MONITOR, Jakarta – Tepat di peringatan Hari Pahlawan 10 November, tiga daerah yang dipimpin oleh kader PDI Perjuangan (PDIP) menjadi penerima penghargaan sebagai Kota Mahasiswa atau City Of Intellectual dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Penghargaan itu berdasarkan riset yang dilaksanakan oleh tim yang dipimpin Ketua Senat dan Guru Besar UNJ Hafid Abbas.
Ketiga daerah itu adalah Kota Semarang yang dipimpin Wali Kota Hendrar Prihadi, Kota Solo yang dipimpin FX Hadi Rudyatmo dan Kota Surabaya yang dipimpin Tri Rismaharini. Mereka diumumkan sebagai penerima penghargaan dalam acara yang digelar secara luring dan daring oleh UNJ, Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Untuk diketahui, Proklamator sekaligus Presiden RI Pertama Soekarno atau Bung Karno pertama kali menyebutkan Kota Mahasiswa saat menandatangani prasasti gedung UNJ pada 1953 silam. Visi itu tak dipahami hingga 2010, masyarakat internasional mengenalnya setelah pertama kali Quacquarelli Symonds (QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia pada 2010.
QS menjelaskan bahwa satu kota patut disebut sebagai Kota Mahasiswa apabila di kota itu sudah terdapat minimal dua perguruan tinggi bereputasi yang melayani masyarakatnya yang berpenduduk lebih 250 ribu jiwa. Selain itu, kriteria lainnya adalah kehadiran mahasiswa internasional dengan pertimbangan bahwa kota itu ramah terhadap perbedaan latar belakang budaya, gaya hidup yang toleran, dan inklusif.
Termasuk apakah kota itu aman, tidak ada konflik, nyaman dan terdapat banyak peluang kerja setelah tamat dan seterusnya. Lalu aspek keterjangkauan terkait biaya kuliah dan biaya hidup dan ketersediaan transportasi publik maupun kemudahan bepergian, serta keindahannya.
Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri, bersama Sekjen Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP Djarot Saiful Hidayat hadir secara virtual di acara pemberian penghargaan itu, Selasa (10/11/2020).
“Terima kasih yang jadi peringkat kesatu, kedua dan ketiga, Semarang, Solo, Surabaya, itu adalah anak-anak dari partai saya,” ungkap Megawati.
Menurut Megawati, para kepala daerah itu bisa memembangun kotanya menjadi City of Intellectual karena mereka selalu diajarkan di partai bagaimana harus menjadi pemimpin yang memperjuangkan rakyat.
“Saya bila ke Hendi (sapaan Hendrar Prihadi), ketika saya rekomendasi, tugasmu cuma satu, bikin Kota Semarang jadi bagus seperti kriteria disampaikan Pak Hafid Abbas tadi,” ujarnya.
“Sama juga sama Rudy (FX Hadi Rudyatmo) di Solo. Saya tugasi, tolong bikin rakyat di Solo nyaman. Saya dengar universitas di sana ini juga buka bagian boga. Bayangkan Kota Solo itu makanannya enak-enak. Saya pernah diajak kawan saya, mau sholat subuh, kembali sholat subuh lagi, untuk wisata kuliner. Rasanya enak dan murah meriah. Tapi intinya, kenapa Solo bisa demikian? Karena pemimpinnya mengerti dan mendalami kebutuhan rakyatnya,” kata Megawati melanjutkan.
Megawati justru menyayangkan Kampus UNJ di Rawamangun, Jakarta, belum masuk kategori City of Intellectual. Padahal, prasasti yang pertama kali menyampaikan visi itu justru berada di sana.
“Sayang kan kalau Rawamangun belum berhasil jadi City of Intellect. Jadi para akademisi, saya mohon sangat, secara akademis kita melihat kita ini tujuannya mau kemana?,” ungkapnya.
“Karena saya juga saksi hidup di Jakarta ini. Dulu waktu pindah dari Yogyakarta ke Jakarta pada 1950. Tetapi sekarang Jakarta ini jadi amburadul. Karena apa? Seharusnya jadi City of Intellect bisa dilakukan. Tata kota, masterplan-nya, siapa yang buat? Tentu akademisi, insinyur dan sebagainya,” ujar Megawati lagi.
Megawati mengingatkan kembali bahwa visi Kota Mahasiswa atau City of Intellectual yang ditelurkan oleh Bung Karno itu terjadi pada 15 September 1953.
“Hal ini berarti pemikiran Bapak Soekarno 50 tahun lebih maju dibandingkan dengan perkembangan pemikiran internasional saat ini yang baru melakukan pemeringkatan Kota Mahasiswa,” katanya.