BERITA

RUU Ciptaker Dinilai Positif Untuk Perekonomian, TII: Dengan Sejumlah Catatan

MONITOR, Jakarta – Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar mengingatkan, pemerintah untuk mempertimbangkan beragam catatan kritis dari semua pihak terkait proses pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Terlebih, sambung dia, pembahasan dilakukan di tengah krisis pandemi Covid-19.

“Para pembuat kebijakan dituntut untuk membuktikan bahwa RUU Cipta Kerja tetap diproses sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Adinda dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (24/4).

Dalam kesempatannya itu, Adinda menilai pada prinsipnya konsep Omnibus Law terkait RUU a quo positif untuk perekonomian nasional.

Pasalnya, imbuh dia, RUU ini diklaim sejalan dengan target pemerintah meningkatkan investasi dan mendukung kemudahan berusaha di Indonesia.

“Salah satu permasalahan yang menghambat investasi dan kemudahan berusaha adalah regulasi yang gemuk dan tumpang tindih,” sebut dia.

“Sehingga menambah beban biaya dan waktu, serta lebih jauh mempersulit upaya pembukaan kesempatan lapangan kerja yang lebih luas,”tambahnya.

Oleh karena itu, Adinda berpandangan, jika RUU Ciptaker sebagai kebijakan positif bagi kebebasan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, serta kesejahteraan di Indonesia.

Sementara itu, terkait bangunan dan logika hukum, RUU Ciptaker berpotensi menghidupkan kembali pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yaitu ketentuan presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden.

Ia menilai, hal itu tentunya bertentangan dengan hirarki tata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Belum lagi, potensi anomali dengan prinsip Omnibus Law, karena RUU Cipta Kerja nantinya akan mengamanatkan ratusan peraturan teknis untuk pelaksanaanya.

“Hal ini pulalah yang membuat pembahasan RUU ini masih harus mengkritisi banyaknya ketentuan yang bermasalah, mengingat potensi dampak negatif serius yang akan ditimbulkannya,” ujarnya.

TII, lanjutnya, menegaskan pentingya mengkritisi RUU ini mengingat aspek ekonomi juga berdampak terhadap aspek lainnya.

Selain itu, pembangunan yang berkelanjutan dan mendukung kebebasan ekonomi tidak akan dapat berjalan baik dan berdampak positif, jika tidak memperhatikan pemangku kepentingan, konteks, serta dampak di aspek lainnya.

“Termasuk aspek perlindungan HAM dan hukum, demokrasi, sosial, maupun lingkungan hidup. Harus diakui bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja masih memuat banyak ketentuan yang kontroversial dan justru ikut menghambat tujuannya karena proses pembuatannya yang sejak awal bermasalah,” tukasnya.

Recent Posts

Puan: Guru Pahlawan Penjaga Nyala Pelita Masa Depan Bangsa

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…

36 menit yang lalu

Dana Bergulir Tingkatkan Usaha Anggota Koperasi di Majalengka

MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…

2 jam yang lalu

Menteri Yandri Kaget Lihat Jalan Kabupaten Serang Rusak Parah, Respon Menteri PU Cepat

MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…

3 jam yang lalu

Kementerian Imipas Kirim Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

MONITOR, Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) menyerahkan bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Lewotobi di Lembata, Nusa Tenggara…

3 jam yang lalu

DPR Minta Negara Global Patuhi Pengadilan Internasional yang Keluarkan Surat Penangkapan PM Israel

MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…

5 jam yang lalu

HGN 2024, Prof Rokhmin Beri Apresiasi Para Pahlawan Tanda Jasa

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…

5 jam yang lalu