MONITOR, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengeluarkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Terbitnya menandai pencabutan larangan ekspor benih lobster yang diterbitkan oleh pendahulunya, Susi Pudjiastuti bernomor 56/PERMEN-KP/2016.
Menyikapi bongkar-pasang kebijakan tersebut, Serikat Nelayan Indonesia (SNI) menilai hal tersebut menunjukan ketiadaan Rencana Pengelolaan Lobster (RPP Lobster) yang sungguh-sungguh yang dilakukan pemerintah Indonesia. SNI menyebut dengan disahkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12 Tahun 2020, mendorong para nelayan pencari lobster hanya sebagai tenaga tanpa mengetahui dan bisa mengakses harga bening lobster ditingkat perusahaan.
“Walau harga bening lobster dihargai 5000 rupiah dan ada sanksi pencabutan izin perusahaan eksportir jika harga pencari benih lobster diangka rendah dibawah 5000 rupiah, pertanyaannya bagaimana mekanisme penyelesaian harganya. Tidak hanya benig lobster, semua komoditi perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia, Budi Laksana dalam keterangan tertulisnya kepada MONITOR. Selasa (6/7/2020).
Menurut Budi, Baik yang tangkap dan budidaya para nelayan tidak mengetahui harga yang sejauh ini masih dimonopoli oleh pengepul dan perusahaan. Harga yang diperoleh oleh para nelayan pencari benih lobster di daerah Cianjur Pantai Selatan Jawa Barat rata-rata yang diterima nelayan hanya 1500 rupiah untuk ukuran satu ekor benih lobster jenis pasir dan mutiara.
Budi menambahkan jika Kepmen 12/PERMEN-KP/2020 secara tersirat mendorong nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan sebagai produsen/penyedia utama lobster di hulu agar (dengan harapan) kesejahteraan mereka meningkat.
“Pertanyaan sederhana, jika penangkapan benih lobster dilegalkan kemudian secara serampangan pencarian dilakukan maka sumber daya benih lobster akan semakin habis. Lalu siapa yang diuntungkan perusahaan atau kelompok nelayan yang kemudian banyak perusahaan berbondong-bondong mencari KTP nelayan dalam melegitimasi perusahaan dalam membina nelayan,” terang Budi.
Budi menegaskan janji manis itu terlihat makin jauh untuk nelayan kecil ketika mencermati definisi nelayan kecil. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 48/KEP-DJPT/2020 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Benih Bening Lobster sebagai turunan dari Kepmen 12/PERMEN-KP/2020 definisi nelayan kecil tidak konsisten dengan definisi nelayan kecil pasal 1 poin 4 UU 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
“Penting memang adalah, pengelolaan benih loster dalam negeri. jangan keuntungan jangka pendek saja yang perlu dipikirkan. Tetapi jangka panjang juga dengan melibatkan para nelayan pencari lobster sebagai steakholder yang tidak terpisahkan dalam jalur distribusi dan perdagangan benih lobster ini. Jangan nelayan hanya diupah sebagai tenaganya saja, tetapi bisa sejajar dalam kerangka bisnis benih lobster, dan jangan selalu diistemewakan perusahaan eksportir karena selama ini juga tidak ada dampaknya langsung kepada nelayan,” katanya.
Menyimak perkembangan kebijakan penangkapan dan ekspor benih bening lobster ini, SNI lanjut Budi meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan benar-benar konsisten membela dan memperjuangkan hak-hak nelayan kecil sebagai produsen pangan baik sumberdaya ikan yang ditangkap maupun dibudidayakan sebagaimana Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam No.7 Tahun 2016.
“Tidak mengatasnamakan nelayan kecil untuk kepentingan pengusaha eksportir. Tetapi para nelayan hanya tenaganya yang diekploitasi tanpa diberikan kesempatan,” ungkapnya.
SNI tegas Budi juga Kementerian Kelautan dan Perikanan dan instansi yang terkait melibatkan kelompok dan organisasi nelayan baik di tingkat pusat maupun daerah dalam penetapan harga perikanan tertinggi dan terendah yang berpihak pada nelayan.
SNI juga memandang perlunya disusun rencana pengelolaan perikanan lobster yang melibatkan kelompok nelayan, dan organisasi nelayan dengan basis data dan hasil penelitian yang akurat.