MONITOR, Jakarta – Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Sudi Mardianto mengatakan penurunan NTP bulan Mei 2020 adalah fenomena yang logis di tengah pandemi Covid-19 yang kebetulan bersamaan dengan masa panen raya. Bahkan pada Mei 2019, dalam situasi normal (tidak ada pandemi Covid-19), suplai produksi pertanian yang berlebih akibat panen raya, NTP juga menurun.
Seperti diketahui, BPS pada tanggal 2 Juni 2020 mengumumkan Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Mei 2020 sebesar 99,47 atau turun 0,85 persen dibanding NTP bulan April (100,17). Menurut BPS, penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 0,86 persen, lebih besar dibandingkan dengan penurunan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang juga turun sebesar 0,01 persen.
Sudi mengatakan saat ini Pandemi Covid-19, selain menimbulkan permasalahan kesehatan juga mempengaruhi seluruh sektor ekonomi, tidak terkecuali sektor pertanian. Pelemahan ekonomi secara menyeluruh (baik domestik maupun global) telah memberikan tekanan yang sangat besar terhadap sektor pertanian.
“Penurunan permintaan produk pertanian pada saat Pandemi Covid-19 sebagai akibat dari terganggunya proses distribusi dan penurunan daya beli; memperparah kondisi panen raya yang secara baku terjadi pada bulan Februari-Mei,” katanya di Bogor, Senin (8/6/2020).
Sebenarnya, tahun 2019 (pada situasi normal tanpa Pandemi Covid-19), selama periode Januari-Juni, NTP juga menurun dari 100,64 menjadi 99,45. Saat ini, tertundanya jadwal tanam pada akhir tahun 2019 dan diperparah dengan pandemi Covid-19; diduga akan memicu pola penurunan NTP yang sama selama periode Januari-Juni 2020.
“Penurunan NTP selama pandemi Covid-19 merupakan konsekwensi yang sulit dihindari ditengah terjadinya stagnasi ekonomi secara menyeluruh,” terangnya. Artinya, petani tidak dapat terhindar dari pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini.
Untuk itu, sudah sangat tepat kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin, termasuk petani, tandas Sudi. Bantuan sosial yang secara khusus diberikan kepada petani dapat mengkompensasi penurunan NTP.
Fakta-Fakta Yang Berpengaruh
Sudi menambahkan, fakta empiris menunjukkan harga produk pertanian mengalami tekanan yang diakibatkan panen raya, gangguan distribusi akibat penetapan PSBB, penurunan daya beli, dan pelemahan sektor ekonomi yang terkait dengan sektor pertanian, utamanya hotel, restoran, dan katering (HOREKA).
Bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial dan Kementerian Desa, dapat mengkompensasi penurunan daya beli petani yang diakibatkan oleh penurunan harga produk pertanian. Bantuan sosial ini diharapkan dapat menjaga semangat petani untuk tetap melanjutkan usaha budidayanya.
“Kebijakan Normal Baru, terutama di sektor pariwisata, diharapkan dapat memulihkan permintaan produk pertanian, sehingga dapat memperbaiki harga di tingkat petani”, lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Politika Institute, Zainul Sukrin menilai terciptanya kinerja makro ekonomi ini menunjukkan bahwa program kerja yang diimplementasikan Kementerian Pertanian (Kementan) di tahun 2020, khususnya di masa pandemi covid 19 sangat efektif dan tepat sasaran. Sebab terjadinya ekspor karena produksi pangan surplus sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun juga pangan petani Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dunia.
“Bila pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dapat melakukan ekspor di tengah pandemi dan kebutuhan pangan dalan negeri terpenuhi, maka itu prestasi. Perangkat dan program kerjanya mampu membuat petani bekerja di tengah keganasan virus corona dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” demikian tegas Zainul diJakarta, Minggu (7/6/2020).
Zainul menambahkan BPS mencatat bahwa inflasi pada Mei 2020 berada pada posisi rendah yakni angka 0,07% karena berbagai faktor, di mana beberapa diantaranya yaitu kesiapan pemerintah dalam mengantisipasi permintaan pangan untuk Hari Raya Idul Fitri. Artinya, produksi dan distribusi pangan selama masa pandemi corona tidak ada masalah yang berarti.
“Yang penting dicatat di sini selain faktor produksi adalah bahwa kebijakan politik pangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mampu mengkonsolidasikan semua pihak, pemerintah daerah dan elemen yang bergerak di sektor pertanian dari hulu hingga hilir sehingga tidak ada ego dalam menyediakan pangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Zainul mengapresiai langkah Kementan untuk menjaga ketersediaan pangan yakni mengembangkan rawa di Kalimantan Tengah, diversifikasi pangan lokal, cadangan beras pemerintah dan membangun lumbung pangan masyarakat (LPM). Ini terobosan bagaimana membangun kekuatan pangan dengan tidak semata memacu produksi, tapi manajemen politik pun digunakan.
“Pangan itu kan tidak harus diadakan dari lahan sawah. Kecerdasan dan keberanian membangun sistem dan bersandar pada potensi lokal juga dapat menguatkan pangan. Jadi, maju terus Kementa teruslah menorehkan prestasi,” tandasnya.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Muhammad Firdaus menegaskan bahwa kondisi ketersediaan pangan pokok nasional secara kumulatif mencukupi meskipun sebarannya belum merata.
Ia juga menegaskan bahwa masing-masing wilayah punya keunggulan dan kapasitas produksi. Yang terpenting, katanya, ketersediaan secara agregat nasional harus mencukupi. Menurutnya, sistem distribusi perlu ditata. Tujuannya adalah mengurangi disparitas harga antar-wilayah.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menjamin ketersediaan pangan khususnya 11 komoditas pangan dasar harganya stabil dan stoknya pun aman. Berbagai terobosan dijalankan untuk menjamim stok dan kelancaran distribusi pangan ke masyarakat.
“Makanya saya masih harus turun untuk memberikan dukungan agar petani makin kuat menjaga alur-alur ketersediaan pangan,” tegas Syahrul.
Syahrul menyebutkan menghadapi puasa dan menjelang lebaran selama pandemi, Kementan melakukan upaya untuk menjamin ketersediaan bahan pangan dengan hadirnya Toko Mitra Tani di setiap provinsi. Kemudian menggandeng layanan transportasi berbasis online serta marketplace dan sejumlah startup bidang pertanian.
“Kami pun aktif melakukan operasi pasar dan distribusi bahan pangan dari daerah yang surplus ke daerah yang mengalami keterbatasan,” tuturnya.