Sabtu, 20 April, 2024

Pangdam Kasuari: Mari Rajut Kebhinnekaan dan Tolak Rasisme

“Jangan sampai terjadi ketersinggungan, karena kita sudah ditakdirkan menjadi warga dari negara yang beragam”

MONITOR, Manokwari – Pangdam XVIII/Kasuari, Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa, mengajak semua pihak untuk saling menghormati, menghargai dan tetap komitmen dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan tetap menjaga kerukunan.

Hal itu disampaikan Cantiasa saat menjadi narasumber pada acara Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Merajut Kebhinnekaan, Menolak Rasisme’ di Hotel Swiss Bell, Manokwari, Papua Barat, Senin (1/2/2021).

“Mari kita lebih terbuka dengan memahami adat budaya orang lain. Doktrin Pancasila harus kita jaga, kita implementasikan dalam menjaga perdamaian dan persatuan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (5/2/2021).

“Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang utama adalah mari kita bangun komunikasi yang konstruktif dalam merajut kebhinnekaan dan menolak rasisme, agar kita dapat terus membangun Negara Indonesia yang kita cintai bersama ini,” ujar Cantiasa melanjutkan.

- Advertisement -

Dalam acara yang diikuti oleh Muspida Provinsi Papua Barat, para kepala suku, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) Papua Barat tersebut, Cantiasa mengatakan, berbagai macam cobaan dan tantangan terhadap bangsa Indonesia, dari mulai permasalahan suku, agama, ras, dan golongan, serta propaganda dan provokasi adu domba, merupakan modus-modus dari zaman penjajahan dahulu yang hingga di era modern masih menjadi masalah di Indonesia, sesama anak bangsa terus diadu domba dan tidak sadar akan hal itu.

“Manusia adalah makhluk sosial, apapun bentuknya. Kita butuh berinteraksi, bekerjasama, saling membutuhkan dan lain sebagainya. Makhluk sosial merupakan gabungan manusia yang selalu berinteraksi,” katanya.

Namun demikian, Cantiasa menyampaikan, dalam berinteraksi terkadang bisa terjadi konflik atau perpecahan, apabila interaksi tersebut tidak diikuti dengan sikap saling menghargai dan memahami.

Terkait itu, lanjut Cantiasa, para Bapak Bangsa Indonesia telah menyampaikan bahwa hanya Pancasila yang bisa mempersatukan dengan kondisi keberagaman dan kebhinnekaan yang ada di Indonesia ini.

“Dan kita semua sepakat akan hal itu pada 28 Oktober 1928, dengan suatu Sumpah Pemuda sehingga berdirilah yang namanya Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945, sehingga berbagai bentuk interaksi dapat diwadahi dan menyatukan semua kepentingan di NKRI,” ungkapnya.

Menyoal tentang kebhinnekaan, Cantiasa mengajak para tokoh dan pemangku kebijakan untuk dapat memberi contoh, panutan sekaligus mengajak warga masyarakat untuk menjadikan keberagaman perbedaan, baik suku, ras, agama dan golongan sebagai potensi, kekuatan dan kekayaan, bukan malah sebaliknya, yakni menjadi konflik.

“Sebagai tokoh, stakeholder ataupun pemimpin, kita harus bisa menciptakan kedamaian di tanah Papua Barat ini. 

Puji Tuhan, saya perhatikan masyarakat Papua Barat mulai dewasa dalam menyikapi permasalahan walaupun masih ada riak-riak orang atau kelompok yang tidak bertanggungjawab untuk mengganggu kedamaian di tanah Papua tercinta ini,” ujarnya.

“Negara Indonesia adalah negara yang heterogen, dan sampai detik ini, 75 tahun kita merdeka, kita masih bisa bersatu dan ini karena kerja keras kita semua masyarakat Indonesia dan juga tuntunan serta ridho Tuhan Yang Kuasa. Jadi sekali lagi, mari kita terus ciptakan kedamaian untuk membangun Indonesia,” kata Cantiasa melanjutkan.

Dalam menjaga kerukunan terkait dengan suku, agama, ras dan golongan, serta kebhinnekaan dan keberagaman termasuk euphoria politik identitas dari masing-masing daerah, Cantiasa pun mengajak, mari kelola dengan baik dengan saling menghormati dan menghargai serta memahami sesama anak-anak bangsa.

“Untuk itu, jangan sampai terjadi ketersinggungan, karena kita sudah ditakdirkan menjadi warga dari negara yang beragam. Kita lahir di Papua, kita jadi orang Papua, ada yang lahir di Jawa dia jadi orang Jawa. Jadi kita tidak bisa mengatur takdir yang ada, yang penting kita bisa hidup damai sampai saat ini karena ada Pancasila dan kita sepakat dengan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tetapi tetap satu,” ungkapnya. 

Berbicara tentang rasisme, Cantiasa meminta agar masyarakat tidak terprovokasi dengan berbagai informasi yang beredar. Peristiwa rasisme yang menimpa Natalius Pigai, menurut Cantiasa, lebih baik diserahkan dan dipercayakan saja kepada aparat penegak hukum. Cantiasa menyebut, kasus rasis yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan tindakan rasis yang terjadi di luar negeri, misalnya di Amerika Serikat. 

“Kita ini bukan pendatang tapi kita lahir di tanah air kita sendiri. Ada yang lahir di Ambon, Kupang dan di Papua sebagai orang yang punya ras Melanesia, kulit hitam dengan rambut keriting,” ujarnya.

Untuk itu, Cantiasa berharap masyarakat tidak terpengaruh, apalagi dengan beredarnya berita-berita palsu atau hoaks yang tersebar di media sosial yang sangat menyesatkan.

Di bagian lain, Cantiasa berjanji akan terus berjuang untuk masyarakat Papua Barat, salah satunya dengan konsisten mengawal jalannya Program 1.000 Bintara TNI AD yang dihasilkan melalui jalur Otonomi Khusus (Otsus). Karena hal itu merupakan perintah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa, maka harus sukses. Mereka nantinya akan membangun tanah Papua ini sebagai Babinsa di Koramil-Koramil di jajaran Kodam XVIII/Kasuari.

“Saya sebagai Pangdam XVIII/Kasuari akan berusaha bekerja keras dan  bermanfaat buat tanah Papua Barat ini. Maka ketika ada program 1000 Bintara Otsus, saya berjuang mati-matian agar sukses, aspirasi masyarakat harus dapat, bagaimana keadilan bisa saya jaga, bahwa setiap kabupaten harus ada perwakilannya. Putra-putra terbaik Papua harus masuk jadi TNI sehingga anak-anak generasi muda Papua Barat semua terlibat, jangan ada yang merasa tidak ikut dalam membangun Indonesia ini.

Intinya, sebagai tokoh dan pemimpin kita harus memiliki Integritas, bisa menciptakan kedamaian. Kita juga harus bisa melanjutkan tongkat estafet (kepemimpinan), menyiapkan sumber daya (SDM), serta mampu merajut dan menguatkan kebinekaan jangan sampai pecah,” katanya.

Cantiasa pun kembali mengajak, mari terus tingkatkan wawasan kebangsaan, cinta tanah air dan membela negara ini. Cantiasa pun tidak membayangkan bagaimana jika sampai detik ini Indonesia masih dijajah Belanda, mungkin tidak bisa seperti sekarang ini, bebas merdeka, bisa kemana-mana, bisa sekolah dan sebagainya.

“Selanjutnya hal lain yang paling penting adalah di dalam menyikapi tantangan global dan persaingan antar negara yang penuh dinamika dan kompetitif sekarang ini, kita harus berani mengambil risiko. Seperti saat ini, jalan terbaik untuk keluar dari pandemi Covid-19 adalah dengan menyukseskan Vaksinasi Covid-19 yang sedang dicanangkan Pemerintah Indonesia,” ungkapnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER