Jumat, 22 November, 2024

Pilkada Kota Depok ‘Kering’ Pertarungan Gagasan

Oleh: Yusfitriadi*

Kontestasi Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah baik Pemilihan Guber dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Maupun Walikota dan Wakil Walikota, bukan hanya sebuah rutinitas pergantian kepemimpinan (suksesi), bukan juga hanya sebuah pertarungan antar kekuatan politik. Namun lebih jauh dari itu, bahwa Pemilu dan Pilkada merupakan pertarungan gagasan, baik gagasan pasangan calon secara pribadi maupun gagasan koalisi partai politik yang mengusung pasangan calon tersebut. Pertarungan gagasan tersebut adalah sebuah spirit niat baik, spirit perubahan dan spirit progresifitas untuk menjadikan daerah memberikan harapan dan impian bagi masyarakatnya akan masa depan yang lebih baik. Sehingga Pemilu dan Pilkada tidak hanya menghasilkan pemimpin yang baru namun juga berimplikasi pada harapan baru bagi masyarakat daerahnya. 

Begitupun pada Pilkada Kota Depok tahun 2020 ini, bagi warga depok yang mengharapkan sosok pemimpin baru 5 tahun ke depan, terpaksa harus mengubur mimpinya. Hal itu disebabkan pasangan calon walikota dan wakil walikota depok yang sudah mendaptar ke KPU Kota Depok hanya 2 (dua) pasangan calon. Dari kedua pasangan calon tersebut, dua-duanya calon walikota Depok tahun 2020-2025 merupakan calon petahana. Muhammad Idris dan Pradi Supriatna, merupakan Walikota dan Wakil Walikota Depok periode 2015-2020.

Pada Pilkada 2020 ini keduanya “bercerai” dan menempuh jalan masing-masing dengan kendaraan yang berbeda untuh berhadapan dalam pilkada 2020 ini. Walaupun demikian, warga Depok akan sangat berharap walaupun pada sosok orang tidak berganti, namun spirit dan gagasan harus harus menimbulkan harapan baru di tengah-tengah warganya. Dan harapan-harapan baru itu salah satunya akan sangat terlihat dari sebuah gagasan baik itu dalam bentuk visi dan  misi maupun dalam bentuk prioritas program yang menjadi trade mark atau branding kedua pasangan calon tersebut.

- Advertisement -

Namun nampaknya harapan baru melalui gagasan dan spirit baru pun, sama sekali tidak terlihat baik dari berkas visi, misi dan program unggulan  kedua pasangan calon, maupun pada narasi dan opini yang selama ini dikembangkan di tengah masyarakat Depok khusunya. Sehingga terlihat jelas dalam berkas tersebut ketidakseriusan, tanpa rumusan dan sekedar menggugurkan kewajiban terkait syarat administratif. Begitupun setelah beberapa hari resmi mendaftar sebagai pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut tidak terlihat proressifitas dan kontruktifitasnya dalam menggambarkan gagasan-gagasannya, malah cenderung hanya melempar issu yang “remeh temeh” yang sangat tidak produktif dan tidak mendewasakan dan tidak mendidik.

Visi, Misi dan Prioritas Program Pasangan Calon

Masing-masing bakal pasangan calon secara administrative harus menyerahkan visi, misi atau prioritas program ketika mendaftar sebagai pasangan calon pilkada ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Termasuk dalam hal ini dua bakal pasangan calon yang mendaftar di Kantor KPU Kota depok. Dari berkas yang saya dapatkan, masing-masing pasangan calon membuat visi, misi dan prioritas program terkesan hanya sekedar menggurkan pesyaratan administratif saja. Bagaimana semua narasi yang tertulis dalam berkas tersebut sangat-sangat normative dan tidak mempunyai spirit perubahan, tidak menggambarkan solusi atas permasalahan masyarakat depo secara kekinian, tidak mempunyai niat baik dalam mengangkat potensi masyarakat depok dan tidak terlihat adanya sebuah upaya mewujudkan brand image atau trade mark potensi kjota depok. Baik itu potensi komoditi pertanian dan komoditi produksi lainnya, yang menggambarkan kota Depok mempunyai keunggulan dibandingkan daerah-daerah lainnya.

Yang sangat miris, tidak tergambar dalam visi dan misi kedua pasangan calon tersebut sebuah upaya untuk menciptakan atmosfir pemerintahan yang bersih dan sehat, yang bebas dari berbagai perilaku yang koruptif, kolusi dan nepotisme. Lebih jauh jika kita menganalisis visi dan misi kedua pasangan calon tersebut, tidak juga mendorong penguatan kapasitas sumberdaya manusia secara terukur. Bahkan tradisi kualitas demokrasi dalam budaya berbangsa dan bernegara bagi semua stakeholder sama sekali tidak masuk ke dalam visi dan misi kedua pasangan calon tersebut. Yang membedakan hanyanya kalau pasangan Muhammad Idris dan Imam Budi Hartono lebih rapid dan sistematis, dibandingkan dengan pasangan Pradi Supriatna dan Afifah Aliya yang cenderung asal-asalan tanpa rumusan yang jelas.

Opini yang dikembangkan

Sampai saat ini, setelah bakal pasangan calon tersebut terdaftar di KPU Kota Depok, dan hampir memastikan dua pasangan tersebut yang akan mengikuti kontestasi Pilkada Kota Depok Tahun 2020, tidak ada pernyataan-pernyataan yang mengarah kepada gagasan yang inovatif dan progessif. Sehingga mereka secara tidak langsung hanya memandang Pilkada tidak lebih dari pertarungan electoral, adu kuat masing-masing kekuatan politik dan terkesan hanya menjadikan masyarakat depok sebagai obyek eksploitasi politik, tanpa diberkan harapan-harapan baru yang lebih menyejahterakan. Malah yang dikonsumsi oleh masyarakat luas narasi-narasi perdebatan yang tidak produktif, dan bukan merupakan harapan masyarakat Depok. Seperti polemik yang dipicu oleh pernyataan Imam Budi Hartono yang dianggap pelecehan perempuan oleh Afifah Alia. Berbuntut “pasukan” Afifah akan menempuh jalur hukum atas pernyataan tersebut. Terus narasi-narasi tersebut apa manfaatnya bagi harapan kesejahteraan masyarakat. Mungkin ke depan akan banyak lagi narasi-narasi yang sangat tidak layak dikonsumsi publik, tidak mendidik, hanya untuk kepentingan kontestasi dan tidak memberikan harapan bagi masyarakat. Jika kerangka berpikir masing-masing pasangan calon dalam memandang kontestasi Pilkada hanya sekedar memperngaruhi pemilih yang akan dikonversi menjadi suara.

Kota Depok merupakan kota dimana posisinya sangat strategis, baik dalam konteks geografis, topografis, maupun potensi yang ada di dalamnya. Kota Depok merupakan kota yang sangat potensial untuk mampu memberikan harapan bagi warganya dalam memenuhi hak-hak kehidupannya secara layak. Hal itu tidak akan pernah bisa diwujudkan ketika 5 (lima) tahun ke depan dipimpin oleh orang yang tidak mempunyai spirit yang inovatif dan progressif.

*Penulis merupakan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER