MONITOR, Jakarta – Diversifikasi pangan yang digaungkan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam memperkuat ketahanan pangan nasional terus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Beberapa diantaranya datang dari kalangan Akademisi.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Daman Huri mengatakan bahwa gerakan tersebut merupakam gerakan masyarakat dan moral yang harus dijalankan semua orang untuk membangun pertanian Indonesia yang lebih baik.
“Fungsi dari pertanian itu karena kita adalah negara agraris dan mayoritas penduduknya adalah petani. Maka menurut saya, diversifikasi pangan adalah gerakan moral yang memberi dampak pada ekonomi lebih besar,” ujar Daman Huri, Selasa, 11 Agustus 2020.
Menurut Daman Huri, gerakan tersebut perlu didorong menjadi gerakan besar agar masyarakat mampu memenihi kebutuhan gizi baiknya sehari-hari.
“Program ini perlu kita dorong karena di lapangan masih banyak petani yang harus kita bantu. Saya kira program ini perlu kita dorong dan support,” katanya.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila), Irwan Sukri Banua mengatakan, gerakan pangan lestari sangat tepat dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Bahkan menurut dia gerakan ini merupakan konsep pencegahan dan penanganan pengendalian Covid-19.
Di Lampung, kata Irwan, Unila sendiri sudah merancang program ketahanan pangan dengan melibatkan lembaga dan instansi lain untuk peningkatan berbagai komoditas pangan.
“Kita libatkan kelompok mahasiswa tingkat akhir dari fakultas Pertanian Lampung untuk terlibat dalam program pemanfaatan lahan pekarangan lestari ini. Ke depan, kami akan melibatkan masyarakat secara luas,” katanya.
Mengenai hal ini, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi mengaharapkan bahwa dalam situasi seperti sekarang ini masyarakat mampu memanfaatkan lahan sempit dan pekarangan sebagai tempat bercocok tanam baik sayur maupun buah.
“Dalam situasi pandemi yang masih berlangsung ini, kita harus terus menggenjot produksi pangan lokal. Apalagi Indonesia kaya akan pangan lokal seperti sagu, singkong, jagung, ubi, dan lainnya. Kita bisa manfaatkan lahan sempit dan pekarangan sebagai tempat bercocok tanam,” katanya.
Dedi mengatakan, sebagai negara tropis pertanian Indonesia sangat diuntungkan karena mendapat sinar matahari berlimpah dengan suhu yang sangat cukup, kemudian memiliki sumber air yang banyak, serta tanah yang subur. Kondisi ini membuat masyarakat bisa melakukan cocok tanam setiap saat dan dimana saja.
“Saya minta petani, penyuluh, dan petani milenial, untuk terus tanam. Jangan biarkan sejengkal tanah tidak tanam, jangan sampai ada waktu kosong untuk tidak tanam. Di mana saja, kapan saja, kita harus tanam, tanam, dan tanam. Utamanya, tanam komoditas pangan lokal,” katanya.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri menjelaskan, saat ini masyarakat bisa melakukan Gerakan tersebut melalui konsep “Pangan dari Pekarangan”. Konsep ini, kata Kuntoro, dinilai bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga secara swadaya, termasuk mendukung gerakan Kemandirian Pangan nasional.
“Intinya setiap keluarga bisa mensubstitusi kebutuhan pangannya. Masyarakat bisa membangun kebun keluarga dengan memanfaatkan lahan kosong dan pekarangan rumah yang sempit,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Cireundeu, Jajat Sudrajat, menyambut baik gerakan diserfikasi pangan lestari yang digaungkan Kementan dalam memperkuat produksi pangan lokal.
Jajat mengatakan, dukungan tersebut sudah dibuktikan masyarakat kampung adat Desa Cireundeu yang sejak puluhan tahun mengkonsumsi beras berbahan singkong sebagai makanan pokok. Menurutnya, pangan lokal memiliki berbagai macam manfaat yang baik untuk tubuh.
“Indonesia memiliki pangan lokal yang sangat berlimpah dan dapat dimanfaatkan karena bergizi tinggi dan sehat. Kami tidak lagi mengkonsumsi beras dari sawah. Kami justu mengembangkan pangan olahan dari singkong,” katanya.
Sebagai informasi, Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya dibentuk pada tahun 2018 dengan luas lahan 20 hektare yang ditanami seingkong untuk diolah menjadi beras singkong dan menjadi makan pokok seluruh warga Cireundeu.