MONITOR, Jakarta – Tertangkapnya kader Gerindra Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cukup mencengangkan publik. Namun, kasus korupsi yang menjerat Edhy dinilai tak akan mempengaruhi hubungan yang terjalin antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA), Fadhli Harahab. Secara pribadi, Fadhli mengamati kedua sosok ini bisa dibilang sebagai negarawan yang tegas terhadap korupsi.
Apalagi, dikatakan dia, Prabowo bisa dikatakan sebagai salah satu menteri yang dipercaya oleh Jokowi mengurusi urusan strategis semacam alutsista TNI dan urusan pangan.
“Bisa disebut hubungan kedua tokoh ini berjalan stabil, harmonis selama setahun ini,” kata Fadhli, Selasa (1/12/2020).
Namun demikian, hubungan harmonis tersebut bukan tidak mungkin retak jika salah satu pihak mengingkari klausul rekonsiliasi.
“Secara politik, yang kita tahu bahwa Gerindra mendapat jatah dua menteri. Jika itu dikurangi tentu saja akan menyulut keretakan dalam koalisi,” terangnya.
Menurut analis sosial politik asal UIN Jakarta ini, bukan tidak mungkin akan terjadi perang terbuka antara Jokowi dengan Gerindra-nya sendiri, jika jatah menteri berkurang.
“Bukan perang dingin lagi, tetapi perang terbuka, yang berefek pada bubarnya rekonsiliasi atau koalisi,” ujarnya.
Dia berpandangan, jika koalisi Jokowi-Prabowo masih bisa langgeng, maka Jokowi terpaksa harus mempertahankan jumlah kursi menteri Gerindra di kabinet.
“Pahitnya, kementerian KP diisi dari partai lain atau profesional, tetapi tidak mengurangi jatah menteri Gerindra di Kabinet, jika tidak demikian akan muncul Fadli Zon, Fadli Zon baru. Ada di koalisi tapi rasa oposisi,” pungkasnya.