Kamis, 22 Mei, 2025

Defisit Nasionalisme Berharap kepada Gerakan Pramuka

Oleh: Ruchman Basori

Refleksi Hari Lahir Gerakan Pramuka ke 59

Tanggal 14 Agustus menjadi hari yang bersejarah bagi jutaan anggota Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka) se-Dunia. Pada tahun 2020 ini menginjak usianya yang ke 59 diperingati dan dirayakan dengan refleksi yang mendalam atas berbagai kiprah dan gerak langkahnya. Terutama dalam menguatkan nilai-nilai kebangsaan di tengah gempura ideologi dunia yang cenderung extrim.

Dulu disebut Gerakan Kepanduan berlahan berubah menjadi Gerakan Pramuka, menjadi wadah untuk menyemai nilai-nilai kecintaan terhadap bangsa dan negaranya.

Kebersamaan, tolong menolong, disiplin, tanggungjawab, kemandirian, jiwa ksatria menjadi nilai lainnya yang dihunjamkan dalam watak dan karakter anggota pramuka.

Berbaju atas cokelat muda dan bawah cokelat tua sebagai simbol formal ditambah topi pramuka dan setangan leher merah putih. Dilengkapi dengan atribut tunas kelapa, pandu dunia dan tanda kecakapan sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Gagah, perkasa dan bersahaja tampilan fisiknya. Ini yang kadang membikin ngiler para gadis belia dan kaum muda untuk jatuh hati kepada pramuka.

Robert Baden Powell pria kelahiran Paddington, London (1857) adalah yang menginspirasi gerakan kepramukaan di seluruh dunia. Beranak pinak tumbuh jutaan kader pramuka termasuk di negeri kita tercinta.

Sejak zaman Orde Baru hingga kini pemanggul setia tunas kelapa ini mendapat tempat tersendiri. Di era reformasi walau sempat meredup, tetapi posisinya kini bertambah kuat setelah lahir Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

Kita banyak berharap melalui pelbagai kegiatan kepramukaan, akan muncul patriot-patriot sejati harapan bangsa, pejuang kemanusiaan yang tak kenal lelah dan tanpa batas. Muncul kader-kader penggerak masyarakat yang lahir dari bawah (gress roote) yang memahami masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pada saat yang bersamaan juga, ekspektasi akan lahirnya para pemimpin yang transformatif dan merakyat dipertaruhkan dalam wadah gerakan pramuka.


Nilai Perjuangan

Code of condac Gerakan Pramuka telah memberikan landasan dan nilai juang yang senantiasa hidup dan menjadi pedoman dalam cara berfikir, bersikap dan berprilaku anggota pramuka. Kita kenal tiga nilai penting yang disebutnya sebagai janji yaitu Tri Satya.

“Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh: Pertama, menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengamalkan pancasila. Kedua, menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat. Ketiga, menepati Dasa dharma” demikian yang tertulis dalam kalbu aktivis pramuka.

Ditambah lagi dengan 10 landasan fundamental, etika dan moral yang senantiasa dihafalnya yang diberi nama Dasa Dharma Pramuka. Janji dan komitmen pramuka Indonesia untuk: (1). Takwa kepada Tuhan yang Maha Esa; (2). Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia; (3). Patriot yang sopan dan kesatria; (4). Patuh dan suka bermusyawarah; (5). Rela menolong dan tabah; (6). Rajin, terampil dan gembira; (7). Hemat, cermat dan bersahaja; (8). Disiplin, berani dan setia; (9). Bertanggung jawab dan dapat dipercaya dan (10). Suci dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan.

Kedua nilai etik normatif tersebut digali dari kekayaan intelektual, historis dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat (local wisdom). Karenanya, para anggota pramuka disemua tingkatan dari Sabang sampai Merauke wajib mengamalkannya.

Kwarnas Gerakan Pramuka sampai Gugus Depan berkewajiban menjadi pengawal agar tri satya dan dasa darma termanifestasikan dalam kegiatan perkemahan, kegiatan bhakti, seni budaya dan berbagai kegiatan teknis kepramukaan lainnya.

Code of condac akan memandu siapa saja agar tetap lurus menjadi warga bangsa yang selalu berkontribusi dalam derap langkah perjuangan. Pramuka telah menjadi cultur yang mapan, karena didukung dengan seperangkat aturan yang mapan dan kepengurusan dari satuan pendidikan terendah (Gugus Depan) hingga pusat (Kwartir Nasional).


Musuh Bersama

Dekadensi moral, karakter dan akhlak bangsa yang diindikasikan dengan prilaku korupsi, kekerasan, pelecehan seksual dan tercederainya kepribadian bangsa harus menjadi konsen bersama. Angka korupsi kita walaupun mengalami penurunan, tetapi telah berdampak sistemik pada aspek kehidupan yang lain.

Dampaknya, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang mestinya dapat lebih baik, menjadikan kita harus bersabar, karena praktek korupsi yang sudah masuk ke tulang sumsum anak negeri. Ini menjadi musuh bersama (common enemy) yang harus kita perangi.

Kontestasi paham keagamaan yang akhir-akhir ini berkembang dan masuknya paham keagamaan dan gerakan trans nasional yang mengusung idiologi khilafah Islamiyah menambah keprihatinan kita sebagai bangsa.

Gerakan Islam baru yang masuk ke negara kita disinyalir telah mulai tumbuh setidaknya sejak tahun 1980-an melalui forum-forum kajian di Rohani Islam (ROHIS) di Sekolah dan masjid-masjid kampus dalam bentuknya ke gerakan usrah. Dikhawatirkan ini menjadi pintu bagi bibit-bibit paham dan gerakan keagamaan di luar mainstream di Indonesia.

Semangat kebangsaan kita terdistorsi justeru oleh produk pendidikan kita sendiri. Lalu muncul apa yang kita sebut devisit nasionalisme yang justeru muncul dalam jantung pendidikan kita di sekolah dan perguruan tinggi.

Angka-angka riset tentang intoleransi dan radikalisme di kalangan mahasiswa yang mencapai 39% cukup mengkhawatirkan.(Alvara Riset Institut).

Pada saat yang sama, muncul berita bohong (hoax) menjadi konsumsi sehari-hari dan melahirkan rasa memudarnya kepercayaan warga negara terhadap pemimpin bangsanya. Fitnah dan konflik di media sosial (dunia maya) yang akhirnya sampai ke dunia nyata menjadi masalah tersendiri.

Masjid, sekolah, madrasah dan majlis-majlis taklim juga tidak serta merta terbebas dari pengaruh hoax dan paham radikal yang mestinya harus menjadi desiminator Islam yang rahmatan lil alamin.

Kita banyak berharap kepada kekuatan masyarakat (civil society) dalam hal ini Gerakan Pramuka dan Ormas Kepemudaan semacam Ansor dan Banser. Selama ini organisasi itu, mempunyai akar yang kuat di masyarakat dan mempunyai struktur dari Pimpinan Ranting hingga Pimpinan Pusat. Dari Gugus Depan sampai Kwarnas. Mereka juga mempunya sistem kaderisasi dan tata nilai yang berkembang kuat. Relatif mapan untuk membangun gerakan nasionalisme.

Musuh bersama kita adalah kelompok yang anti Pancasila dan NKRI. Kelompok yang mengusung idiologi kekerasan (violence) yang kadang mengatasnamakan agama. Mereka tidak ingin Indonesia dengan 260 juta penduduknya hidup aman, damai dan sejahtera.

Mereka adalah kelompok yang mencintai agamanya tetapi abai terhadap bangsa dan negaranya. Sebaliknya muncul kelompok yang mencintai agama dan bangsanya namun abai terhadap agamanya.

Yang dibutuhkan sekarang adalah profil anak bangsa yang mencintai agama dan juga bangsa dan negaranya. Demikian pula sebaliknya. Sekali lagi bangsa ini menaruh harapan yang besar pada Gerakan Pramuka yang kini menjamur dalam wadah-wadah lembaga pendidikan dan teriotori tertentu. Pesan yang ingin disampaikan adalah agar tidak terjadi devisit nasionalisme.

Di hari lahirnya yang ke 59 menjadi momentum strategis agar Gerakan Pramuka merevitalisasi dirinya untuk menjadi kekuatan srategis melawan gerakan intoleran dan radikal. Pengembangan ketrampilan sangat penting namun tak kalah pentingnya adalah menempa kader bangsa yang saat ini berada dalam jalur pendidikan menjadi tak kalah pentingnya.

Gerakan Pramuka bersama elemen bangsa lainnya mengambil peran penjaga garda terdepan nasionalisme. Seraya menguatkan paham keagamaan anggotanya agar mempunyai pemahaman keagamaan yang terbuka dan moderat.

Dalam konteks Kementerian Agama, maka nilai-nilai dan semangat moderasi beragama juga harus ditanamkan pada anggota Gerakan Pramuka khususnya di bawah lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Kurikulum pendidikan dan latihan Gerakan Pramuka harus direvitalisasi agar menjamin para anggotanya mempunyai perspektif yang luas dan mendalam tentang keagamaan dan ke-Indonesiaan. Tentu diawali oleh peningkatan kapasitas dan performanece para pelatih, pembina dan juga pengurus Gerakan Pramuka dari Gugus Depan hingga Kwartir Nasional.

Tak kalah pentingnya adalah adaptasi gerakan pramuka dengan munculnya generasi baru millenial Indonesia. Program-program dan kegiatan kepramukaan harus lebih menarik sesuai dengan langgam dan karakter milenial.

Hidup di alam terbuka dan permainan sebagai salah satu bentuk kegiatanya harus mampu di kemas pada era kekinian termasuk degan anak-anak muda millneial yang adaptif dan inovatif dengan teknologi informasi. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Penulis adalah Kepala Sub Direktorat Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER