Kamis, 28 Maret, 2024

Sensitifitas Gender dalam Bantuan Sosial

MONITOR, Jakarta – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) melakukan survey terhadap kebutuhan perempuan selama covid-19. Menurut Sekretariat Nasional KPI Bayu Sustiwi ada 770 responden. Hasilnya banyak yang membutuhkan sembako.  Selain Sembako, ada dua kebutuhan lainnya yaitu makanan cepat saji dan alat perlindungan bagi yang tenaga medis.

”Berdasarkan hal itu, kami pun berusaha menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Baik yang KPI salurkan atau dari apa yang dilakukan oleh pemeritah pusat. Dari hal tersebut kami pun memiliki beberapa catatan,” terangnya dalam diskusi online ‘Menakar Sensitifitas Gender Dalam Bantuan Sosial’. Kamis (14/5/2020).

Sedikitnya, lanjut dia, ada enam hal yang dia catat dalam menyaluran bantuan. Pertama, masih banyak masyarakatyang membutuhkan bantuan namun tidak tercover. Seperti lansia, disabilitas, anak, perempuan kepala keluarga. Kedua, data penerima bantuan tidak terupdate. Salah satunya, data penerima bantuan yang sudah meninggal masih tercantum. Ketiga, belum ada data pilah. Keempat, isi bantuan masih netral gender serta belum melihat kebutuhan spesifik perempuan dan anak. Lima, pendistribusian secara langsung bisa mendatangkan kerumunan massa. Keenam, bantuan belum bisa mengakomodir warga yang tidak memiliki ktp, akte kelahiran, dan buruh harian.

Di tempat yang sama, Anggota Ombusman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah menegaskan beberapa negara sudah memasuki pandemic yang kedua, dengan melihat curva yang mereka buat. Sedangkan, Indonesia belum memperlihatkan tanda-tanda pandemic kedua. Beberapa wilayah yang mangajukan PSBB ternyata tidak menunjukan angka penurunan yang sigifinikan untuk menekan penyebaran covid-19.

”Saya ingin menunjukkan bahwa kebijakan kita kalau tidak konsistensi maka akan ada lonjakan. Sehingga apa yang kita alami sekarang akan berhadapan dengan meluasnya wabah dan grafik selalu naik. Ini salahnya tidak konsisten. Pemerintah tidak mau rugi, namun masyarakat yang rugi,” ungkapnya.

Beberapa negara sudah menunjukan kemampuan untuk mengendalikan penyebaran virus. Menurutnya, hal yang perlu dilakukan adalah pengendalian sosial. Di mana pengendalian sosial ini memperlukan konsistensi dan kompensasi di rumah. Semua membutuhkan bantuan. Beda-beda, pemberiannya kepada masyarakat.

Terkait dengan bansos, lanjutnya, akibat dari covid-19 ini kelompok masyarakat miskin, kelompok yang mendadak menjadi miskin menjasi sangat rentan dan harus diberikan kompensasi dalam bentuk bantuan. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia berbeda dengan negara lain dimana 57,3 persen kerja di sektor informal sehingga kelompok masyarakat yang terdampak akan semakin banyak. Tampaknya ke depan harus diperbaiki aspek sektor ekonomi untuk menopang kebutuhan masyarakat.  Beberapa negara berhasil menjaga ketat agar mereka tidak terinfeksi telah memperhatikan 4 hal untuk dilakukan.

”Diantaranya, kecepatan, akurasi test, metode dan pembatasan area. Di Indonesia beberapa kebijakan membuat bingung. Salah satunya dengan dibuka kembali Bandara,” ucapnya.

Terakhir menurut Asisten Deputi Penanganan Paska Bencana Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Nelwan Harahap, ada beberapa fakta yang tidak terhindari dalam keadaan ini bagi perempuan. ”Hingga 16 April 2020 ada 762 orang pekerja perempuan mengalami PHK, sekitar 3.300 orang pekerja migran perempuan dipulangan dari negara yang terdampak covid-19, beban ganda yang diterima perempuan saat bekerja di rumah dan ada sebanyak 205 orang perempuan mengalami KDRT di rumah,” terangnya.

Dari permasalahan tersebut, pemerintah sendiri sudah membuat kebijakan untuk mengatasinya, yaitu program jarring pengaman sosial covid-19. Program tersebut diantaranya, Kartu Pra-Pekerja, program PKH, Program Sembako, Program BLT Dana Desa, Bantuan Sosial Tunai dan bantuan sosial bagi masyarakat Jabotabek.

Bantuan diperuntukan untuk dua isu yang dihadapi masyarakat yaitu pertama mendorong daya beli kelompok miskin rentan, kedua, mengurangi beban pengeluaran warga kurang mampu. ”Data yang digunakan untuk menyalurkan bantuan bersumber dari data terpadu dair kementerian sosial, bekerjasama dengan BPS. Yang kedua data dari data yang Non-DTKS diperbarui saat covid. Untuk singkroisasi pada kelompok sasaran, pemerintah pusat sudah mendorong ke pemerintah daerah,” terangnya.

Penggagas Pokja PUG Covid-19, Ketua Kalyanamitra Listyowati menegaskan, penting melibatkan masyarakat sipil di tingkat lokal sehingga tidak mengandalkan RT atau RW dalam melakukan pembaharuan data yang sering keliru datanya. Diakui olehnya, penanganan bencana nasional atau pandemi covid19 ini tidak kemudian menjadi pertarungan reputasi politik antar kelompok.

Tapi harus berbicara tentang keselamatan dan kehidupan masyarakat. Sehingga, kebijakan yang dibuat harus jelas dan tegas, tidak simpang siur antar Kementerian dan Lembaga. ”Serta komitmen negara untuk mengatasi dampak pandemi. Ini terkait isu pelonggaran PSBB dimana negara harus siap dengan segala kemunngkinan jika semakin panjang waktu pandemi ini, salah satunya adalah bansos yang harus disediakan oleh negara,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER