Sabtu, 20 April, 2024

Sektor Kelautan dan Perikanan jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi KTI

MONITOR, Jakarta – Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang mencakup Sulawesi, Mapua (Maluku-Papua), serta Bali Nusra (Bali dan Nusa Tenggara) memiliki luas wilayah 61% dari luas wilayah Indonesia yang kaya sumberdaya kelautan (70 % dari total potensi perikanan laut nasional).

Adapun Ekonomi kelautan potensial di KTI meliputi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Industri Bioteknologi Kelautan, ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), Pariwisata Bahari, Sumber Daya Wilayah Pulau Kecil, Industri dan Jasa Maritim, dan Transportasi Laut (pelabuhan dan pelayaran).

Demikian disampaikan oleh Pakar Kemaritiman yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber pada acara Temu Wicara Samudera Edisi Daring “Optimalisasi Pengelolaan Potensi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan serta Keterkaitan Antar Sektor untuk  Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia”, Kamis (10/2/2020).

“Pada tahun 2017 Maluku adalah provinsi di KTI dengan produksi perikanan tangkap tertinggi yaitu sebesar 602.970 ton. Sementara produksi Perikanan Budidaya menurut Provinsi Produksi terbanyak berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan (24,22%), disusul NTT (12,12%), dan Jawa Timur (7,38%),” katanya.

- Advertisement -

“Sulawesi selatan adalah provinsi di KTI dengan produksi perikanan budidaya tertinggi pada tahun 2017 yaitu 3.904.808 ton atau 12,36 Triliun Rupiah,” tambahnya.

Namun dengan potensi yang melimpah tersebut, sektor Kelautan dan Perikanan yang seharusnya menjadi tumpuan menurut mantan Menteri kelautan dan perikanan itu saat ini belum termanfaatkan secara maksimal sehingga mayoritas wilayah KTI menjadi masih  terjerembab dalam kemiskinan dan ketertinggalan.

“Tingkat Kemiskinan wilayah KTI sebagian besar (9 Provinsi) masih diatas Tingkat Kemiskinan Nasional. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi KTI sebagian besar (10 Provinsi) sudah dibawah TPT Nasional. Sementara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi KTI sebagian besar (11 Provinsi) masih dibawah IPM Nasional,” terangnya.

Menurut Rokhmin, ada beberapa faktor yang membuat KTI masih belum memanfaatkan potensi sektor kelautan dan perikanan untuk pertumbuhan ekonomi seperti keterdsediaan infrastruktur, pengembangan wilayah perbatasan, Sumber Daya Manusia hingga keberpihakan pemerintah dan sektor swasta bagi pemberdayaan nelayan dan masyarakat pesisir.

“Terbatasnya infrastruktur dan fasilitas yang tersedia dan terkonsentrasi hanya pada wilayah-wilayah tertentu dan belum berwujud sistem jaringan (air bersih, listrik, transportasi dll), Terbatasnya pengembangan wilayah perbatasan,” ujar Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 bidang Riset dan Daya Saing tersebut.

Selain itu, pengelolaan sektor perikanan di KTI menurut Rokhmin yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu sebagian besar masih bersifat tradisional dan subsisten termasuk belum semua provinsi dan kabupaten/kota mempunyai Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut.

“Belum sepenuhnya tersusun peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir dan laut,” tandasnya.

Adapun tantangan pengembangan wilayah KTI, menurut Rokhmin yang paling utama adalah masih besarnya kesenjangan pembangunan antar daerah dan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat (quality of life) antar daerah dan antar desa-kota yang diperkirakan akan semakin meningkat di era desentralisasi dan otonomi daerah.

“Kemudian Meningkatnya kemiskinan, Masih banyaknya daerah-daerah terisolasi; Menurunnya kesempatan kerja dalam berbagai sektor pembangunan wilayah; serta Masih belum optimalnya penanganan wilayah-wilayah konflik di beberapa daerah,” katanya.

Tantangan-tantangan tersebut menghadapi berbagai kendala diantaranya rendahnya kualitas SDM; Lemahnya struktur kelembagaan; Kurangnya konsistensi dan keterpaduan program-program pembangunan maupun berbagai peraturan dan perundangan; Kurangnya keterlibatan masyarakat luas, terutama pihak swasta dan dunia usaha dalam keputusan publik dan pembangunan ekonomi wilayah; serta Kurang menariknya iklim investasi.

“Khususnya yang menyangkut: Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana wilayah, Keterbatasan akses kepada modal/kapital, dan Masih kurangnya insentif fiskal, khususnya di kawasan timur Indonesia,”tandasnya.

Untuk menjawab problematika tersebut, menurut Rokhmin dibutuhkan strategi dalam pengelolaan potensi kelautan dan perikanan KTI salah satunya dengan membuat rencana tata ruang wilayah terpadu darat-laut.

“Buat RTRW terpadu darat – laut secara tepat dan benar di setiap Propinsi, Kabupaten, dan Kota di KTI,” katanya.

Sesuai dengan RTRW, lanjut Rokhmin maka dapat dipetakan potensi produksi lestari, dan DDL (Daya Dukung Lingkungan); setiap Propinsi, Kabupaten, dan Kota di KTI menyusun (revisi) Bluprint Pembangunan Sektor-sektor Kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri bioteknologi kelautan, (4) ESDM, (5) pariwisata bahari, (6) sumberdaya wilayah pulau kecil, (7) perhubungan laut, dan (8) industri dan jasa maritim.

Selain itu, tambah Rokhmin revitalisasi dan pengembangan Kawasan Industri Kelautan Terpadu penting dilakukan untuk hilirisasi dan peningkatan nilai tambah serta multiplier effects sektoral kelautan, minimal satu kawasan di setiap Kabupaten dan Kota pesisir.

“Untuk mendukung kegiatan pembangunan sektor ekonomi kelautan dan kawasan industri kelautan diatas dibutuhkan pembangunan infrastruktur dan sarana yang dibutuhkan,” ungkap Ketua Masyarakat Ketua Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

“Penguatan dan pengembangan konektivitas (jalan darat, trasportasi laut, transportasi udara, dan konetivitas digital) di dalam wilayah KTI, KTI dengan daerah lain dalam NKRI, dan KTI dengan mancanegara (global connectivity),” katanya.

Selain itu hal lain yang tidak kalah penting ungkap Rokhmin adalah Penguatan dan pengembangan marketing regional, nasional, dan internasional. Perbaikan iklim investasi dan ease of doing business hingga world class. Peningakatan kapasitas dan kualitas SDM (human capital), dan Kebijakan politik-ekonomi (seperti moneter, fiskal, perbankan, ITEKS) yang kondusif.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER