PEMERINTAHAN

Wacana Aturan Pemblokiran Medsos Dinilai Rawan Jadi Alat Pembungkaman

MONITOR, Jakarta – Wacana pembuatan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) terkait pemblokiran media sosial (medsos) dinilai bisa jadi alat pembungkaman kebebasan berekspresi warga negara Indonesia.

Seperti diketahui, pada Senin (19/10/2020), Kemkominfo melalui siaran pers secara daring menjelaskan rencana pembuatan Permenkominfo terkait pemblokiran medsos.

Permenkominfo itu rencananya menyasar perusahaan platform medsos agar taat kepada pemerintah, dan bisa berkolaborasi dalam memerangi hoaks. Terutama yang berhubungan dengan Covid-19.

Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute Center for Public Policy Research, Rifqi Rachman, mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan Permenkominfo itu terhadap kebebasan berekspresi warga negara Indonesia di dunia maya.

“Pernyataan Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani menggambarkan bagaimana ekspresi kita di media sosial sesungguhnya tidak lepas dari pengawasan pemerintah,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Lebih jauh, Rifqi menjelaskan bahwa pemerintah seakan-akan memiliki otoritas untuk memilah dan menilai semua ekspresi yang tersebar secara masif di medsos itu.

Sebab, menurut Rifqi, mekanisme pemblokiran dimulai oleh pemerintah yang melaporkan konten yang dinilai oleh mereka sendiri telah melanggar peraturan.

“Kemampuan menilai ini juga jadi soal, sebab bertendensi untuk mempermasalahkan suara-suara yang tidak menguatkan atau sesuai dengan keputusan dan tindakan pemerintah,” ujarnya.

Rifqi mengatakan bahwa kekhawatirannya itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, catatan yang ada memang memvalidasi hal tersebut.

“Kita tentu masih ingat kasus peretasan akun media sosial yang dialami oleh pakar epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono, setelah gencar mengkritik kebijakan vaksin yang digagas dan dijalankan pemerintah,” katanya.

Menurut Rifqi, kehadiran Permenkominfo tentang pemblokiran ini justru akan menormalisasi keheningan dan membuat kritik menjadi sesuatu yang berbahaya untuk dilontarkan.

“Padahal, bersuara melalui kritikan adalah sebuah upaya untuk menempatkan pemerintah di posisi yang tetap transparan, akuntabel dan partisipatif dalam setiap pengambilan keputusannya. Permen ini justru berpotensi memberangus hadirnya keragaman pendapat yang menghidupkan demokrasi,” ungkapnya.

Recent Posts

Nadiem jadi Tersangka, JPPI: Pendidikan Harus Dibersihkan dari Gurita Korupsi

MONITOR, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji mengatakan penetapan Eks Mendikbudristek…

30 menit yang lalu

Gagal Lolos Parlemen, Mardiono Dinilai Tak Layak Pimpin PPP Lagi

MONITOR, Jakarta - Politisi senior PPP Jakarta yang juga eks Anggota DPRD DKI Jakarta dua…

2 jam yang lalu

Prof Rokhmin Dahuri serukan Aksi Kolektif selamatkan DAS Cimanuk – Citanduy

MONITOR, Indramayu - Anggota DPR RI 2024–2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri menyerukan aksi kolektif…

4 jam yang lalu

Peringati Maulid, Menag Kenalkan Konsep Ekoteologi pada Presiden dan Wapres

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah…

5 jam yang lalu

Dari Jaring Laba-Laba ke Zakat, Yulianti Dorong Skema Dana Darurat Korban Kekerasan Seksual

MONITOR, Makassar - Yulianti Muthmainnah, Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan ITBAD Jakarta sekaligus…

6 jam yang lalu

Kapuspen TNI Dorong Optimalisasi Peran Penerangan Terintegrasi Jajaran TNI

MONITOR, Jakarta - Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah yang diwakili oleh Wakapuspen TNI…

11 jam yang lalu