MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian melalui Ditjen Tanaman Pangan melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengdalikan hama ulat grayak. Salah satu upaya itu dilakukan dengan cara melakukan gerakan pengendalian hama tersebut bersama-sama dengan petani.
“Ulat grayak atau Spodoptera frugiperda ini dapat merusak tanaman jagung mulai dari stadi vegetatif hingga generative sehingga penting melakukan pencegahan dan pengendalian hama secara dini,” Kata Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Enie Tauruslina di Jakarta.
Untuk membantu petani di lapangan, BBPOPT memberikan informasi dasar mengenai serangan hama ini dan langkah-langkah pengendalian yang efektif dan efisien, serta aman terhadap lingkungan.
Willing petugas POPT dari BBPOPT mengatakan ada kondisi serangan yang berat ulat bisa mencapai lebih dari 5 ekor pada tanaman yang masih muda sehingga menyisakan tulang daun saja bahkan kematian tanaman. Ulat ini juga dapat menyerang bagian tongkol jagung, yang tentunya akan menyebakan kehilangan hasil yang besar.
Dijelaskannya untuk mendeteksi gejala awal keberadaan hama ini, ditandai dengan adanya bekas gerekan dari larva atau ulat pada daun serta ditemukan kotoran dari ulat ini seperti serbuk gergaji pada permukaan daun. Petani bisa melakukan pengamatan secara intensif terutama pada tanaman muda untuk mendeteksi serangan awal sehingga bisa dilakukan pengendalian yang tepat.
Seekor ngengat memiliki kemampuan untuk meletakkan hingga 1000 butir telur, dimana setiap kelompok telur rata-rata 100-200 butir. “Jika telur sebanyak tersebut menetas menjadi larva, tentunya dapat merusak tanaman,” terangnya. Telur ulat ini sendiri, biasanya ditaruh di daun muda baik di permukaan atas maupun bawah. “Jika petani mendeteksinya, bisa langsung diambil dan dimatikan sehingga tidak menetas,” jelasnya.
Akan lebih baik jika telur itu ditaruh di dalam bambu, pinggir bambu diberi perekat, jadi saat larva menetas, telur yang terparasit tetap bisa hidup dan memangsa telur lain sambung Willing.
“Penanaman jagung secara serentak dapat mengurangi ketersediaan inang, sehingga dapat menghambat perkembangan hama,” tambahnya. Namun jika hama sudah menyerang cukup parah, maka bisa menggunakan insektisida yang berbahan aktif emamektin benzoat, spinetoram, klorantraniliprol, atau tiomektosam.
Selain pestisida yang beredar di pasaran, petani juga dapat menggunakan pestisida nabati ekstrak daun mimba (Azadirachta indica), ” Kita sudah melakukan pengujian di laboratorium, hasil uji efikasi mortalitas larva instar kecil dapat mencapai 80% dengan dosis 80 gr/liter ekstrak daum mimba,” pungkas Willing
Suwarman Kepala Bidang Pelayanan Teknis Informasi dan Dokumentasi (Yantekindok) BBPOPT menuturkan pengendalian paling efektif dilakukan pada sore sampai malam hari. Hal ini ia sampaikan saat memberikan arahan dalam acara gerakan Pengendalian secara masal. Pada saat gerakan tersebut hasil pengendalian menggunakan b.a Emamektin benzoate menunjukkan bahwa larva mati sebanyak 93.3% setelah 1 hari.
Gerakan pengendalian secara masal dilakukan bersama para petani di Desa Wolutengah, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. “Tim turun ke Tuban karena ada laporan mengenai serangan ulat grayak. Selain untuk mengambil contoh hama untuk dikaji lebih lanjut, pihaknya juga memberikan penyuluhan mengenai tata cara pengendalian, “ pungkas Suwarman