MONITOR, Jakarta – Aktivis 1998 yang tergabung dalam Nurani 98 mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan proses reformasi di tubuh Polri.
“Mendesak kepada Presiden Jokowi untuk segera melakukan dan melanjutkan proses reformasi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menuju polisi yang mandiri, profesional dan humanis,” ungkap salah satu Aktivis 98, Ray Rangkuti, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Sebab, Ray menyebutkan, ada semacam tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Polri semakin kehilangan independensi, profesionalitas dan kehilangan rasa humanisnya.
Selain itu, Ray juga mengingatkan, dalam menghadapi para pengkritiknya, pemerintah harus lebih proporsional dalam bingkai negara demokrasi sesuai konstitusi UUD 1945.
“Mengingatkan kepada pemerintah agar dalam menjawab berbagai kritik harus membuka ruang dialog, musyawarah dan menghormati pandangan yang berbeda,” ujarnya.
Menurut Ray, bukankah Jokowi adalah presiden hasil pemilu yang dipilih oleh mayoritas rakyat, kemudian Jokowi juga membangun koalisi secara mayoritas dan memiliki pengikut yang cukup peduli pada pemerintahannya.
“Dengan kekuatan politik sebesar itu, semestinya presiden bisa tampil lebih percaya diri untuk menghadapi para pengkritiknya dengan matang menggunakan paradigma demokrasi konstitusional. Jika cara presiden justru sangat represif terhadap pengkritiknya maka memunculkan dugaan kuat bahwa ada persoalan besar dalam pemerintahan saat ini sehingga presiden begitu difensif,” katanya.
“Dalam konteks menjamin kebebasan bersuara dan kepentingan kualitas demokrasi Indonesia maka kami mendesak kepada presiden untuk membebaskan seluruh tahanan politik yang dipenjara atau sedang diproses hukum karena sikap dan pandangan kritis mereka,” ungkap Ray menambahkan.
Sekadar informasi, selain Ray Rangkuti, sejumlah Aktivis 1998 yang tergabung dalam wadah Nurani 98 diantaranya Ubedilah Badrun, A. Wakil Kamal, Asep Supri, Andrianto, Teuku Syahrul Ansori (Alon), Erfi Firmansyah, Fuad Adnan, Aria Ator, M. Jusril dan Fahrus Zaman Fadhly.