Oleh: Dr. H. Muhammad Saleh
(Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Parepare)
Belum tuntas perbincangan mengenai tantangan revolusi industri 4.0 dari berbagai bidang, masyarakat dunia dihadapkan pada satu fenomena pandemic virus covid-19. Munculnya virus ini memberi dampak pada perubahan pola piker dan prilaku keseharian yang tidak seperti biasanya.
Misalnya, adanya imbauan untuk tetap tinggal di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, belanja dari rumah, dan lain-lain.
Peradaban manusia senantiasa berkembang dan pada abad ke-21 ini berada di era revolusi Industri 4.0. Terjadi perubahan dari berbagai bidang melalui perkembangan teknologi dimana mengurangi pemisahan antara fisik, digital.
Revolusi industry 4.0 ditandai dengan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang, khususnya kecerdasan buatan, robot, blockchain, teknologi nano, komputer kuantum, bioteknologi, internet of things, percetakan 3D, dan kendaraan tanpa awak.
Pesatnya Teknologi
Penawaran yang begitu “menggiurkan” pada aspek pelayanan publik cepat, tepat dan akurat. Aktivitas kerja yang biasanya membutuhkan tenaga manusia tidak lagi menjadi prioritas. Pelayanan kantor yang dulunya membutuhkan waktu yang lama, pada era ini menjadi cepat. Beberapa lembaga pelayanan public tidak lagi membutuhkan antrian yang panjang, tetapi dapat dilakukan melalui antrian online.
Teknologi informasi dan komunikasi menjadi basis dalam kehidupan manusia. Perkembangan dunia internet dan teknologi digital yang cepat dan masif mempengaruhi penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas, sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Perubahan ini menandai transformasi seluruh sistem produksi, manajemen dan tata kelola.
Gambaran pengguna mobile (ponsel atau tablet) di Indonesia mencapai 355,5 juta sementara jumlah penduduk 268,2 juta jiwa. Ini berarti peredaran ponsel dan tablet lebih banyak dari jumlah penduduk di seluruh Indonesia. Data ini menggambarkan bahwa kemungkinan penduduk Indonesia memiliki 2 ponsel per orang.
Sementara dari pengguna internet, tercatat ada 150 juta pengguna internet aktif, yang berarti 56% dari total jumlah penduduk Indonesia sudah menggunakan internet.
Demikian pula dengan media sosial, rata-rata 50% lebih penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial. Pengguna mobile phone mencapai 91%, laptop/PC hanya 22%. Rata-rata orang berselancar menghabiskan waktu 8 jam 36 menit per harinya. Disusul oleh media sosial dengan 3 jam 26 menit. Televisi, seperti yang sudah kami tulis diatas, masih jadi favorit pemirsa dengan lama nonton mencapai 2 jam 52 menit. Terakhir streaming musik dengan ‘hanya’ 1 jam 22 menit.
Perkembangan dunia digital di Indonesia sangat menjanjikan, dari sisi pengguna internet, pengguna media sosial, bahkan pengguna ponsel-ponsel pintar. Ini tentunya menawarkan peluang-peluang usaha serta kemana arah tujuan bisnis kedepan. Perusahaan yang hanya mengandalkan cara-cara konvensional dan tradisional bakal tergilas oleh perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan teknologi informasi dalam operasional bisnisnya.
Dunia Pendidikan Merespon
Dunia pendidikan pada era revolusi industry memasuki masa pengetahuan (knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan information super highway (Gates, 1996).
Pada abad 21 menuntut perubahan mindset manusia dan juga tentu dunia pendidikan. Pendidikan nasional juga harus menyesuaikan diri agar dapat merespon kemajuan informasi dan komunikasi tersebut. Sementara sudah sekian lama pendidikan kita masih mewarisi sistem pendidikan lama yang isinya terkesan menghafal fakta tanpa makna.
Merubah sistem pendidikan Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesia merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan zaman global.
Menghadapi pembelajaran abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011) Keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21 adalah life and career skills, learning and innovation skills, dan information media and technology skills.
Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan pengetahuan abad 21/21st century knowledge-skills rainbow (Trilling dan Fadel, 2009).
Bila kita perhatikan antara tuntutan revolusi industry 4.0 dengan aktivitas kehidupan manusia saat, seharusnya bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Misalnya pesan makanan online, belanja online, pendaftaran sekolah online, hampir semua aktivitas manusia terlayani dengan system digital.
Penduduk Indonesia seakan belum siap untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan wujud era revolusi industry 4.0.
Penggunaan ponsel dan tablet lebih kepada hiburan semata. Frekunsi paling banyak dilakukan hanya berselancar di dunia maya untuk mencari hiburan, bersosial media melalui facebook, twitter, Whatshaap, line, dan lain-lain.
Perlu kita transformasikan untuk mengembangkan budaya kritis dan mengembangkan dunia pendidikan kita, dalamk ikhtiarnya mencerdaskan anak bangsa.
Pada saat yang sama, ketika yang akan dilakukan pembelajaran online, aktivitas layanan online masih ada yang menolak dengan dalih aplikasi ponsel tidak mendukung, jaringan tidak lancer dan banyak lagi alasan-alasan yang muncul.
Seharusnya alasan ini tidak perlu ada bila melihat presentase kepemilikan ponsel dan tablet serta keseringan berselancar di dunia maya.
Pertanyaannya adalah, apa hubungannya dengan fenomena pandemi covid-19 yang mewabah hampir di seluruh kawasan di dunia ini. Bahkan negara sekuat apapun, kemajuan teknologi dan teknologi yang tidak ada tandingannya dibelahan dunia ini, tidak mampu mengatasinya.
Melek Teknologi
Pergerakan virus covid 19 dari data WHO saat ini (Senin, 20 April 2020) di seluruh dunia terkonfirmasi 2.285.210 jiwa yang positif, dengan korban terbanyak di Eropa 1.122.189 jiwa, menyusul di Amerika 858.631jiwa. Sementara di Indonesia terkonfirmasi 6.760 jiwa positif, yang menjalani perawatan 5.423 jiwa dan berita gembiranya 747 jiwa yang telah sembuh.
Sementara data untuk Sulawesi Selatan, kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan) 3.272 jiwa, PDP (Pasien Dalam Pemantauan) 560 jiwa, positif 369 jiwa dan yang sembuh 70 jiwa. Data ini menggambarkan ancaman penyebaran virus ini masih sangat tinggi. (Sumber: covid19.sulselprov.go.id)
Tuntutan aktivitas yang dilakukan dari rumah mengharuskan agar dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi dari berbagai bidang. Misalnya seorang pedagang, bagaimana ia dapat tetap melakukan aktivitas jual beli walaupun ia tetap di rumah.
Ini memunculkan kreativitas dan “terpaksa” melek teknologi dengan menggunakan media sosial sebagai alat bantu untuk menawarkan barang. Bermunculan sistem dagang online yang boleh jadi selama ini disepelekan para pedagang, karena masih tetap merasa lebih baik dengan aktivitas jual beli secara konvesional.
Demikian pula pembeli dilain pihak, yang selama ini dalam melakukan transaksi secara langsung, dengan adanya himbauan #jagajarak berupaya untuk mencari cara bagaimana tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya walau dari rumah.
Ini “memaksa” untuk “melek terknologi” agar dapat berselancar di dunia maya yang lagi-lagi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Fenomena Covid 19 sangat terasa dampaknya pada penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai perguruan tinggi. Hastag #belajardarirumah melahirkan kebijakan yang terkait dengan pembelajaran.
Proses pembelajaran dilakukan secara online. Kebijakan ini “memaksa” pihak madrasah/sekolah, pendidik, peserta didik, orang tua untuk “melek teknologi”.
Pendidik diharuskan untuk melakukan proses pembelajaran online. Ini berarti harus menguasai strategi, metode, pengembangan pembelajaran daring.
Selain itu, yang lebih penting menguasai aplikasi yang digunakan. Kendala yang dihadapi dari pelaksanaan pembelajaran daring ini masih banyaknya pendidik yang tidak menguasai TIK.
Demikian pula tantangan bagi peserta didik, belum siap untuk melakukan proses pembelajaran secara online. Selain ketersediaan sarana dan prasarana yang masih terbatas, juga belum dibiasakan menggunakan aplikasi pembelajaran online sehingga “terpaksa” menggunakan aplikasi yang sering dipakai.
Begitu pula orang tua lebih merasakan dampak dari pembelajaran online ini. Orangtua “terpaksa” menjadi pendidik yang mendampingi anaknya dalam melakukan proses pembelajaran. Orangtua mulai merasakan betapa sulitnya menjadi pendidik, dan masih banyak lagi keluhan-keluhan yang dihadapi.
Bila ditelusuri lebih jauh akan banyak yang ditemukan bidang-bidang kehidupan manusia yang “memaksa” untuk melek teknologi. Hal ini disebabkan untuk memutus matarantai penyebaran covid 19 yang mengharuskan untuk tetap mengikuti protocol covid 19 dengan #jagajarak, #dirumahsaja, #bekerjadarirumah, #belajardarirumah.
Fenomena covid-19 telah memaksa orang untuk melek teknologi informasi bagi yang selama ini belum familer terhadapnya. Pada saat yang sama teknologi ini menjadi keniscayaan di saat kita memasuki era digital.Wallahu a’lam bi al-shawab.