MONITOR, Jakarta – Rafsan, sapaan sehari-hari Muhammad Rafsanjani, merupakan laki-laki yang lahir di Garut pada 30 Maret 1992. Sosok yang seringkali dikenal sebagai pemuda dengan sejuta gagasan ini memang sejatinya lahir dari rasa dahaga serta selera intelektual yang tinggi, sebab itulah yang menjadikannya role model bagi orang-orang di sekitarnya.
Sebagai putra dari pasangan Dr. K.H. Cecep Alba, M.A, pimpinan pondok pesantren tertua di Limbangan dan Hj. Rd. Mimin Nurganiah Maulani, S. Ag, Rafsan yang kemudian pergi merantau ke tanah Ciputat pascamenyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Pulosari, Limbangan, Garut, Jawa Barat, itu menuai beban ekspektasi tinggi.
Namun, beban tinggi yang melekat pada pundaknya tidak lantas menjadikannya pribadi yang ambisius. Tempaan selama di pondok pesantren membuat Rafsan menjadi sosok yang senantiasa membumi lewat kata dan perangainya.
Corak kehidupan agamis yang menjadi lingkungan akrab seorang Rafsanjani tidak membuat dirinya membatasi buku-buku dan bacaan atas luasnya ilmu pengetahuan. Rafsan sangat menghindari pandangan tunggal soal kebenaran. Baginya, tiap-tiap ruang akademik adalah bebas nilai dan setiap manusia berhak mengkonsumsi berbagai jenis bangunan keilmuan.
Hal tersebut yang membuat Rafsan menjadi begitu lahap dalam membaca. Mulai dari bacaan politik, filsafat, sejarah, agama sampai bacaan soal psikologi. Rafsan, intelektual yang menekankan bahwa inklusifitas harus hadir sejak dalam pikiran.
Sebagai seorang akademisi sekaligus aktivis, Muhammad Rafsanjani konsisten dalam memberikan sumbangsih pemikirannya terhadap Indonesia. Bentuknya berbagai macam, mulai dari platform diskusi sebagai sarana tukar pikiran, tulisan atas opininya soal berbagai permasalahan sosial, sampai aksi turun ke jalan. Hal ini yang menjadikannya sebagai sosok pemuda luar biasa, sebab, produktivitas karyanya menjadi inspirasi bagi tiap-tiap kerabat, dan bagi setiap individu yang mengenalnya.
Tidak heran jika Rafsan kerap dipercaya menjadi pimpinan di berbagai organisasi, seperti padepokan diskusi tertua di Ciputat, NGO, organisasi internal universitas, organisasi ekternal kemahasiswaan, sampai organisasi kepemudaan taraf nasional.
Limbangan, Garut, yang menjadi tempat berkembang Rafsan sebelum terjun ke dunia metropolitan juga berhasil membentuk pribadinya menjadi sosok yang sesak oleh nilai-nilai kesederhanaan dan keikhlasan. Tentu cara pandang ini sedikit banyak mempengaruhi dirinya yang selalu melihat segala sesuatu berdasarkan realitas.
Seperti dalam beberapa kesempatan, ia selalu mengatakan bahwa sebagai seorang manusia yang merdeka kita harus jujur untuk senantiasa berkata salah pada setiap hal yang tidak benar, hal ini juga turut membentuk Rafsan menjadi pribadi yang begitu kritis dalam melihat segala fenomena. Limbangan, menjadi tempat bersejarah bagi Rafsan dan kelak bagi Indonesia.
Seperti yang dikutip NU Online, pada 2001, Presiden RI ke-4 yang juga mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam kunjungannya ke Pesantren Qiroatus Sa’bah Kudang, Limbangan, sempat mengatakan bahwa pusatnya Indonesia ialah pulau Jawa, pusatnya Jawa ialah Jawa Barat, pusatnya Jawa Barat ialah Garut dan pusatnya Garut ialah Limbangan (nu.or.id, 2017).
Dan menurut Katib Syuriah MWCNU Limbangan, H. Imam, pernyataan ini disampaikan sampai tiga kali oleh Gus Dur, terakhir dalam sebuah seminar di Bandung yang dihadiri oleh para aktivis dan akademisi. Seorang peneliti sejarah juga sempat menemukan arsip lapuk di museum perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Di dalam arsip tersebut dinyatakan bahwa pusat kerajaan Nusantara yang membawahi 77 kerajaan terdapat di Limbangan (nu.or.id, 2017).
Sampai saat ini, belum dapat dipastikan keterkaitan antara pernyataan Gus Dur dan sejarah Limbangan. Sebab, keterbatasan sumber sejarah menjadikan kisah Limbangan hanya akan diperdebatkan di ruang publik oleh para sejarawan dan akademisi yang berpegang teguh pada sejarah mainstream. Namun yang menarik dibahas lebih jauh antara Limbangan dan sosok Rafsanjani bukanlah asal-usul daerah Limbangan yang masih diselimuti kabut tanda tanya, melainkan sanad keluarga dari Rafsan yang merupakan keturunan langsung dari para pemuka serta tokoh agama di Jawa Barat.
Dilansir dari arsip silsilah pendiri Pondok Pesantren Pulosari, pesantren tertua di Limbangan, diketahui bahwa pendiri Pondok Pesantren Pulosari KH Ahmad Tajuddin, yang juga merupakan buyut dari Muhammad Rafsanjani, memiliki sanad keluarga yang luar biasa. Sesuai yang dilampirkan pada arsip, dimulai dari Prabu Siliwangi yang memiliki anak bernama Prabulaya Kusumah. Prabulaya kusumah memiliki anak bernama Prabuliman Sanjaya. Prabuliman Sanjaya memiliki anak bernama Sunan Cipancar yang kemudian Sunan Cipancar memiliki keturunan bernama Sunan Cipicung.
Sunan Cipicung kemudian memiliki anak bernama Sunan Demang Wanakerta. Demang Wanakerta memiliki anak bernama Sunan Rengga Megah Sari. Megah sari memiliki anak bernama Dalem Singa. Dalem Singa yang kemudian menikah dengan Nyi Mas Menur, keturunan dari Prabu Wastu Dewa, diberkahi keturunan bernama Dalem Setamerta. Dalem Setamerta lantas memiliki anak bernama Embah Nurqosim, dan Embah Nurqosim memiliki putri bernama Nyi Mas Alamiyah (Lampiran IV Arsip Silsilah Pendiri Pondok Pesantren Pulosari).
Selanjutnya, Taju Malela yang merupakan seorang Ratu Sumedang memiliki anak bernama Dalem Dipati Cakranegara. Cakranegara kemudian memiliki anak bernama Dalem Gede Parakan Muncang atau dengan nama asli Raden Abdul Muthallib. Gede Parakan Muncang kemudian memiliki anak bernama Raden Abdullah, atau yang biasa dikenal dengan Dalem Letik. Raden Abdullah inilah yang kemudian memiliki anak bernama Paringga Kusumah, sosok tersohor yang berganti nama menjadi Kiai Ibrahim atau biasa dikenal dengan sebutan Embah Salinggih (Lampiran IV Arsip Silsilah Pendiri Pondok Pesantren Pulosari).
Embah Salinggih yang pada perjalanan hidupnya menikah dengan Nyi Mas Alamiyah yang merupakan keturunan Prabusiliwangi berhasil memiliki empat anak. Salah satunya ialah Embah Kosasih yang terkenal dengan sebutan Kiai Cimanjah. Embah Kosasih kemudian memiliki enam anak, di mana anak bungsu dari Embah Kosasih ialah Kiai Minhaj, seorang termahsyur yang terkenal dengan nama Kiai Iyad.
Kiai Minhaj yang kemudian menikah dengan Amidah lantas diberkahi lima orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Putra keduanya bernama Haji Mohammad Rais, menikah dengan Nyi Mas Maemunah dan kemudian memiliki empat orang anak. Putra satu-satunya dari Mohammad Rais ialah KH Ahmad Tajuddin yang kemudian berhasil mendirikan Pondok Pesantren Pulosari di Limbangan, Garut (Lampiran IV Arsip Silsilah Pendiri Pondok Pesantren Pulosari).
KH Tajuddin kemudian memiliki anak bernama Kiai Haji Endang Satibi. KH Endang Satibi kemudian memiliki anak bernama Dr. K.H. Cecep Alba, yang tidak lain ialah seorang ayah dari Muhammad Rafsanjani.
Dilihat dari silsilah Rafsan, sosok yang akrab dengan intelektual dan dunia aktivisme pemuda ini memiliki sanad keluarga yang luar biasa, Rafsan merupakan keturunan Prabu Siliwangi. Namun di balik tinta emas leluhurnya, sosok Rafsanjani tidak pernah sekalipun membuka tabir sanad keluarganya. Rafsan tetap menampilkan pribadi yang sederhana, sopan dan santun terhadap semua golongan. Rafsan, seseorang dengan kepribadian yang patut diteladani.
Tapak Tilas Seorang Rafsanjani
Muhammad Rafsanjani mungkin lebih dikenal dengan sebutan Ketum Rafsan, sebab, ia merupakan mantan Ketua PC PMII Ciputat masa khidmah 2015-2016. Namun, dunia organisatorisnya tidak dituai hanya dari momentum Konferensi PMII Cabang Ciputat 2015 di mana ia berhasil terpilih menjadi ketua PC PMII Ciputat. Track record dunia organisasi Rafsan dimulai saat dirinya diamanahkan menjadi Presidium II Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI) tahun khidmah 2012-2014.
Dunia organisasi yang dibalut dengan selimut intelektual ini menjadi satu pakem pembentuk pribadi Rafsanjani. Hal ini juga yang membuat Rafsan berinisiasi untuk membuat salah satu platform pers mahasiswa di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Bulletin FISIPNews pada saat dirinya menjadi Ketua Biro pengembangan SDM BEM FISIP UIN Syarif Hidayatullah tahun khidmah 2013-2014.
Rafsan yang merupakan seorang mahasiswa jurusan ilmu politik tahun angkatan 2010, mengawali karir organisasinya di PMII sebagai Ketua Bidang Kaderisasi PK PMII FISIP Cabang Ciputat dengan membuat terobosan berupa kepala bidang pertama yang berhasil melaksanakan Pelatihan Kader Dasar (PKD) di PK PMII FISIP sekaligus mampu meningkatkan jumlah anggota sebanyak 120 mahasiswa dalam satu kali jenjang masa penerimaan anggota baru.
Karir organisasinya yang semakin meningkat berhasil membawa Rafsan menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu PMII Cabang Ciputat pada 2014 dengan raihan empat kemenangan dari total lima target pemenangan Dewan Mahasiswa. Atas perjuangan tersebut, Rafsan berhasil diamanahkan menjadi Ketua PC PMII Ciputat pada tahun setelahnya, di mana saat menjadi ketua cabang, Rafsan berhasil mengukir sejarah dengan memenangkan PMII dalam kontestasi level universitas, sebuah raihan ciamik di balik gejolak politik kampus yang rasanya mustahil untuk dimenangkan pada saat itu.
Perjalanan organisasi seorang Rafsanjani yang konsisten meningkat tentu bukan muncul tanpa sebab. Tercatat, terdapat berbagai pelatihan yang telah ia ikuti untuk sekadar memenuhi rasa hausnya akan belajar dan mendengar. Mulai dari pelatihan Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa pada 2011, Interfaith Camp Sekolah Tinggi Teologi Jakarta pada 2013, Pelatihan Kader Nasional PB PMII pada 2016, Anti Corruption Youth Camp KPK pada 2016, Taplai Lembaga Ketahanan Nasional RI pada 2018 serta Taplai Belanegara Resimen Induk Kodam Jaya pada 2019. Lewat berbagai pelatihan ini, Rafsan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah sungkan untuk belajar dari siapapun.
Sosok Rafsan yang menghamba pada nilai inklusifitas lantas membuat dirinya berhasil mendirikan sebuah NGO bernama ‘Kelas Inklusif’. NGO ini merupakan buah gagasan atas inklusifitas yang dibawa ke ruang publik melalui berbagai dialog dan diskusi hangat terkait berbagai permasalahan sosial bahwa narasi akademik sejatinya tidak boleh menjadi sekadar obrolan para akademisi menara gading. Lewat Kelas Inklusif, Rafsan percaya bahwa tiap-tiap individu masyarakat akan dapat memahami realitas yang sebelumnya terbatas pada arogansi percakapan para intelektual.
Kini Rafsan tengah menempuh Studi Pascasarjana Universitas Indonesia Program Studi Politik dan Hubungan Internasional, Kajian Timur Tengah, sekaligus menjabat sebagai Tim Kaderisasi Nasional PB PMII sejak 2017.
Bersama Menggerakkan Indonesia
Sebagai seorang pemuda, Rafsan termasuk individu yang memiliki kelimpahan energi untuk selalu melakukan gerak perubahan. Tentunya hal ini didasarkan pada pandangan optimisnya atas anak muda, bahwa begitu banyak harapan yang dititipkan sejarah kepada seluruh anak muda Indonesia. Menurutnya, anak muda merupakan kunci dari suksesi Indonesia di masa depan. Namun, begitu banyak permasalahan yang menjangkit anak muda hari ini.
Rafsan melihat bahwa terdapat batasan pada tiap gerak yang dilakukan para anak muda hanya karena merasa bukan siapa-siapa. Hal inilah yang menurut Rafsan menjadi awal dari adanya anggapan mengenai gerak anak muda yang tidak lagi dianggap istimewa dan persoalan ini harus segera dijawab karena tepat berkaitan dengan arah masa depan Bangsa Indonesia.
Rafsan yang menjatuhkan diri pada isu-isu kepemudaan juga memahami bahwa menjadi muda adalah keunggulan. Rafsan percaya, banyak anak muda yang kelak menjadi penggerak peradaban, pencipta gagasan dan juga perancang masa depan, hanya jika anak muda mau berhenti berdiam diri, sebab perubahan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Dengan semangat daya juang kolektif, serta harapan atas kolaborasi dari para anak muda, Muhammad Rafsanjani menumpahkannya menjadi butir-butir naskah dengan judul ‘Bersama Menggerakkan Indonesia’, yang kemudian menjadi pakem dari seorang Rafsanjani.
Kini, ‘Bersama Menggerakan Indonesia’ menjadi naskah gagasan Muhammad Rafsanjani dalam pencalonannya sebagai Calon Ketua Umum PB PMII masa khidmah 2020-2022, sebuah ajakan Rafsan kepada seluruh anak muda dan seluruh kader PMII di Indonesia agar bersama-sama dan bertekad menjadi generasi penggerak Indonesia.
Rafsan percaya bahwa ini adalah era kita semua, era di mana kita mampu bersama-sama menggerakkan Indonesia.