MONITOR, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Mahfuz Sidik, meminta pemerintah cermat dan hati-hati dalam menerapkan tatanan normal baru (new normal). Ia berharap masyarakat diberikan edukasi agar memahami secara benar istilah new normal dan penerapannya.
“Pemerintah perlu cermat dan hati-hati dalam menerapkan new normal. Perlu edukasi masif ke warga masyarakat agar memahami benar maksud new normal,” kata Mahfuz dalam keterangannya, Kamis (25/6).
Menurut Mahfuz, ada kekeliruan sebagian masyarakat dalam memahami new normal. New normal dimaknai kembali ke kehidupan seperti semula, padahal ditambah dengan protokoler kesehatan. New normal dilakukan karena belum ditemukannya obat dan vaksin corona, serta pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan bakal berakhir. Bahkan Status Keadaan Darurat Bencana Non alam Covid-19 sebagai Bencana Nasional juga belum dicabut pemerintah.
“Jadi new normal itu kita harus beradaptasi dengan aktivitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, menjaga jarak dan menghindari kerumuman serta rajin mencuci tangan,” papar dia.
Mantan politikus PKS itu juga menambahkan, masyarakat akan kembali hidup normal setelah vaksin ditemukan.
“Seluruh dunia juga tidak tahu, karena virus ini, untuk vaksinnya belum ditemukan. Jadi, maka dari itu, sampai dengan vaksin belum ditemukan, kita harus bisa selalu berhadapan dengan virus ini,” sebutnya.
Akibat salah dalam memaknai new normal, lanjut Mahfuz, angka positif Covid-19 kembali meningkat tajam. Pada Rabu (24/6), tercatat penambahan sebanyak 1.113 kasus, sehingga total kasus positif Covid-19 di Indonesia berjumlah 49.009 orang. Hal ini menunjukkan masih tingginya sumber penularan di masyarakat.
Dalam penerapan new normal, pemerintah perlu fokus pada penguatan ekonomi masyarakat kecil yang terdampak Covid-19. Mahfuz mewanti-wanti pemerintah jangan membuat program yang dinilai menghambur-hamburkan uang negara seperti Kartu Prakerja yang menimbulkan pro kontra.
“Pemerintah perlu fokus pada penguatan ekonomi masyarakat kecil dan jangan sampai ada kebijakan program yang dipersepsi masyarakat sebagai ‘buang-buang’. Misalnya program pelatihan Prakerja senilai Rp 5 triliun lebih yang bikin heboh sampai KPK turun tangan,” pungkas mantan Ketua Komisi I DPR RI itu.