Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA
Tahun 2020 ditengah situasi krisis akibat Covid-19, Indonesia kembali menggelar pilkada serentak yang menjadi pesta demokrasi lokal.
Terhitung sejak hari Jumat kemarin (4/9/2020), Komisi Pemilihan Umum ( KPU) menggelar tahapan pendaftaran calon. Tahapan ini akan digelar selama tiga hari dan ditutup pada Minggu (6/9/2020) pukul 24.00.
Mereka yang mendaftar adalah yang mendapat rekomendasi dari partai politik/gabungan partai politik,serta dinyatakan memenuhi syarat sebagai bakal pasangan calon perseorangan oleh KPU. Pendaftaran dilakukan partai politik/gabungan parpol dan bakal paslon ke KPU daerah pencalonan.
Pilkada 2020 digelar pada 270 wilayah lokal di Indonesia yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September.
Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020. Setelah pendaftaran calon ditutup, KPU akan menggelar proses verifikasi persyaratan pencalonan dan syarat calon termasuk tes kesehatan bagi bapaslon hingga 22 September 2020. Penetapan paslon digelar 23 September 2020.
Dalam tahapan pendaftaran calon kepala daerah 2020 digelar beberapa waktu yang lalu, tampak semua kontestan pendaftar Pilkada sangat begitu taat mematuhi setiap aturan protokol kesehatan yang diterapkan oleh KPU.
Aturan protokol kesehatan ini memang telah teruang dalam Pasal 49 Ayat (1) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam. Dalam aturan tersebut dimuat berbagai hal yang harus diperhatikan penyelenggara maupun para calon kontestan Pilkada.
Dalam aturan KPU, semua kontestan pendaftar harus membungkus dokumen yang diserahkan menggunakan bahan yang tahan terhadap zat cair.
Sementara itu, para petugas penerima dokumen pun mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai. Kemudian, membatasi jumlah orang dalam ruangan, tak membuat kerumunan, dan menghindari jabat tangan atau kontak fisik lainnya.
Penyampaian dokumen harus dilakukan dengan jaga jarak, seluruh pihak wajib membawa alat tulis masing-masing, dan tempat pendaftaran harus menyediakan sarana sanitasi memadai. Selain itu, semua yang terlibat Pilkada 2020 wajib menjaga kebersihan di tempat pendaftaran.
Berpolitik Ditengah Pandemi
Ketatnya aturan protokol kesehatan KPU untuk mekanisme pendaftaran membuat suasana kemeriahan politik dalam perhelatan Pilkada tahun ini pun terasa lain dan sedikit membawa suasana cemas.
Karena itu menjadi hal wajar jika diitengah krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 seperti sekarang, kita sangat bertaruh besar terhadap keberhasilan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 apalagi hal yang amat kita sadari belum ada pengalaman pilkada saat menyebar wabah virus.
Karena itu wajar jika banyak masyarakat tampak tak antusias terhadap kontestasi Pilkada tahun 2020.
Merespon kenyataan berpolitik ditengah pandemi Covid-19, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, masa pendaftaran bakal pasangan calon (paslon) Pilkada 2020 pada 4-6 September 2020 ini merupakan pertaruhan bagi pemerintah daerah dan penyelenggara pilkada.
Menurutnya, jika proses pendaftaran berlangsung lancar dan taat protokol kesehatan, publik akan percaya pilkada di tengah pandemi bisa berlangsung aman dan lancar.
Mendagri berharap seluruh pemerintah daerah dan penyelenggara pilkada di 270 daerah mewaspadai perkembangan kondisi di wilayah masing-masing.
Banyaknya daerah yang melaksanakan Pilkada tahun ini membuat Pilkada ditengah pandemi Covid-19 seperti sekarang tak mudah dilaksanakan terlebih terhadap potensi terjadinya penyimpangan pada saat pendaftaran dan pemutakhiran akumulasi keseluruhan data calon pemilih.
Antisipasi Penyimpangan
Membaca geliat Pilkada masa pandemi kita perlu cermat melihat tantangan apa saja yang kemungkinan dihadapi pada saat pelaksanaan Pilkada sudah mulai berjalan.
Ditengah situasi pandemi Covid-19 dalam penyelenggara Pilkada 2020, baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat perencanaan skematis dan praktis mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya penyimpangan Pilkada.
Dalam konteks pengawasan,pihak Bawaslu harus sejak awal mengantisipasi berbagai kemungkinan malpraktik Pilkada 2020 sesuai dengan Indeks Kerawanan Pilkada2020 yang pernah disusun, dengan koordinasi bersama KPU. Termasuk dalam membahas penggunaan anggaran dan beberapa kemungkinan pengalihan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020 akibat situasi darurat karena krisis kesehatan.
Sebagai pelaksana, KPU perlu membuat rekapitulasi elektronik untuk memastikan data yang diinput terverifikasi secara benar. KPU harus memastikan keamanan dan kesahihan rekapitulasi elektronik yang menjadi data resmi hasil pilkada.
KPU juga harus memastikan bahwa data pemilih akurat sebab perselisihan soal data pemilih ini seringkali menggerus tingkat kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu.
Dalam aturan hukum, KPU harus membuat regulasi cara berkampanye baru dimana harus memakai protokol kesehatan. Begitu juga soal bersosialisasi kampanye, KPU harus membuat regulasi dan sanksi tegas jika kemudian internet menjadi satu sumber media utama yang digunakan para peserta Pilkada dalam berkampanye.
Pilkada 2020 di tengah pandemi ini pastinya akan mengubah tata cara berkampanye yang tak lagi simbolik dan tradisional. Para tim pemenangan calon akan dipaksa kreatif menemukan cara baru melakukan kampanye digital melalui perbincangan sosial yang lebih naratif dan edukatif.
Teknologi digital menjadi hal yang berpotensi membuat setiap bentuk pelanggaran pilkada masuk kedalam ruang pidana UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Harus selalu diingat bahwa berkampanye melalui dunia maya berpotensi terlibat dalam penyebaran hoax, ujaran kebencian dan fitnah.
Seperti diatur dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45A (ayat 2) yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan / atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,ras dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak RP.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Akhir kata, semua penyesuaian aturan dalam Pilkada selama masa pandemi Covid-19 haruslah seoptimal mungkin dapat dipersiapkan oleh KPU.
Oleh karena itu, meski Pilkada 2020 ini dirasa sangat berat. Kita berharap kontestasi demokrasi politik melalui Pilkada 2020 dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Penulis adalah Sejarawan dan Direktur Eksekutif Jaringan Studi Indonesia*