Ilustrasi RUU Cipta Kerja Omnibus Law (dok: Okezone
MONITOR, Jakarta – Direktur Riset Indeks Arif Hadiwinata menilai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai upaya pemerintah mengatasi masalah perekonomian secara cepat.
Pasalnya, dikhawatirkan kondisi perekonomian nasional ke depan akan semakin terpuruk tidak saja hanya pandemi Covid19, namun juga diperparah dengan iklim investasi yang buruk di Indonesia selama ini.
“Tingginya pengangguran akan menghantui perekonomian nasional ke depan. Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan kebijakan yang dapat menampung mereka melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang banyak,” kata Arif, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (8/5).
Ia mengatakan, penciptaan lapangan pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan hanya membuat regulasi terkait investasi saja. Namun, imbuhnya, regulasi-regulasi lain yang mendukung atau berkaitan dengannya seperti regulasi perizinan, ketenagakerjaan, dan lainnya, juga perlu dituntaskan.
“Itu yang kami sebut sebagai ekosistem ketenagakerjaan di mana semua hal yang mendukung pada pertumbuhan ekonomi nasional harus dibahas dalam satu paket dan tidak dapat dipisahkan,” sebutnya.
Ia juga mengungkapkan, Indonesia memiliki banyak regulasi ketenagakerjaan. Akan tetapi, regulasi ini terbukti tidak efisien, cenderung tumpang tindih, dan makin menyulitkan, sebab adanya inkonsistensi dari tiap regulasi.
Oleh karena itu, dia menilai RUU Ciptaker adalah peluang bagi reformasi terhadap berbagai regulasi yang ada.
Di sisi lain, Arif mengingatkan bahwa reformasi regulasi harus bersifat komprehensif dan tidak berpihak pada kepentingan salah satu pihak saja.
“Prinsip utamanya kepentingan nasional, atau kepentingan yang lebih luas. Bukan kepentingan satu pihak tertentu,” tegasnya.
Sebagai sebuah regulasi ekosistem ketenagakerjaan, lanjut dia, dapat disimpulkan bahwa semua klaster dalam RUU a quo sama pentingnya untuk dibahas dan diselesaikan dalam satu paket. Sehingga, menunda atau bahkan meninggalkan salah satu klaster akan menjadikan regulasi ekosistem ketenagakerjaan yang pincang.
“Dalam riset kami berkesimpulan bahwa seluruh klaster dalam RUU Cipta kerja, termasuk klaster ketenagakerjaan harus tetap dilanjutkan pembahasannya dengan penguatan pada visi kebebasan ketenagakerjaan dan penciptaan iklim mutualistis di antara seluruh stakeholder yang terlibat,” pungkas Arif.
MONITOR, Jakarta - Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Kakbah (GPK) Thobahul Aftoni menilai pernyataan…
MONITOR, Jakarta - Banyak warga masyarakat Maros yang menerima manfaat pada Pembukaan Program Pemberdayaan Masyarakat…
MONITOR, Jakarta - Dewan Hakim Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Nasional dan Internasional hari ini, Minggu…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) lebih…
MONITOR, Jakarta - Potensi dana sosial keagamaan di Indonesia sangat besar. Potensi zakat misalnya, jumlahnya…
MONITOR, Lumajang - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lumajang meminta Pemerintah…