MONITOR, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui adanya kesalahan dalam pendataan penerima bantuan sosial (Bansos) saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) periode pertama. Ia menilai itu merupakan hal yang lumrah, karena yang didata mencapai 1,1 juta kepala keluarga.
“Tentu saja tidak mungkin sempurna, enggak mungkin. Di negeri ini tak data yang super akurat, saya rasa teman-teman juga tahu,” kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (22/4).
Oleh karena itu, kata Anies, dirinya langsung menginstruksikan jajarannya untuk segera mengoreksinya. Hal itu terjadi akibat banyaknya orang yang memiliki kondisi normal tidak masuk dalam kategori yang membutuhkan bantuan, tapi karena perekonomian banyak yang tidak bergerak membuat jumlahnya berkembang.
“Kenapa itu terjadi? Karena banyak yang sekarang tidak memiliki pekerjaan, banyak yang warungnya tutup, Banyak yang kegiatan sehari-hari tidak berfungsi,” ujarnya.
Seperti diketahui, Anies telah menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 386 Tahun 2020 Tentang Penerima Bantuan Sosial Bagi Penduduk yang Rentan Terdampak Covid-19 Dalam Pemenuhan Kebutuhan Pokok Selama Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Biaya pemberian Bansos itu dibebankan kepada APBD DKI Tahun 2020. Dalam Kepgub ini dijelaskan bahwa bentuk bantuan sosial berupa bahan pokok dan/atau bantuan langsung lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis bansos yang diberikan adalah beras, makanan protein dalam kaleng, makanan olahan dalam kemasan, alat kebersihan, dan alat keamanan diri dengan total harga mencapai Rp149.500. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya pengiriman dan pengemasan per paket per kepala keluarga.
Namun, saat diperiksa daftar penerima yang tercantum di dalam Kepgub 368 Tahun 2020 itu ada yang janggal. Pasalnya, ada penerima bansos itu yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keduanya tercantum berdomisili di Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.