairun berakhir, dan iapun tanpa sadar meneteskan air mata ketika sang Ibunda memeluk dan memberi ucapan selamat kepada Khairun. Ibu yang telah melahirkannya, hanya kado ini yang bisa ia persembahkan untuk beliau.
Kini Khairun pun menyadari bahwa makna kurang dari 50% kelulusan yang terpampang di dinding pengumuman berkaitan dengan marwah nama baik sebuah perguruan tinggi. Kampus ini betul-betul menjaga reputasi dan nama baiknya dengan menjaga kualitas produk manusia terdidik yang ia hasilkan. Ia mengajarkan kepada alumninya untuk mengejar dan mendaki angan dengan kerja keras dan perjuangan, bukan dengan lamunan dan khayalan.
Kisah sederhana ini hanyalah sebuah kisah bagaimana seorang anak manusia berjuang untuk meraih cita-cita melalui kerja keras dalam sebuah proses perkuliahan. Ia tidak memperolehnya melalui honoris causa, tetapi melalui sebuah proses yang panjang dan sangat melelahkan. Bagi para pejuang disertasi, tesis, ataupun skripsi, jangan pernah menyerah. Jika anda menyerah, ingatlah kisah Khairun yang terus berjuang mendaki angannya dengan segala beban hambatan yang dihadapinya. Kalau seorang Khairun mampu melakukannya, mengapa anda tidak?