MONITOR, Jakarta – Ditemukannya sebuah benda mirip rudal, atau belum lama ini dikenal sebagai Unmanned Underwater Vehicle (UUV), atau seaglider bawah laut tanpa awak milik China di Perairan Selayar, Sulawesi Selatan, mencengangkan publik.
Kasus tersebut viral di lini media massa, apalagi ini merupakan kasus ketiga dimana sebelumnya pernah ditemukan di Kepulauan Riau pada Maret 2019 dan di perairan Sumenep pada Januari 2020.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) turut mencurigai masuknya benda UUV milik China di Perairan Selayar pada 20 Desember 2020 lalu. Ketua Lembaga Pengembangan Teknologi Pertahanan Maritim DPP IMM, Muhammad Syukron Eko, mengamati tampilan desain UUV tersebut memiliki sayap sedikit lebih panjang dari kebanyakan robot bawah air.
Eko menjelaskan, UUV model ini merupakan jenis glider atau pesawat layang. Umumnya, diperuntukkan untuk pengawasan dan pengintaian wilayah laut, mengambil sample, anti kapal selam, dan menggali informasi kandungan kekayaan didalamnya seperti jumlah ikan, serta pemetaan tiga dimensi dasar laut untuk mengetahui nilai harta kapal yang pernah tenggelam hingga sumber minyak.
“Di negara lain seperti Amerika, UUV digunakan untuk membantu operasi kapal selam. Sehingga tidak menutup kemungkinan UUV yang ditemukan di selayar sengaja ada misi terselubung, bisa pemetaan, mengambil sampel kandungan kekayaan bawah laut dll. Secara umum UUV jenis glider mempunyai kecepatan rendah, karena diperuntukkan untuk menggali informasi sedetail mungkin,” ujar Eko, dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
Lebih lanjut, Eko menambahkan UUV yang ditemukan nelayan di Pulau Selayar itu diprogram untuk tenggelam dan naik secara autonomous dengan pergerakan membentuk gelombang sinus, tanpa campur tangan manusia ketika sedang beroperasi karena sudah diprogram sebelum ditempatkan di laut.
Secara detail Eko menjelaskan, robot tanpa awak ini akan berfungsi memetakan tujuan pergerakan, kapan robot harus bergerak, serta objek apa yang akan diteliti. Sebagian UUV tidak perlu dikendalikan oleh remote control, sehingga tidak akan menggangu jalur komunikasi radio secara wireless.
Ketika tenggelam, beberapa sensor menggali informasi seperti mengukur kedalaman laut, melakukan pemetaan mulai dari permukaan dengan kamera hingga pemetaan dasar laut dengan sonar, mengetahui suhu air, dan masih banyak lagi tergantung dari banyaknya sensor yang tertanam di dalamnya.
Eko juga menjelaskan, ketika naik, robot tersebut mengirimkan informasi yang didapat ketika tenggelam melalui antena yang biasanya terdapat di bagian belakang atau depan lambung. Informasi dikirimkan ke satelit atau GCS (Ground Control Station), yaitu stasiun kontrol darat.
Mendapati kasus penemuan UUV atau seaglider bawah laut milik China ini, Ketua Umum DPP IMM Najih Prasetyo mengaku tidak kaget. Ia menjelaskan, pada bulan April 2019 lalu, IMM telah mengutus kadernya untuk mempresentasikan penemuan UUV yang lebih canggih di hadapan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto.
Sayangnya, Najih mengungkapkan IMM belum mendapatkan kesempatan untuk bertemu langsung dengan pihak Kementerian Pertahanan dan Lemhannas RI.
“Pada waktu itu, kami juga dijanjikan akan dijembatani untuk bertemu dengan Kemenhan dan Lemhanas, namun belum ada realisasi hingga saat ini,” kata Najih kecewa.
Atas penemuan UUV milik China tempo hari oleh nelayan, Najih menilai hal tersebut merupakan bentuk kelalaian pemerintah dalam menjaga pertahanan wilayah kedaulatan Indonesia.
“Karena tidak sekali dua kali kita kecolongan dan mampu diterobos oleh teknologi luar yang berkaitan dengan wilayah kedaulatan RI. Sedangkan di satu sisi, anak-anak bangsa seperti Sukron Eko contohnya, mampu mendistribusikan kemampuan untuk peningkatan teknologi pertahanan negara kita. Namun hal itu berbanding terbalik, semua sekedar umpan harapan dari pemerintah, terkhusus instansi terkait Kementerian Pertahanan yang terus memberi harapan, namun minim realisasi,” imbuhnya.