Jumat, 26 April, 2024

Jalan Keluar Tata Kelola Lobster

Rusdianto Samawa *

“Perizinan tetap dikendalikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai ejawantah UU Omnibuslaw atau dipusatkan di Kementerian. Namun, perlu dibenahi tata kelola lobster dengan jalan keluar transfer kewenangan tata kelola kepada daerah sehingga daerah dapat mengelola dibawah Badan Usaha Milik Daerah. Tujuannya menghasilkan PAD dan bagi hasil.”

Cukup diamati, Menteri KKP saat ini, merasa bingung dengan rencana kebijakan. Kenapa? antara pilihan nurut pada tekanan kelompok lingkungan ataukah pertimbangan kelompok sosial ekonomi yang tetap memperhatikan lingkungan dan konservasi.

Diberbagai media, ada banyak organisasi stakehokders kelautan dan perikanan menyatakan kekecewaanya atas rasa bingung Menteri KKP saat ini. Sebenarnya, orientasi kebijakan masa Edhy Prabowo sudah bagus. Tetapi, harus dibenahi pada tata kelola perikanan: tangkap dan budidaya.

- Advertisement -

Alasannya, pertama: berantas korupsi di KKP menemukan jalan buntu. Karena belum ada komitmen kerjasama (legal standing) antara KKP dengan POLRI, TNI, dan KPK. Dilapangan, banyak muncul analisa kalau menteri baru yang ditunjuk secara kasat mata masuk dalam jaringan perusahaan eksportir benih lobster. Hal ini yang menipisnya harapan akan perubahan evaluasi kebijakan. Tentu, menteri KKP sekarang harus membuktikan kerja-kerja nyata kedepannya.

Kedua: Evaluasi kebijakan ditenggarai tidak akan maksimal karena belum terlihat orientasi kepentingan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, dan kelangsungan ekonomi masyarakat pesisir.

Evaluasi seluruh peraturan menteri memang harus dilakukan. Mengingat banyak regulasi yang tumpang tindih sehingga menyulitkan pelayanan terhadap kepentingan nelayan. Namun, evaluasi itu bukan pada tataran pasal perpasal pada regulasi. Namun, pada transfer tata kelola sehingga lebih meyakinkan.

Ketiga, Sulit lakukan transfer kebijakan ke daerah untuk pengelolaan potensi kelautan dan perikanan karena masih dominan oligarki yang menguasai dan mengatur regulasi seputar komoditas kelautan – perikanan.

Jalan Keluar

Atas paradigma masalah tata kelola dan transisi kelautan – perikanan yang sedang stagnan. Walaupun sudut pandang ekonomi masih berjalan. Namun belum menentukan sebagai pemasok Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara maksimal.

Bagi negara dan pemerintah penting pasokan PNBP sangat diharapkan maksimal kedepan agar terjadi keseimbangan. Karena itu, ada beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah kedepan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai jalan keluar dari kemelut yang ada, adalah:

Pertama; Membangun Awareness Kepercayaan Masyarakat Indonesia, wabil khusus: nelayan, pembudidaya, petambak, petani garam, pedagang bakulan, rumah tangga nelayan, pekerja industri, masyarakat perikanan umum, petani rumput laut, pengusaha, eksportir dan lain sebagainya.

Sikap awareness dan trust sesuatu yang wajib dikerjakan dalam masa kerja pemerintah agar sektor kelautan dan perikanan menjadi penopang zona inti dari perputaran ekonomi masyarakat.

Selain itu trust itu perlu di implementasikan dalam bentuk kebijakan melalui skema mental keterbukaan (open metality) sehingga trust pengelolaan kelautan dan perikanan menjadi bagian penting dari pembangunan negara.

Kedua; Evaluasi Kebijakan dan Penetapan Reroadmap Keberlanjutan, kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum memenuhi standar harapan. Karena masih berkutat pada monopolicy (satu kebijakan) yang selama ini hanya mengatur dan melarang tanpa bisa transfer power desentralisasi ke daerah sebagai basic pengelolaan kelautan dan perikanan.

Justru munculnya Undang – Undang Omnibuslaw menjadi energi baru Kelautan dan Perikanan yang bisa diatur pembagian kewenangan pengelolaan sektor unggulan komoditas Kelautan dan Perikanan, baik dari aspek perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

Keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir dan ekosistem lingkungan perlu diperbaiki agar tidak ada kelompok nelayan yang dirugikan. Karena, beberapa tahun silam, sangat nyata persaingan kelompok konservasionism dengan empowering (pemberdayaan) sosial ekonomi. Kedepan harus ada keseimbangan yang diciptakan melalui harmonisasi sistem keberlanjutan ekosistem yang memperhatikan dari pelbagai aspek, misalnya: pemberantasan illegal fishing harus melibatkan semua pihak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), TNI, POLRI.

Terutama, soal perizinan yang harus tersentralisasi sesuai UU Omnibuslaw yang harus dipercepat sehingga dunia usaha Kelautan – Perikanan dapat bangkit secara cepat. Hal itu dilakukan untuk percepatan pola gerak ekonomi masyarakat sehingga kegiatan penangkapan dan budidaya dapat mencapai target sesuai roadmap pemerintah.

Ketiga; Evaluasi regulasi dan kebijakan Surat Edaran Dirjen Tangkap Nomor: B.22891/DJPT/P1.130/XI/2020 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP), bahwa menolak menutup kran ekspor Benih Benih Lobster.

Pertimbangan Tata Kelola

Pertimbangan perbaikan tata kelola benih bening lobster, ada tiga pertimbangan dan pandangan objektif yakni; Pertama, transfer pengelolaan lobster ke daerah Provinsi yang sudah memiliki kewenangan dan tanggungjawab atas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan jarak 0 – 12 mil.

Kedua, revisi UU Perikanan untuk memperkuat pengelolaan daerah terhadap potensi kelautan dan perikanan. Bertujuan agar menunjang regulasi daerah seperti RZWK, Pembuatan Perda PNBP, dan Peraturan Gubernur terkait perizinan kelautan-perikanan.

Ketiga, Pengelolaan tentu diserahkan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Daerah (Perusda) yang memiliki kelompok nelayan dan koperasi sendiri.

Keempat, Sistem Transfer Power Policy (STPP) kepada daerah akan menghilangkan Monopoli terhadap sistem eksport. Sala satu contoh, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai penghasil benih bening lobster terbaik di dunia, tentu mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan pola pasar lokal masyarakat nelayan dan pesisir akan hidup melakui transaksi ekonomi bisnis benih dan lobster konsumsi.

Kelima, Sistem Transfer Power Policy (STPP) pengelolaan komoditas Kelautan – Perikanan kepada Pemerintah Daerah juga memiliki tanggungjawab penuh terhadap proses budidaya dan pengalihan teknologi budidaya serta industri pakan yang menunjang. Tentu, jelas dari aspek kesediaan bahan baku pakan untuk budidaya sudah tersedia berlimpah.

Demikian, kira-kita jalan keluar perbaikan tata kelola lobster yang bisa dipertimbangkan untuk menjadi lebih baik.

*) Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI).

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER