Jumat, 26 April, 2024

Stamina Spiritual & Kuburan Massal; COVID-19 Bukan Ajang Adu Kesaktian

Oleh: Ari Aprian Harahap*

Setiap kali saya melewati Taman Makam Pahlawan (TMP) di Jakarta, selalu timbul rasa tenteram di dalam hati. Beruntunglah mereka yang dikebumikan di sana. Ribuan batu nisan tampil seragam, dan berjajar rapi di tanah yang lapang. Pintu gerbangnya gagah, memberikan kesan lebih mapan dari makam yang lain-lain. Terbaring di sana, sungguh menampakkan kesan yang indah, seolah menunjukkan mereka itu dihargai. Lain halnya dengan mereka yang terbaring di Tempat Pemakaman Umum (TPU), jauh dari kesan mapan dan indah. Tidak dibongkar saja sudah untung.

Dari sini terbesit sebuah pertanyaan, apa dan siapa yang menentukan boleh tidaknya seseorang ‘diistirahatkan’ di TMP? Apakah mereka harus maju perang, harus angkat senjata melawan Belanda? Atau mungkin niat awalnya begitu, namun sejak tahun 90-an banyak tokoh sipil yang mendapat bintang jasa hingga ketika mereka meninggal dapat dibaringkan di sana. Terbuka perdebatan tentunya, siapa yang berhak mendapatkan bintang jasa itu.

Lantas, apakah mereka yang berjuang di garis depan melawan pandemi Virus Corona boleh dibaringkan di sana?

- Advertisement -

Kita semua mungkin sudah tahu bahwa pemakaman jenazah terpapar virus Corona tidak dapat dilaksanakan layaknya pemakaman jenazah pada lazimnya. Prosesi pemakaman Dokter Adi Misra, beberapa waktu lalu, menjadi potret memilukan sekaligus pecut bagi kita semua.

Sosok Adi Misra, adalah dokter yang berjuang di garis terdepan melawan pandemi Virus Corona ini. Namun pengorbanan beliau seperti tak dihargai dan tidak mendapat penghormatan atas kepergiannya menghadap sang Ilahi. Corona, virus mematikan asal Wuhan ini sudah merampas martabat mereka yang meninggal dunia.

Sederet angka kematian mulai membuat kita semua terbiasa. Misalnya Italia, yang berkabung atas 11.591 korban meninggal karena Corona, lalu Amerika Serikat tembus 3.000-an lebih korban meninggal. Sementara itu, terhitung pada 31 Maret 2020 kemarin, ada 1.528 kasus positif Corona di Indonesia. Sebanyak 136 orang dilaporkan meninggal dunia. Kabar baiknya, sebanyak 81 pasien dinyatakan sembuh dari virus ini.

Dalam rentang waktu sebulan, Coronavirus (Covid-19) telah menular secara cepat. Di awal Maret 2020, masih teringat pemerintah mengumumkan dua orang menjadi korban kasus positif Corona, namun kini jumlahnya telah mencapai ribuan. Jika hal ini dibiarkan, maka berapa banyak lagi jumlah korban yang akan berjatuhan hingga bulan Ramadhan nanti?

Dalam situasi saat ini, kita harusnya menyadari kebijakan apapun yang akan diberlakukan pemerintah pasti akan memiliki resiko tersendiri. Sangat menarik apa yang disampaikan Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bukankah akan lebih baik jika kita mau merenung untuk meningkatkan stamina spiritual kita, agar terlihat jelas keterbatasan manusia dalam memecahkan masalah-masalah hidup bersama.

Inilah dunia tempat kita bermukim sementara untuk kita pelihara bersama, bukan untuk ditaklukkan. Bukan malah ‘gagah-gagahan’ antara pemerintah Pusat dan Daerah, bukan ‘sok-sok-an’ jadi pahlawan, “hero” atas pengambilan kewenangan dan kebijakannya dalam mengefektifkan penanganan wabah virus Corona ini.

Seandainya kebijakan darurat sipil akan ditempuh pemerintah, maka jangan sampai kondisi gawat darurat sipil ini menjadi ajang siapa yang layak dibaringkan di TMP dan siapa pula yang sepantasnya di TPU. Bagi orang-orang biasa atau dokter sekalipun yang memberikan pengabdian dan jasa besar untuk warga negara, mereka semua harus bersiap memasuki TPM (Tempat Pemakaman Massal). Jauh dari harapan. Kita masih optimis dan terbukti ada pasien bisa sembuh, tentu memerlukan siasat untuk mengatasi wabah ini, kalau tidak ingin entek ‘se-kabehane’. Seperti kata peribahasa arang habis besi binasa.

*Penulis merupakan Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta 2020-2022

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER