MONITOR, Gunungkidul – Partisipasi masyarakat Gunungkidul cukup tinggi dalam upaya memajukan pertanian di Bumi Handayani. Wilayah Kapanewon Semanu berhasil merealisasikan keinginan petani yang tergabung dalam poktan untuk mempelajari teknologi baru berupa pelaksanaan demplot percontohan Turiman Jale (Tumpangsari Tanaman Jagung dan Kedele). Kelompok tani Karya Dewasa, Semuluh Lor, Ngeposari ,Semanu dengan ketua Harjo Suwito melaksanakan panen demplot Turiman Jale.
Hadir pada kesempatan tersebut Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Bambang Wisnu Broto dan jajaran, Kapanewon Semanu di wakili Kepala Jawatan Kemakmuran Kapanewon Semanu, Ulu Ulu Desa Ngeposari mewakili Lurah Desa Ngeposari, para penyuluh pertanian Balai Penyuluhan Pertanian Semanu.
Heni Fahmiati, petugas penyuluh lapangan Desa Semanu melaporkan bahwa luas demplot Turiman Jale seluas 2.500 m2 ditanami jagung hibrida dan kedele Grobogan dengan teknologi Turiman Jale sebagai sarana belajar poktan untuk pengenalan teknologi baru. Jagung hibrida dihitung setara jagung monokultur namun diatur jarak tanamnya sehingga ada lajur/lorong untuk pertanaman kedele.
“Hasil ubinan kedele didapat 1 ton perhektar wose, sedang jagung diperkirakan 6,7 ton perhektar pipil kering,” kata Heni dalam kegiatan panen demplot Turiman Jale, Senin (22/6/2020).
Budiyono, Kepala Seksi Programa Penyuluhan menjelaskan bahwa di Kapanewon Semanu ada 6 titik lokasi demplot Turiman Jale yang didanai program PIWK. Salah satunya di Semuluh Ngeposari Semanu. “Pola tanam tumpangsari di Gunungkidul sebenarnya sudah biasa, namun yang perlu dibenahi adalah tata tanam dalam lorong lorong yang beraturan sehingga produksi tanaman bisa optimal,” ujar Budiyono.
“Hasil demplot di Semuluh dapat menjadi sarana belajar para petani untuk pengembangan Turiman Jale di masyarakat sekitar,” pinta dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Bambang Wisnu Broto berharap pola Turiman Jale dapat berkembang di masyarakat karena memberikan pendapatan yang lebih jika dibanding melakukan penanaman secara monokultur.
Apabila petani menanam jagung secara monokultur hanya akan mendapat pendapatan dari hasil jagung saja sebesar Rp 22,7 juta dari hasil 6,7 ton jagung pipil dan harga Rp 3.400,- per kg, namun dengan tambahan kedele dalam tumpangsari akan mendapatkan tambahan Rp 8 juta,dari hasil 1 ton kedele wose seharga Rp 8.000,- per kg.
“Total pendapatan petani dari jagung, kedele dan tebon jagung sekitar Rp 34 juta per hektarnya dengan model Turiman Jale. Selain itu pola Turiman Jale akan mendongkrak luas tanam kedele se kabupaten apabila petani mau menerapkannya,” jelas Broto.
Untuk diketahui, saat ini petani kedele se Gunungkidul telah berhasil panen kedele seluas 3.104 ha pada musim tanam kedua. Diperkirakan produksi kedele dengan produktifitas rata rata 1,2 ton per hektar dicapai produksi musim tanam kedua sebesar 3.724 ton kedele wose.
Jika dihitung dengan panen kedele musim pertama mencapai 617 ton wose, maka sampai dengan subround 2 didapat hasil produksi kedele total kumulatif 4.341 ton.
Terpisah Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan Kementan bersama pemerintah daerah (Pemda) serta para mitra terus berupaya dalam menjaga stok pangan dalam negeri sehingga ia berharap masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pasokan pangan dalam negeri.
Sesuai dengan arahan Mentan SYL, ketersediaan, distribusi dan harga pangan selama pandemi Covid-19 harus aman termasuk kedelai, karena kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein utama bagi masyarakat.
“Hal ini juga menjadi arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi bahwa Kementan akan berusaha menjamin ketersediaan bahan pangan pokok dan mengupayakan kelancaran distribusi pangan yang terjangkau sampai dengan konsumen,” tegasnya.