MONITOR, Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengungkapkan bahwa perubahan tarif bea meterai dari Rp3.000 dan Rp.6000 menjadi Rp10.000 merupakan langkah yang salah di tengah kondisi perekonomian masyarakat saat ini.
“Diberlakukannya perubahan tarif bea meterai menjadi Rp10.000 merupakan langkah keliru di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Pemerintah harus memikirkan kondisi sosial dan daya beli masyarakat yang sedang tidak baik,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima MONITOR, Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Terlebih lagi, menurut Mardani, harga meterai baru itu akan berlaku di 2021, dimana perekonomian Indonesia baru masuk ke dalam tahap pemulihan setelah dihantam pandemi Covid-19.
“Langkah yang tidak tepat mengingat perekonomian Indonesia yang baru akan memasuki masa recovery di tahun 2021. Terlebih belum adanya pasal/ayat yang kuat dalam mengatur pengawasan dan pengendalian yang menjamin bea meterai yang dipungut oleh pihak yang ditetapkan benar-benar masuk kas negara,” ujarnya.
Di sisi lain, Mardani mengatakan, kebijakan menaikkan bea meterai membuat tekanan pada sektor riil, khususnya bagi pelaku investor dan berpotensi menurunkan jumlah perdagangan saham, karena meningkatnya biaya transaksi.
Seperti diketahui, Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (29/9/2020) lalu akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bea Meterai menjadi sebuah UU.
Dengan demikian, tarif baru meterai Rp10.000 akan mulai berlaku pada 1 Januari 2021 mendatang. Adapun saat ini, ada dua jenis tarif meterai, yakni Rp3.000 dan Rp6.000.
Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto, dalam rapat paripurna mengungkapkan bahwa berdasarkan pendapat akhir mini yang disampaikan oleh fraksi di DPR RI dan Pemerintah, sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU tentang Bea Meterai untuk disahkan menjadi UU. Sedangkan satu fraksi, yaitu PKS, menolak dengan sejumlah pertimbangannya.