MONITOR, Jakarta – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya mengucapkan belasungkawa dan duka yang amat mendalam atas wafatnya Abdul Hayyie Naim, sosok ulama Betawi kharismatik yang senantiasa mencerahkan umat dan bangsa dengan wawasan keislaman yang toleran, sejuk dan kaya dengan pemikiran kebangsaan.
“KH Abdul Hayyie Naim adalah ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang istikamah membimbing dan mendidik umat agar senantiasa menjaga NKRI. Ulama yang istikamah membangun persaudaraan keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Secara pribadi, Hasto mengaku, dirinya sering sowan dan bersilaturahmi dengan Abdul Hayyie Naim. Menurut Hasto, ia merasakan betapa keislaman dan kebangsaan menjadi inti perjuangan Abdul Hayyie Naim semasa hidupnya.
Hasto menyampaikan, Abdul Hayyie Naim ingin agar kita bersatu sebagai bangsa, karena negeri ini kita merdekakan dan bangun bersama-sama.
“Dalam berbagai hal, saya beberapa kali diajak oleh Abah (Abdul Hayyie Naim) untuk nonton TV Channel khusus dari Arab Saudi dan Mesir, guna melihat bagaimana Islam di negara tersebut juga melakukan akulturasi kebudayaan, termasuk menampilkan berbagai orkestra musik yang memadukan rasa,” ujarnya.
Hasto mengatakan, Abdul Hayyie Naim adalah sosok ulama NU Betawi yang ingin agar Jakarta dan Indonesia tumbuh sebagai taman sari Islam yang rahmatan lil alamin. Sebab itu, politik sejatinya tidak memecah belah kita sebagai bangsa, bahkan justru memperkuat kita sebagai bangsa. Bahkan, dalam Pilpres 2019 yang lalu, Abdul Hayyie Naim menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak anti-Islam.
“Justru dengan memilih KH Ma’ruf Amin yang juga sahabat almarhum, menunjukkan Presiden Jokowi sangat cinta Islam dan ulama. Beliau sosok kiai bersahaja dan pemberani menyatakan kebenaran,” katanya.
Dalam pertemuannya dengan Abdul Hayyie Naim di masa hidupnya, Hasto sempat menyampaikan komitmen PDIP terhadap umat Islam. Menurut Hasto, perjuangan Presiden RI Pertama Soekarno atau Bung Karno dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap umat Islam Indonesia dan dunia sangat nyata.
“Kolaborasi kaum nasionalis dan NU akan mampu memperkokoh kebangsaan kita. Oleh sebab itu, kami semua merasa kehilangan sosok ulama, guru dan orang tua. Semoga amal baik almarhum diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa,” ungkapnya.
Sekadar informasi, Abdul Hayyie Naim wafat pada Selasa (29/12/2020). Abdul Hayyie Naim lahir di Jakarta pada 1940 silam. Kabar duka atas wafatnya Mustasyar PWNU DKI Jakarta itu tersiar di beberapa media sosial.
Abdul Hayyie Naim adalah putra dari KH M Naim, salah seorang kiai NU yang berpengaruh di Jakarta Selatan pada zamannya. Abdul Hayyie Naim semasa hidupnya mengajar di banyak majelis taklim.
Setelah mengaji di Jakarta dan mondok di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Abdul Hayyie Naim yang juga sahabat Presiden RI Ketiga Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Timur Tengah.
Abdul Hayyie Naim menamatkan kuliahnya di Fakultas Sastra, Universitas Baghdad. Abdul Hayyie Naim juga alumnus Pesantren Tebuireng angkatan 1960-an. Abdul Hayyie Naim wafat pada usia kurang lebih 80 tahun.