MONITOR, Jakarta – Rencana pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin untuk melaksanakan protokol tatanan normal baru (New Normal) di tengah pandemi Covid-19 terus menuai perhatian dan kritik.
Politikus PKS, Syahrul Aidi Ma’azat misalnya. Ia menilai kelonggaran dengan New Normal tidak berbanding lurus atau tidak diikuti dengan kurva penanganan Covid yang menunjukkan penurunan.
“Dalam artian semua ini menjadi aksi bunuh diri masyarakat yang beraktifitas di luar rumah,” kata Syahrul saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (28/5).
“Lagi-lagi tanggung jawab penuhnya ada di pemerintah yang akan di cap sebagai pelanggar HAM berat setelah terjadi kemungkinan kematian masal di gelombang kedua covid 19, seperti flu spanyol tempo dulu,” tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa penetapan New Normal bukanlah lahirnya tatanan baru hanya bersifat “quasi” atau sementara sampai vaksin benar-benar di temukan, dan di saat itulah presiden baru bisa menyatakan dapat berdamai dengan wabah Wuhan, eperti flu lainnya yang sudah ada vaksinnya.
“Tetapi hari ini, belum di temukan kesepakatan dengan covid dalam bentuk vaksin. Sehingga selama itu belum di temukan maka negara wajib hadir melindungi warga negaranya agar terhindar dari penularan,” papar anggota komisi V DPR RI itu.
Karena itu, legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Riau II pun berpandangan penetapan New Normal hari ini atau diwacanakan menandakan ketidakberdayaan negara, negara telah gagal dan pasrah dalam menanggulangi Covid-19 sehingga tidak ada terobosan seperti negara lain yang di hadirkan Indonesia seperti Turki, Taiwan, New Zealand dan Korea Selatan, bahkan negara tetangga Malaysia.
“Kenapa pemerintahan Jokowi ini terlalu lemah dan tergopoh-gopoh. Lemah dan mudahnya mengikuti keinginan para bussinessman yang lesu usahanya sementara pedagang kecil diabaikan di dikorbankan dalam ‘tag line New Normal,” pungkas pria kelahiran Kampar tersebut.