MONITOR, Malang – Kesuburan tanah menjadi salah satu kuci keberhasilan pertanian. Hal yang demikian membuat para petani memutar otak guna menjaga kesuburan tanah di wilayah yang kesuburunnya kian menurun.
Pak Tamin salah satunya, berbekal pengalamannya berkuliah di Universitas Brawijaya pada jurusan Tanah 1992 silam, dirinya berpikir tentang para petani di wilayahnya yang semakin lama kian sulit bertani lantaran faktor kesuburan tanah.
Langkah pertama yang ia lakukan yakni membawa sampel tanah di wilayahnya untuk diteliti di Lab Universitas Brawijaya. Benar saja, hasil pengamatannya di lab menunjukkan bahwa sampel tanah yang ia bawa kandungan organiknya sangat sedikit yakni hanya 0,5%.
“Setelah mendapatkan hasil tersebut, saya mulai berpikir, bagaimana caranya untuk meningkatkan produksi para petani,” ujar Pak Tamin dalam sebuah wawancara.
Menurutnya, selain rendahnya kesuburan dari tanah yang ia teliti, sampel tersebut juga membutuhkan 17 unsur lainnya untuk mencapai nilai kesuburan yang dibutuhkan untuk bertani. Diantara unsur yang dibutuhkan yakni kandungan organik sebanyak 5%, kadar air dan kandungan oksigen, selebihnya dapat menjadi pelengkap.
“Jika unsur pokok tersebut sudah cukup, insyaallah petani akan lebih mudah. Jadi pertama harus diperbaki tanahnya dengan pupuk organik, kuncinya disitu. Dari sinilah awal mula membuat dan membuka usaha pupuk organik,” tutur Tamin.
Berbekal keresahan tersebut lah ia mulai merintis usaha pupuk organiknya. Mulanya ia melakukan percobaan di tanah seluas 1000 M2 dengan pupuk hasil produksinya sendiri. Menurutnya dengan tanaman jajar legowo dari pemupukan hingga panen hasilnya cukup memuaskan.
“Lalu langsung ditebas, seharusnya tidak boleh. penebasan itu diperkirakan itu hasilnya itu dapat 15 karung. Padahal panen dapat 25 karung. Dalam 1 karung ada 40 kilo lebih,” terang Tamrin.
Selama merintis usaha pupuk organiknya, Tamin dan istrinya ibu Rasi memanfaatkan bahan baku yang didapat dari warga sekitar. Mulai dari limbah sayuran hingga kotoran hewan ternak ia olah selama 7 hari hingga siap digunakan sebagai pupuk organik. Dengan hasil sekitar 50-60 ton sekali proses, pupuk olahan Pak Thamrin dijual dengan harga Rp. 1000 per Kg.
“Yang beli disekitar Malang bahkan ada yang dari Tulungagung. Kita membuat pupuk sebaik mungkin, agar pupuk bisa dikenal petani lebib jauh jadi tidak hanya masyarakat sekitar sini saja namun lebih luas,” tandasnya.
Pak Tamin menklaim pupuk olahannya lebi irit dan efektif dalam meningkatkan kesuburan tanah dan telah ia buktikan melalui serangkaian percobaan selama 10 tahun ke belakang. Untuk itu pihaknya berharap agar dapat dijangkau petani yang lebih luas, pupuk buatannya kedepan dapat dipasarkan melalui instansi-instansi pemerintah dan dikenalkan kepada para petani.
Selain itu, dirinya juga berharap agar pemerintah dapat menyalurkan bantuan, diantaranya berupa peralatan yang kini dibutuhkan agar proses pembuatan pupuk organik yang ia lakoni lebih efisien. “Pemerintah bisa membantu untuk membesarkan usaha ini, kami akan sangat suka kalau ada peralatan, karena kita masih dengan manual. kita memanfaatkan tenaga ini supaya bekerja terus,” pungkasnya. Pak Tamin