MONITOR, Pekanbaru – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Teguh Prasetyo, mengungkapkan bahwa walaupun hanya sekadar berkumpul sambil minum kopi dengan tim sukses, maka penyelenggara pemilu tetap telah melanggar kode etik.
“Penyelenggara pemilu duduk ngopi bareng timses, LO (Liaison Officer) timses, apalagi bareng calon bupati/wali kota, sudah termasuk langgar kode etik. Karena ada perbuatan disangka bahwa dia sudah memihak,” ungkapnya di Pekanbaru, Riau, Selasa (13/10/2020).
Di beberapa daerah, terutama di wilayah Pulau Sumatera, kegiatan minum kopi bersama memang sudah menjadi budaya. Teguh mengakui, setiap orang memang memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul.
Namun, Teguh mengatakan, ketika seseorang sudah menjadi bagian dari penyelenggara pemilu, maka ada batasan-batasan yang tegas untuk menjaga integritas dan etika profesionalismenya.
“Setelah jadi penyelenggara pemilu, kebebasan itu digadai untuk sementara agar tak terkesan memihak. Penyelenggara pemilu harus disumpah setia pada prinsip-prinsip itu,” katanya.
Bahkan, menurut Teguh, penyelenggara pemilu juga harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Sebab, melakukan tindakan sederhana seperti memberi simbol suka atau ‘like’ pada unggahan peserta pemilu terkait kampanye politik saja sudah termasuk pelanggaran kode etik.
“Calon kepala daerah mengunggah minta restu untuk maju, dan dapat ‘like’ dari penyelenggara Pemilu, itu sudah tidak boleh. Memberi ‘like’ saja sudah memihak, langgar etik,” ujarnya.
Berdasarkan data DKPP, sudah ada enam laporan yang masuk dari Provinsi Riau terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu pada tahun ini.
Teguh mengungkapkan, dirinya bersama 10 orang tim DKPP hadir di Pekanbaru untuk melakukan sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan terperiksa Ketua dan Komisioner KPU Kota Dumai, yakni Darwis, Edi Indra, Siti Khadijah, Parno dan Syafrizal pada Selasa (13/10/2020).
Agenda sidang itu adalah mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu serta para saksi atau pihak terkait yang dihadirkan. Dalam sidang tersebut, DKPP memeriksa Ketua dan Komisioner KPU Kota Dumai, yakni Darwis, Edi Indra, Siti Khadijah, Parno dan Syafrizal masing-masing sebagai Teradu I-V. Mereka diadukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Dumai, yakni Zulfan, Supratman dan Agustri sebagai Pengadu I, II dan III.
Pokok perkara yang diadukan yakni terkait dugaan bahwa para Teradu tidak profesional dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dalam menerbitkan Surat KPU Kota Dumai Nomor 260/HK.07.1–SD/1472/Kota/VII/2020 tentang uji cepat atau Rapid Test, atau Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) tertanggal 16 Juli 2020.
Menurut Pengadu, para Teradu diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan langsung memberikan sanksi kepada Deky Indrawan selaku Anggota PPS Bintan untuk tidak melaksanakan kegiatan pemilihan, apabila belum melaksanakan rapid test. Sedangkan berdasarkan konfirmasi alat bukti dan kajian yang dilakukan oleh para Teradu diketahui bahwa para Teradu belum pernah melakukan teguran sebelumnya kepada Deky Indrawan atau koordinasi dengan para Pengadu terkait pemberian sanksi.
Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, sidang akan dipimpin Anggota DKPP bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Riau.
“Sidang kode etik DKPP bersifat terbuka, artinya masyarakat dan media dapat menyaksikan langsung jalannya sidang pemeriksaan atau melalui live streaming Facebook DKPP, @medsosdkpp dan akun Youtube DKPP,” ungkap Teguh.