POLITIK

RPP Omnibuslaw Cipta Kerja Dinilai Solutif Kawal Kepentingan Buruh

MONITOR, Jakarta – Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja oleh pemerintah bersama DPR RI masih mengundang banyak kritik dan aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Unjuk rasa besar-besaran pun dilakukan dari kalangan serikat pekerja dan mahasiswa. Mereka menggugat agar UU tersebut dicabut kembali.

Ketua DPP Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Muhammad Ichsan, mengingatkan agar elemen buruh patut mencermati setiap pasal per pasal dalam UU Cipta Kerja, yang dinilai masih bersifat normatif jika ditinjau secara tekstual bahasa.

“Maka perlu ada PP (Peraturan Pemerintah) yg mengatur regulasi dan teknis secara lebih detail agar sanction and punishment (sanksi dan hukuman) dapat diatur bagi yang melakukan pelanggaran,” ujar Muhammad Ichsan, yang juga merupakan Ketua Bidang Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Selasa (3/11).

Ichsan yang turut serta mengawasi pembahasan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) menilai, hal ini sebagai bentuk ikhtiar kolektif serta sarana perjuangan alternatif seluruh pihak selain membawa gugatan UU Ombnibuslaw Cipta Kerja ke dalam Judicial Review di MK.

“Kita jangan sampai lengah dalam pembahasan RPP cluster ketenagakerjaan, perlu diketahui RPP terdiri 4 RPP, yaitu RPP TKA, RPP pengupahan, RPP JKP dan RPP waktu kerja, hubungan kerja, dan PHK pesangon. Untuk itu, kita perlu mengawal secara sungguh-sungguh agar nantinya RPP yang dihasilkan berkualitas dan memberikan dampak yang positif bagi seluruh stakeholder, baik Pekerja, Pemberi Kerja dan Pemerintah,” imbuhnya.

Ia berpandangan dinamika penolakan UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang terjadi hari ini merupakan akibat kurang komprehensifnya informasi yang disampaikan oleh Pemerintah dan DPR, seperti contoh awalnya Paripurna RUU Omnibuslaw Cipta Kerja tanggal 8 Oktober, namun tiba-tiba dimajukan menjadi tanggal 5 Oktober.

“Untuk itu dalam pembahasan RPP cluster ketenagakerjaan diharapkan dalam penyampaiannya kepada masyarakat harus lebih masif, terukur dan utuh. Sehingga meminimalisir gelombang unjuk rasa penolakan besar-besaran kembali. Saya berharap DPR dan Pemerintah harus lebih berhati-hati (pruden) dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat,” imbuhnya.

Recent Posts

Menuju Indonesia Emas 2045, Prof Rokhmin: Pers Harus Berani Kawal Isu Strategis

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan bahwa demokrasi tak…

19 menit yang lalu

TNI Kolaborasi Tangkap Dua Kapal Pembawa Pasir Timah Ilegal

MONITOR, Jakarta - TNI kembali menunjukkan kemampuan operasi bersama yang solid, profesional, dan terintegrasi melalui…

3 jam yang lalu

Jasa Marga Gelar Temu Pelanggan di Kota Medan Wujudkan Komitmen Melayani Sepenuh Hati bagi Pengguna Jalan Tol

MONITOR, Medan - Dalam rangka mewujudkan pelayanan sepenuh hati bagi pengguna Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa…

11 jam yang lalu

Gandeng PTKIN, Kemenag Terus Matangkan Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren

MONITOR, Tulungagung - Upaya Kementerian Agama dalam memperkuat tata kelola pendidikan pesantren memasuki tahap strategis…

15 jam yang lalu

UU KUHAP Baru Atur Pengamatan Hakim Bisa Jadi Alat Bukti, DPR Tekankan Soal Akuntabilitas

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menegaskan bahwa penambahan aturan 'pengamatan…

15 jam yang lalu

Kementerian UMKM Perkuat Klaster Fesyen dan Kerajinan Tangan Lewat Holding UMKM

MONITOR, Jateng - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memperkuat ekosistem rantai pasok industri…

16 jam yang lalu