MONITOR, Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) menyelenggarakan Shortcourse (kursus singkat) Metodologi Penelitian Perempuan dan Anak tahun anggaran 2020.
Kegiatan tersebut akan berlangsung selama satu bulan hingga 7 Desember 2020 dan digelar secara luar jaringan (luring). Kegiatan shortcourse secara resmi dibuka pada Senin (9/11/2020).
Shortcourse diselenggarakan secara kolaborasi dengan Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini dibuka oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Suyitno dengan blended learning.
Dalam arahannya, Direktur menyampaikan bahwa metodologi penelitian di bidang perempuan dan anak ini memiliki nilai yang sangat strategis. “Penguatan di bidang perempuan dan anak ini akan berdampak signifikan terhadap peran-peran yang dilakukan oleh perguruan tinggi keagamaan Islam di tanah air, terutama penguatan terhadap sejumlah isu-isu keperempuanan dan anak”, ungkap Suyitno.
Isu keperempuanan, lanjut Suyitno yang merupakan bagian dari penguatan relasi jender patut untuk dikuatkan lagi. Pasalnya, kekerasan terhadap perempuan dan memperlakukan perempuan di ruang publik secara kurang proporsional masih saja terjadi. “Kita juga perlu melakukan kesadaran secara proporsional, bahwa unsur kompetensi dan profesionalitas menjadi kata kunci dalam memperlakukan seseorang terutama di ruang publik. Artinya, memperlakukan seseorang itu, bukan dari aspek jenis kelamin, tetapi profesionalitas dan kompetensi itu”, paparnya lebih lanjut.
“Riset dengan melakukan pemetaan bagaimana kepemimpinan perempuan di lingkungan PTKI itu perlu dilakukan. Demikian juga, isu kekerasan terhadap perempuan dan anak juga patut diselenggarakan. Tentu, untuk dapat mengangkat isu-isu tersebut, penguatan metodologi riset bidang perempuan dan anak menjadi sangat penting,” ungkap Suyitno yang juga guru besar UIN Raden Fatah Palembang.
Sebelumnya, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suwendi, menyatakan bahwa riset merupakan salah satu dari substansi perguruan tinggi. “Di dalam riset, terakumulasi berbagai kapasitas dan kemampuan dosen, seperti bacaan-bacaan atas literatur, kualitas analisis dan argumen, kemampuan menulis, networking dan kolaborasi dengan dunia luar, dan mempublikasikan hasil-hasil temuannya”, ungkap Suwendi.
Oleh karenanya, lanjut Suwendi, kualitas dosen sesungguhnya dapat dinilai dari seberapa sering seorang dosen itu melakukan riset.
Menurut Suwendi, kegiatan shortcourse metodologi penelitian ini diharapkan melahirkan duta-duta riset, terutama di lingkungan PTKI yang bersangkutan.
“Sebagai seorang duta, yang dilakukan tidak hanya untuk dirinya semata, tetapi mampu memberikan kontribusi terhadap sesama dosen dan perguruan tingginya. Mendesiminasi, mendampingi, menjadi rujukan di bidang metodologi dan penyelenggaraan riset merupakan hal yang ditargetkan”, papar doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sebagai pelaksana program, Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Noorhaidi Hasan, menyatakan bahwa pihaknya telah seringkali dipercaya untuk melakukan shortcourse dan pembinaan-pembinaan akademik, termasuk para penerima program 5000 doktor Kementerian Agama RI sebelum diberangkatkan ke luar negeri.
“Terlebih di bidang metodologi riset, Pascasarajana UIN Yogyakarta merupakan institusi akademik yang memiliki sumberdaya manusia dan berbagai kelengkapan yang sangat memadai untuk hal ini”, ungkap Noorhaidi.
“Bagi kami, kekuatan riset merupakan bagian dari karakter yang tidak dapat dipisahkan dari program Pascasarjana ini”, ungkapnya lebih lanjut,” tegasnya.