Jumat, 19 April, 2024

IMM: Mas Nadiem Gagal Pegang Kendali Pendidikan

MONITOR, Jakarta – Kemarahan Presiden Joko Widodo kepada para menterinya dalam rapat kabinet Indonesia Maju yang digelar 18 Juni lalu, menjadi pertanda iklim yang tidak sehat atas kinerja para Menteri.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM), Najih Prasetyo, mengatakan Jokowi tampak tidak puas terhadap kinerja para pembantunya terlebih ditengah masa pandemi Covid-19 ini. Jokowi bahkan menilai kinerja para menterinya biasa-biasa saja, tak memberikan progres yang sangat signifikan.

“Satu diantara yang patut menjadi sorotan kinerja para menteri adalah Mas Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mas Nadiem tidak memberikan terobosan yang berarti ditengah pandemi Covid-19 khususnya,” ujar Najih Prasetyo, dalam keterangan tertulis yang diterima MONITOR, Jumat (3/7).

Dalam penilaian DPP IMM, Najih menyebut ada beberapa hal yang menunjukkan kegagalan Nadiem Makarim dalam menentukan arah pendidikan. Pertama, Nadiem dinilai gagal membuktikan janji merancang dan menghadirkan aplikasi digital bagi dunia pendidikan. Pemanfaatan teknologi, pembuatan aplikasi digital sebagaimana yang dikehendaki dan diminta presiden telah gagal dilakukannya.

- Advertisement -

“Janji waktu yang diutarakan enam bulan, tak kunjung selesai. Padahal di masa Covid-19, peranan teknologi sangat dibutuhkan. Mas menteri alergi turun langsung ke bawah. Kerjanya hanya seputaran Jakarta saja. Maka tak heran saat terkaget-kaget mendengar informasi terjadi ketimpangan sosial dan akses listrik, internet belahan daerah di Indonesia. Mas menteri menjadi elitis baru dalam kabinet Indonesia Maju,” terangnya.

Selain itu, praktik melanggengkan kekuasaan juga terlihat aktif. Seperti susunan komposisi kementerian yang tak kunjung usai hingga detik ini, serta mengabaikan Perpres dan Permendikbud. Misalnya, ketiadaan Wamen dan juga Plt Dirjen dan Direktur di Kemendikbud.

Berdasarkan informasi struktur tim menteri terlalu gemuk, serta pengambilan peran yang dominan. Dominasi tim menteri dinilai merusak kinerja birokrasi. Pasalnya, jumlahnya lebih dari 20 orang (tim teknis) diluar Stafsus Menteri yang jumlahnya lebih dari 3 orang, sangat gemuk dan memboroskan anggaran.

“Yang lebih berkuasa dan menentukan kebijakan, termasuk alokasi anggaran, adalah tim stafsus dan teknis menteri. Dirjen dan Direktur tidak punya kewenangan, ibarat tamu di rumah sendiri. Ini menyalahi aturan dan etika birokrasi. Ada kecenderungan maladministrasi yang dilakukan tim Mas Nadiem,” kritiknya.

Najih juga menyesalkan Mendikbud lebih menggandeng pihak swasta asing dalam pengembangan pembelajaran yang mengabaikan kondisi Indonesia. Sebagaimana kerjasama dengan Netflix dan Chrome. Menurutnya, tidak ada urgensi yang mendesak dilakukannya kerjasama tersebut. Selain itu, kerjasama ini dinilai akan memperpanjang kesenjangan antara kelas menengah dan bawah secara ekonomi, sebab keterbatasan akses.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER