MONITOR, Jakarta – Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB) Nusantara Fadhli Harahab mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu jauh mengintervensi masalah umat beragama. Hal itu ditegaskannya menanggapi polemik da’i atau penceramah bersertifikat yang digulirkan Kementerian Agama bersama sejumlah lembaga negara.
Menurutnya, pemerintah harus membangun komunikasi yang baik dengan pemeluk agama untuk membentuk hubungan yang saling menghormati. Pemerintah tidak boleh terlalu jauh mengintervensi urusan agama apalagi mendikte agama.
“Negara (pemerintah) dan agama harus saling menghormati. Masing-masing punya otoritas. Tidak perlu saling mengintervensi apalagi mendikte,” kata Fadhli dalam keterangan tertulisnya. Kamis (10/9/2020).
Fadhli menambahkan sebagai negara Pancasila, Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula negara agama. Di sinilah kelebihannya, Indonesia mampu menjaga hubungan harmonis antara negara dan agama.
“Hubungan inilah yang harus dijaga. Bahaya kalau sudah jauh saling mengintervensi. Negara tidak perlu terlalu jauh mengurus urusan umat, agama juga sebaliknya,” terangnya.
Terkait hal itu, Alumnus UIN Jakarta itu menilai, pemerintah harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Dia khawatir dai bersertifikat menjadi program yang membatasi syiar agama.
“Kekhawatiran kita program ini menjadi bentuk penyeragaman materi dakwah. Akibatnya, ada pembatasan sistemik dan massif terhadap para dai atau penceramah. Padahal, di Indonesia sangat beragam, banyak aliran, pemahaman, mazhab,” ujarnya.
Kalaupun program sertifikat dai terus bergulir, saran Fadhli, sebaiknya tidak diadakan oleh pemerintah, melainkan oleh ormas keagamaan. Hal ini sedikit menengahi benturan kepentingan antara pemerintah dan pemeluk agama.
“Peran pemerintah untuk menggandeng berbagai komunitas keagamaan menjalin komunikasi yang baik dan intens,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fadhli berpandangan, upaya pemerintah dalam menanggulangi faham radikal perlu didukung semua pihak, untuk itu perlu adanya langkah-langkah strategis hingga penegakan hukum bagi mereka yang menyebarkannya.
“Radikalisme inikan soal pemahaman, harus dilawan juga dengan pemahaman. Lain hal kalau sudah menjurus kepada tindakan menyalahi hukum, seperti ujaran kebencian, menyebar permusuhan, tentu harus ada tindakan hukum. Tetapi sejauh ini saya meyakini mayoritas para dai berpaham wasathiah (moderat),” paparnya.
MONITOR, Jakarta - Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) turut merespon rencana Presiden Republik Indonesia,…
MONITOR, Madiun - Panglima Komando Operasi Udara II (Pangkoopsud II) Marsda TNI Deni Hasoloan S.,…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 13 Tahun 2025…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan memberikan sejumlah catatan terkait gagasan…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan atas penyerangan kelompok kriminal bersenjata…
MONITOR, Jakarta - Guru besar ilmu Fiqih Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khamami Zada menilai…