Kamis, 25 April, 2024

Pusbarindo dukung Kementan tetap mewajibkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

MONITOR, Jakarta – Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengapresiasi langkah kementerian Perdagangan melalui Permendag No.27 tahun 2020 yg mengatur importase Baput dan Bombay tanpa SPI (Surat Persetujuan Impor) dan LS (Laporan Survey) sebagai relaksasi untuk mempermudah pasokan dua komoditi tersebut, disaat terjadi kelangkaan pasokan dan situasi wabah corona virus yang memperburuk ekonomi nasional.

Dilain pihak, Pusbarindo juga mengapresiasi respon cepat dari Kementerian Pertanian atas situasi tersebut dan sudah merilis RIPH tahun 2020 untuk 107 Importir sebanyak 450 ribu Ton Bawang Putih (baput) dimana jumlahnya sudah mencapai 80% dari kebutuhan Nasional per-tahun. Sementara untuk RIPH Bawang Bombay, sudah terbit 227 ribu ton atau dua kali lipat kebutuhan Nasional per Tahun.

“Langkah Menteri Pertanian merilis RIPH sebagai syarat importir utk lakukan importase dan berkoordinasi dengan Badan Karantina untuk tetap melakukan pengawasan sesuai prosedur atas produk pangan yang masuk, bertujuan untuk menjamin produk pangan yang masuk tidak berbahaya dan aman dikonsumsi oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tertuang dalam UU No.13 Tahun 2010 yang diamanahkan kepada Kementerian Pertanian RI,” kata Sekjen Pusbarindo, Valentino dalam keterangan tertulisnya. Minggu (29/3/2020).

Pusbarindo menilai tujuan Menteri Syahrul Yasin Limpo untuk tetap menjalankan ketentuan RIPH karena Kementan menjadi ujung tombak pelaksanaan Nawacita swasembada pangan, khususnya bawang putih melalui program Wajib Tanam sebesar 5% bagi importir yg mengajukan RIPH.

“Jadi tidak ada yg salah dengan aturan RIPH ini. Dengan tetap dijalankannya aturan RIPH, maka para petani baput dalam negeri mendapat kepastian berusaha/berproduksi yang berkesinambungan sehingga diharapkan hasil produksi dalam negeri dapat lebih maksimal,” terangnya.

Pusbarindo menegaskan justru sangat disayangkan apabila ada Menteri yang justru konsisten menjalankan amanah UU dan melaksanakan kewenangannya sesuai dengan semangat swasembada bawang putih nasional, malah menjadi sasaran pihak-pihak yang merasa keberatan dengan aturan RIPH, bahkan kemudian mengusulkan untuk dicopot.

“Jangan sampai Permendag No.27 Tahun 2010 ini disalah artikan dan diterjemahkan seolah2 bebas tanpa syarat RIPH dan tanpa kontrol Badan Karantina. Dan jangan sampai Karantina sebagai garda utama yg mengawasi Keamanan Pangan yg akan masuk, digunakan sebagai “celah” dan dimanfaatkan oleh importir yg tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Selain berpotensi mengancam Keamanan Pangan Nasional, “celah” ini lanjut Pusbarindo akan berdampak merusak semangat Wajib Tanam karena jika importir melakukan importase tanpa RIPH dalam arti menghindar dari aturan Wajib Tanam.

Mengingat situasi corona sedang melanda negeri ini dan kita belum tau kapan akan berakhir, maka sebaiknya Menteri Perdagangan segera menerbitkan SPI terhadap 107 importir yg sudah mengantongi 450.000 ton RIPH bawang putih agar ada kepastian supply dan kestabilan harga di pasar.

Tupoksi Penerbitan SPI ini sudah diatur dalam Permendag No. 44/2019 Pasal 9 yang menyebutkan bahwa berdasarkan permohonan RIPH yang diajukan secara online, maka Direktur (akan) menerbitkan SPI paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

“Selanjutnya, saran kami untuk Kementan adalah agar pengajuan RIPH anggota PUSBARINDO yang sudah berada di Sesditjend dapat segera diterbitkan. Sesuai himbauan Bapak Presiden untuk mempermudah semua proses perijinan, penyederhanaan birokrasi dan transparansi, alangkah bahagianya para pelaku usaha jika Kemendag dan Kementan memberlakukan aturan pengajuan rekomendasi dan ijin importase secara tertib, adil dan transparan,” tegasnya.

Pusbarindo juga memberi saran kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi agar semuanya dikembalikan kepada aturan yang selama ini berjalan pada kedua Kementerian diatas, kekurangan yang selama ini terjadi adalah lambatnya respon dalam rilis RIPH dan SPI di Kementerian masing-masing yang selalu berulang setiap tahun sehingga menyebabkan setiap awal tahun harga baput selalu bergejolak.

“Masalah komunikasi, masalah ego-sektoral dan transparansi yang seharusnya sinkron antara dua Kementrian ini, diharapkan dapat diatasi oleh Bapak selaku koordinatornya,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER