PARLEMEN

Lakukan Pengawasan UU 22/2019, DPD: Nasib Petani Belum Jadi Prioritas Negara

MONITOR, Jakarta – Komite II DPD RI menilai Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan belum berpihak kepada petani. 
Secara spesifik UU a quo belum mengatur hak petani, bahkan pergerakan petani masih dibatasi.

“Seharusnya UU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan untuk meningkatkan peran petani. Namun faktanya petani masih disusahkan baik pupuk, bibit, lahan dan lain-lain,” kata Wakil Ketua Komite II Bustami Zainudin dalam keterangan tertulisnya, saat RDPU dalam rangka pengawasan UU Nomor 22 Tahun 2019, dimuat Sabtu (8/2).

Senator asal Lampung ini juga menilai UU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dinilai berpihak pada kepentingan perusahaan benih besar. Akibatnya, petani dibuat bergantung terhadap benih hasil produksi mereka. 

“Alhasil keragaman benih jadi berkurang dan banyak benih yang tidak cocok dengan karakteristik sawah di desa yang berbeda-beda,” sebut dia.

Pada kesempatan ini, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Arifin menjelaskan pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2019 kuartal tiga tumbuh 3,08 persen. Dengan kinerja pertumbuhan ekonomi makro 5 persen, pertumbuhan pertanian sebenarnya tidak terlalu buruk.

“Ketika dibedah dua tahun terakhir pertumbuhan petani kurang bagus. Lantaran harga-harga komoditas perkebunan di tingkat global rendah, karena belum pulih pada kondisi normal,” terangnya.

Bustanul menambahkan kemiskinan petani juga masih tergolong tinggi yang disebabkan beberapa faktor. Salah satu penyebabnya karena petani masih menanggung harga yang mahal, sehingga banyak petani yang beralih fungsi. 

“Petani saat ini masih menanggung harga mahal. Bahkan menyebabkan petani beralih fungi,” lontarnya.

Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite II Hasan Basri berpandangan, permasalahan pertanian di setiap daerah berbeda-beda. Ia mencontohkan di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang terkendala dengan iklim dimana enam bulan hujan, dan enam bulan kemarau.

“Di Sulawesi Selatan sangat sulit bertanam, ketika musim hujan drainase mereka rusak karena dilewati kendaran atau hewan ternak. Ketika kemarau, sulit air. Jadi seharusnya sistem budi daya berkelanjutan seperti apa yang cocok di sana,” kata Hasan Basri.

Senator asal Kalimantan Utara itu juga mencontohkan beras terbaik di dearahnya yaitu Beras Krayan. Sayangnya, Beras Krayan produksinya sangat sedikit dan tidak bisa ditanam di daerah lain, maka seharusnya bisa dicarikan solusinya untuk ditanam daerah lain. 

“Beras Krayan harusnya bisa dicarikan solusinya untuk bisa ditanam daerah lain. Karena beras ini menjadi makanan Sultan Brunei dan dinikmati warga Malaysia,” pungkasnya.

Recent Posts

DPR Harap Prabowo Suarakan Kemerdekaan Penuh Palestina di Mesir

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta berharap kehadiran Presiden Prabowo Subianto…

5 jam yang lalu

KPI Minta Seluruh Lembaga Penyiaran Hormati Keberagaman Sosial dalam Tayangan

MONITOR, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran (TV dan radio) untuk…

6 jam yang lalu

Kritik DPR Soal Kebijakan BPJPH Dinilai Cerminkan Keberpihakan Rakyat

MONITOR, Jakarta - Kritik keras DPR RI terhadap rencana Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH)…

9 jam yang lalu

Tiga Kementerian Sinergi Perkuat Infrastruktur Pesantren untuk Lindungi Santri

MONITOR, Jakarta - Tragedi ambruknya bangunan musala pondok pesantren menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk…

9 jam yang lalu

MAN IC Pekalongan Gondol Medali Emas Ekonomi pada Ajang OSN 2025

MONITOR, Malang - Delegasi MAN Insan Cendekia Pekalongan (ICP) raih medali emas bidang ekonomi, pada…

11 jam yang lalu

Tentang Bantuan Pesantren dan Rumah Ibadah, Menag: Pastikan Datanya Benar!

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya langkah terpadu antara pusat dan daerah…

11 jam yang lalu