MONITOR, Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan sebanyak 120 jembatan gantung yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia. Jembatan tersebut dibangun menggunakan anggaran Tahun 2019 sebagai salah satu infrastruktur kerakyatan untuk memperlancar mobilitas dan memangkas waktu tempuh antar desa yang sebelumnya harus memutar jauh akibat dipisahkan oleh kondisi geografis Indonesia, seperti lereng, bukit, jurang, ataupun sungai.
“Hadirnya jembatan ini akan mempermudah dan memperpendek akses warga masyarakat perdesaan menuju sekolah, pasar, tempat kerja, mengurus administrasi ke kantor kelurahan atau kecamatan dan akses silaturahmi antar warga,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Dari total 120 jembatan yang telah selesai tersebut, berada di Provinsi Aceh sebanyak 2 unit, Sumatera Utara (6 unit), Riau (2 unit), Sumatera Barat (5 unit), Sumatera Selatan (3 unit), dan Lampung (1 unit). Kemudian di Banten (4 unit), Jawa Barat (28 unit), Jawa Tengah (9 unit), DIY (2 unit), Jawa Timur (16 unit), Bali (1 unit), NTB (2 unit), NTT (5 unit), Kalimantan Barat (6 unit), Kalimantan Tengah (5 unit), Sulawesi Selatan (9 unit), Sulawesi Barat (3 unit), Sulawesi Tengah (5 unit), Sulawesi Tenggara (2 unit), Sulawesi Utara (1 unit), Maluku (1 unit), dan Papua (2 unit).
Konstruksi jembatan gantung dirancang secara matang, mulai dari pemilihan material hingga penerapan teknologi yang berkualitas. Penggunaan material jembatan gantung seperti baja, kabel, dan baut juga menggunakan produk dalam negeri buatan Indonesia.
Salah satu jembatan gantung yang dibangun dengan rangka baja dan beton berada di Kampung Kaye Distrik Agats Kabupaten Asmat, Provinsi Papua karena kondisi geografis daerah tersebut berupa rawa. Jembatan gantung dibangun sepanjang 72 meter dengan lebar 1,6 meter untuk menghubungkan Kampung Keye menuju Ibu Kota Kabupaten Asmat, Agats. Anggaran pembangunannya sebesar Rp 89,1 miliar yang dikerjakan oleh kontraktor PT. Wijaya Karya dengan melibatkan pekerja lokal dari sejumlah kampung diantaranya Kaye, Syuru, dan Aswet.
Pembangunan jembatan gantung merupakan usulan dari Pemerintah Daerah setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TNI, dan DPRD yang diajukan kepada Kementerian PUPR dengan mempertimbangkan kondisi wilayah, sosial, ekonomi, potensi wilayah, dan kesesuaian lokasi, manfaat, dan urgensi pembangunan jembatan.
Beberapa kriteria pemilihan lokasi didasarkan pada jembatan digunakan oleh pelajar sekolah dan ekonomi antar desa, jembatan pejalan kaki dalam kondisi kritis atau bahkan runtuh, kondisi jalan akses memungkinkan untuk memobilisasi rangka jembatan, menghubungkan minimal dua desa, dan akses memutar apabila tidak ada jembatan cukup jauh atau minimal 5 km. Pada tahun 2020, Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Marga telah menganggarkan Rp 710 miliar untuk membangun sebanyak 148 unit jembatan gantung.