POLITIK

Makin Tak Demokratis, Masyarakat Mulai Takut Ngomong

MONITOR, Jakarta – Indikator Politik Indonesia (IPI) merilis hasil survei salah satunya terkait dengan kehidupan demokrasi di Indonesia. Rilis dilakukan secara daring pada Minggu (25/10/2020).

Survei dilakukan pada 24-30 September 2020, dengan total responden sebanyak 1.200 orang dipilih secara acak. Metode survei, lanjutnya, dilakukan dengan wawancara via telepon, margin of error sekitar 2.9 pesen dan tingkat kepercayaan 95 pesen.

Responden dalam survei tersebut diajukan setuju atau tidak warga makin takut menyatakan pendapat?’. Jawabannya menunjukan angka presentase kebebasan mengeluarkan pendapat menurun dimana sebanyak 21.9 persen menyatakan sangat setuju dan 47.7 persen menjawab agak setuju.

“Sangat setuju 21.9 persen, yang menyatakan agak cenderung dengan pernyataan ini 47.7 persen, yang kurang setuju 22.0 persen dan yang tidak setuju sama sekali 3.6 persen,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.

Pada kesempatan tersebut, Burhan juga meminta Pemerintah lebih memperhatikan kembali suara masyarakat terutama yang tidak sejalan dengan kebijakan diputuskan.

“Ada situasi yang di bawah alam sadar masyarakat mulai takut ngomong, padahal dalam konteks demokrasi partisipatoris, warga itu justru harus di-encourage berbicara apapun isinya, terlepas berkualitas atau tidak berkualitas apapun pendapat mereka pro atau kontra dalam demokrasi harus didapatkan tempat yang sama dengan mereka yang propemerintah,” ujarnya.

Ketika ditanya terkait sulit atau tidaknya berdemonstrasi saat ini. Lagi-lagi hasil menyatakan masyarakat cenderung sulit berdemonstrasi.

“Tertinggi 53 persen responden menyatakan agak setuju, dan 20,8 persen sangat setuju dan 19,6 persen kurang setuju,” ucapnya.

Lebih lanjut, Indikator juga mengaitkan sikap aparat keamanan saat warga berdemonstrasi. Pertanyaan yang diberikan yakni ‘setuju atau tidaknya dengan pendapat kalau aparat makin semena-mena dengan massa demonstrasi?’.

“Yang menyatakan agak setuju yakni 37,9 persen, kemudian yang sangat setuju 19,8 persen, dan kurang setuju 31,8 persen. Jadi variabel kebebasan sipil belnya berbunyi, hati-hati jangan sampai kekecewaan ditimbulkan masyarakat. Karena bagaimanapun ada ekspektasi kepada Presiden Jokowi menjaga warisan paling mahal reformasi, yaitu kebebasan,” tegasnya.

Recent Posts

Kemenag Masuk Tiga Besar Lembaga Paling Efektif Versi IndoStrategi

MONITOR, Jakarta - Satu tahun perjalanan pemerintahan Prabowo–Gibran diwarnai dengan apresiasi publik terhadap kinerja sejumlah…

8 menit yang lalu

Bakamla RI dan Pemerintahan Inggris Perkuat Kerja Sama Strategis Bidang Keamanan Maritim

MONITOR, Jakarta - Bakamla RI menerima kunjungan kehormatan (courtesy call) dari Delegasi Kedutaan Besar Inggris…

7 jam yang lalu

Dading Ishak: Zakat itu Pilar Kemakmuran Nasional

MONITOR, Jakarta - Tokoh agama sekaligus akademisi, Prof Dading Ishak, menegaskan pentingnya zakat sebagai salah…

11 jam yang lalu

Dorongan DPR soal Komnas Perempuan Jadi Satker Mandiri Dinilai Terobosan yang Dinanti

MONITOR, Jakarta - Aktivis perempuan dari Sarinah Institute, Luky Sandra Amalia menyambut baik dukunga Ketua…

12 jam yang lalu

Tampil di Depan 1.500 Siswa Kendari, Habib Ja’far dan Alissa Wahid Jelaskan Makna Tepuk Sakinah

MONITOR, Kendari - Sekitar 1.500 siswa Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta (MAN/MAS) di Kota Kendari…

15 jam yang lalu

Dukung Peningkatan Sektor Pangan, DPR: Tata Kelola Hulu-Hilir Penting Dilakukan

MONITOR, Jakarta - Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Anggota Komisi IV DPR RI,…

15 jam yang lalu