MONITOR, Jakarta – Cendikiawan Muda Nahdatul Ulama (NU), Nur Ahmad Satria mengapresiasi penelitian dan riset yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap inovasi antivirus berbahan dasar tanaman eucalyptus. Menurut Dia, inovasi ilmiah tersebut sangat diperlukan karena eucalyptus dibanyak negara juga dikenal sebagai anti virus.
“Saya kira kontribusi para ahli dan peneliti kita terhadap inovasi eucalyptus baik berupa kalung, inhaler ataupun roll on sangat bagus dan harus diapresiasi. Kenapa demikian, karena inovasi ini adalah sebuah usaha peneliti kita yang tentu sudah dikaji dengan riset secara dalam, sehingga perlu didukung untuk memperbanyak produksinya oleh industri atau swasta” ujar Satria, panggilan akrab Nur Ahmad Satria ketika dihubungi, Minggu, 5 Juli 2020.
Sebagai akademisi, Satria menyayangkan pandangan sejumlah pihak atas ketidakpercayaan atas hasil riset dari Litbang Kementan. Namanya ilmiah, kata dia, pendekatan yang dilakukan otomatis bukan pendekatan asal-asalan atau penelitian tanpa riset.
“Saya itu orang akademisi yang harus saintifik dalam melihat sesuatu. Artinya kalau pendekatanya ilmiah dan kalau produk itu sudah diuji oleh para ahli setidaknya kita harus mengapresiasi. Ini kan bukan penelitian hayalan atau megic. Ini penelitian ilmu,” katanya.
Dari sisi agama, Satria juga menerangkan kalau kalung aromaterapi eucalyptus bukan sesuatu yang dilarang. Kalung tersebut layak pakai untuk semua orang, termasuk kaum pria karena bukan terbuat dari emas dan perak.
“Apalagi ini untuk kesehatan. Oleh karena itu bagi temen temen yang menggugat dengan konteks agama, bagi saya aga aneh juga ya. Apalagi ini ada pendekatan kesehatannya,” katanya.
Terakhir, Satria percaya langkah kementan yang sudah melakukan kerjasama dengan perusahan swasta produsen minyak kayu putih Caplang adalah langkah yang tepat dan sangat bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
“Saya percaya kerjasama dengan pihak ketiga adalah langkah tepat. Apalagi perusahaan caplang adalah perusahan besar yang bergerak di ranah minyak Eucalyptus,” tutupnya.
Sebagai informasi, produk antivirus eucalyptus sudah tersedia dalam berbagai bentuk seperti kalung, inhaler, roll on, salep, balsem, dan diffuser.
Mengenai hal ini, Kepala Balai Besar penelitian Veteriner, Indi Dharmayanti menjelaskan bahwa produk ini efektif digunakan setiap hari selama beraktivitas. Sebab hanya dengan 5-15 menit diinhalasi akan efektif bekerja sampai ke alveolus. Artinya dengan konsentrasi 1 persen saja sudah cukup membunuh virus 80-100 persen.
“Produk ini dapat melegakan saluran pernapasan, kemudian menghilangkan lendir, pengusir serangga, disinfektan luka, penghilang nyeri, mengurangi mual, dan mencegah penyakit mulut,” kata Indi.
Indi menjelaskan, bahan aktif utamanya terdapat pada cineol-1,8 yang memiliki manfaat sebagai antimikroba dan antivirus melalui mekanisme M pro. M pro adalah main protease (3CLPro) dari virus corona yang menjadi target potensial dalam penghambatan replikasi virus corona. Penelitian menunjukkan Eucalyptol ini berpotensi mengikat protein Mpro sehingga menghambat replikasi virus.
“Manfaat tersebut dapat terjadi karena 1,8 cineol dari eucalyptus disebut eucalyptol dapat berinteraksi dengan transient receptor potential ion chanel yang terletak di saluran pernapasan,” katanya.
Ke depan, inovasi antivirus berbasis eucalyptus ini dapat menjadi harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan eucalyptus dalam mencegah virus covid-19.