Jumat, 26 April, 2024

Resesi Ekonomi dan Penyerapan Belanja Pemerintah yang Bermasalah

Oleh: Abdulloh Hilmi

Menjelang akhir kuartal III 2020, perekonomian nasional diprediksi bakal masuk ke jurang resesi setelah di kuartal sebelumnya pertumbuhan ekonomi minus 5,35 persen. Ini merupakan catatan terburuk perekonomian kita sejak krisis tahun 1998 lalu yang tumbuh minus hingga 16,5 persen.

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita simak definisi dari resesi itu sendiri. Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan.

Artinya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III tahun ini kembali minus, maka sudah dipastikan negara kita masuk ke dalam jurang resesi. Sejumlah ekonom pun telah memproyeksi perekonomian nasional pada kuartal III akan tumbuh negatif. Mengingat dampak pandemi covid-19 saat ini masih berlangsung di seluruh dunia.

- Advertisement -

Salah satu dampak yang mengerikan dari resesi ini ialah masyarakat kehilangan pendapatan karena perlambatan ekonomi membuat perusahaan sulit untuk beroperasi sehingga terpaksa melakukan efisiensi. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh pula terhadap konsumsi dan daya beli masyarakat yang menurun.

Sebagai gambaran, penurunan ekonomi di kuartal II 2020 disebabkan oleh berbagai faktor. Badan Pusat Statistik (BPS) setidaknya mencatat ada 3 sektor yang anjlok, yakni konsumsi, investasi, dan ekspor. Padahal ketiga sektor ini memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Misalnya saja, konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 57,85 persen dari PDB tumbuh minus 5,51 persen. Indikator investasi yang menyumbang 30,61 persen dari PDB juga minus 8,61 persen. Ekspor yang memegang porsi 15,69 persen PDB juga minus 11,66 persen. Impor dengan porsi 15,52 persen tumbuh minus 16,96 persen.

Kemudian konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dengan porsi 1,36 persen tumbuh minus 7,76 persen.

Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah konsumsi pemerintah juga turun hingga minus 6,9 persen. Artinya, government spend yang mestinya bisa menjadi stimulus, malah ikut anjlok. Jika kondisi ini terus belanjut, maka diproyeksikan ekonomi nasional akan sulit membaik.

Tak heran jika Presiden Jokowi beberapa waktu lalu memarahi para menterinya karena penyerapan belanja pemerintah yang bermasalah. Padahal konsumsi pemerintah bisa menjadi daya ungkit saat konsumsi swasta dan rumah tangga menurun. Oleh sebab itu, isu mengenai penyerapan belanja pemerintah saat ini harus segera diselesaikan. Hal tersebut supaya dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional di sisa kuartal tahun ini.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp679 triliun. Jumlah ini seharusnya bisa mendorong perekonomian nasional jika terserap dengan baik. Selain itu, sebaiknya pemerintah memprioritaskan bantuan sosial berupa uang tunai agar roda perekonomian dapat berputar dan ekonomi bisa tumbuh membaik.

Penulis adalah Peneliti Pusat Kajian Keuangan Negara*

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER